Akan ada sebuah roda untuk semua orang, tak akan pernah berhenti berputar kecuali detak jantung tak berdetak lagi. Tak ada yang akan tahu kapan semua ini berakhir. Memandang langit biru yang didampingi awan putih yang lembut.
“Seperti apa dunia yang kuinginkan? apa tujuanku berada di sini? begitu banyak karakter orang-orang yang aku temui, begitu banyak permasalahan yang ada di sini, begitu banyak orang sepertiku berubah menuju jalan yang berbeda dari jalan yang sebelumnya dan apa yang harus kulakukan?” ujarku.
Aku sendiri tak mengerti dengan keinginanku, tak mengerti harus berbuat apa saat itu. Akhirnya aku memulai dengan jalan yang ditempuh orang lain, menjadi orang egois sebagai landasanku mencintai diri sendiri. Setiap perbuatan yang kulandasi karna mencintai diriku sendiri membuatku menjadi orang yang hebat, disegani, licik dan betul-betul tidak mempedulikan apapun, demi semua keinginanku untuk lebih dihargai.
Awalnya sangatlah menyenangkan. Tak ada seorang pun yang bisa mengalahkanku, bagaikan menjadi orang yang paling atas hingga akhirnya sebagian dari mereka mulai membenciku. Itu membuatku sedikit tidak nyaman, tetapi aku tidak harus memikirkan hal itu, karna mereka juga takkan berguna untukku. Mereka bagaikan hama kecil, hingga aku sadar bahwa berjalan sendiri dalam kehidupan ini tak begitu menyenangkan.
Suatu hari, ketika ibuku sedang pergi ke pasar, suatu peristiwa yang tak diinginkan terjadi.
“Pencuri! Lepas tasku! Lepaskan!” ujar ibuku.
“Tak ada yang akan membantumu bodoh!” balas pencuri yang sukses merebut tas itu.
Ibuku pulang dengan mata yang berkaca-kaca. Ibu mulai bercerita tentang kejadiaan yang dialaminya. Ketika mengetahui kejadian itu, aku merasa marah akan hal yang dialami ibuku, tetapi di sisi lain aku merasakan hal aneh, hal yang membuatku sadar akan persamaan diriku dengan pencuri itu.
“Pencuri itu mencintai dirinya, dia egois merebut milik orang lain tanpa memikirkan orang yang menjadi korbannya. Kenapa aku marah begitu jika diriku hampir sama dengan pencuri itu?” kataku dalam hati.
Sebuah renungan baru yang membuatku dilemma. Seiring berjalannya waktu, semua orang mulai menghindariku.Tak seorang pun menemaniku bicara, bahkan beberapa dari mereka mulai membenciku, semua itu bercampur aduk dalam pikiranku. Apa yang ku lakukan salah? aku harus apa dan bagaimana? Aku bertanya pada diriku sendiri. Aku berpikir kembali dengan landasan teori hidup yang kuciptakan sendiri. Apakah ada jalan lain agar aku tetap bisa mencintai diriku tanpa harus melukai? Tetapi banyak dari mereka yang sukses dari keegoisannya, dan aku juga menginginkannya.
“Buatlah tujuan hidupmu menjadi lebih berarti tapi bukan hanya untuk dirimu saja tapi juga demi banyak hal” Sebuah caption dari salah satu buku yang dipromosikan, terlintas di pikiranku. Namun apa yang kulakukan ini demi diriku sendiri, tetapi aku mengginginkan apa untuk diriku ini? itulah hal yang tak pernah terpikirkan olehku, itulah tanda tanya utamaku. Aku belum memikirkan keinginanku sendiri, hingga sebuah bisikan kecil masuk ke telingaku.
“Aku ingin keberadaanku berguna, itu saja. Agar semua orang yang menjadi saksi mata kehidupanku mengakui jasa-jasaku, menghargainya, dan kuharap bisa menjadi dorongan untuk orang lain, agar mereka menjadi sama sepertiku. Aku ingin tujuanku tumbuh seperti pohon besar. Melakukan banyak hal dalam satu tujuan,” ujar orang yang memberikan pencerahan pada orang-orang di sekitarnya.
Tujuan yang tumbuh seperti pohon? maksudnya? bagaimana itu? itu cukup membingungkan dan menjadi saksi mata? Itu tak pernah terpikirkan olehku. Pertanyaan-pertanyaan itu sendiri membuatku berpikir apa yang aku lakukan sebelumnya tidaklah berguna, hingga aku berpikir lagi dari arti mencintai diri sendiri. Mencintai diri sendiri tak mesti mengorbankan dan merampas, tetapi bagaimana caranya aku bisa menjadi berarti dalam hidup ini.
Hal yang membuatku tak nyaman, seolah-olah seperti zombie. Mereka berjalan, berburu, merampas satu sama lain dan memakan.Walaupun makan terus-menerus, itu takkan membuat mereka kenyang. Dan pada akhirnya mereka akan menjadi abu ketika dibinasakan oleh api. Begitulah demi keegoisan yang tak berarti ini.
Akhirnya, aku berusaha membuang sosok egois itu dariku. Awalnya tak mudah memperbaiki semuanya, tapi seiring waktu berjalan, aku hadir dengan sosok baru. Teman-temanku mulai menerima dan menyadari perubahanku. Aku pun menemukan sebuah keputusan yang kubuat sendiri menjadi tujuan hidupku. Aku akan mencintai diriku sampai mati demi menjaga dan melindungi orang-orang yang berada dalam kehidupku. Menjadi bermanfaat bagi semua orang. Menjadi pahlawan tanpa jasa, dan memberikan kesan terbaik untuk mereka yang menjadi saksi hidupku. Suatu saat jika aku lenyap, semuanya akan merindukanku. Membuktikan mereka mencintaiku juga, menghargai segala perbuatan dan usaha yang kulakukan demi kesenangannya, yang juga kebahagiaan terbesarku. Kubagi kisah hidupku kepada yang orang lain sebagai pembelajaran .
Aku mulai mengerti tujuan yang tumbuh seperti pohon. Akar dari pohon itu adalah tujuan yang merambat lebar di bawah tanah, yang mempertahankan kokohnya pohon itu. Batangnya merupakan sebuah penghubung dan daunnya merupakan sebuah hasil dari tujuan itu. Jika dari kecil menanamkan sebuah tujuan, maka nantinya semakin luas rambatan akar pohon untuk masuk ke dalam tanah, dan menghisap mineral tanah. Seperti juga mengajak orang-orang untuk berbuat baik, dan membantu banyak orang, agar aku menjadi berguna dan tujuanku tumbuh seperti pohon.
Penulis : Adelia R
Mahasiswa Fakultas Farmasi Unhas
Angkatan 2016
Discussion about this post