Belakangan ini, Rektor Unhas, Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu dikabarkan menjabat sebagai Komisaris Independen di PT Vale Indonesia. Hal tersebut dianggap melabrak statuta Unhas.
Dalam diskusi yang digelar oleh Catatan Kaki Unhas, Ahad (4/7), Humas Unhas, Ishaq Rahman mengatakan statuta Unhas masih perlu diinterpretasikan.
“ Di dalam pemahaman ibu rektor, rangkap jabatan itu berlaku ketika jabatan itu eksekutif, yang mana harus menyita waktu. Jadinya ibu rektor punya dua perhatian, harus berkantor di Unhas dan juga jabatan satunya,” ungkap Ishaq.
Sebelum menjabat sebagai komisaris PT Vale, disebutkan bahwa Dwia konsultasi ke Kemenristekdikti. Kemenristekdikti sendiri mengatakan bahwa sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum, hal tersebut adalah kewenangan Majelis Wali Amanat (MWA). MWA sendiri menganggap hal itu tidak masalah.
Lebih lanjut, Ishak mengatakan penetapan Dwia sebagai komisaris itu tidak dilakukan secara tertutup. Beberapa media memuatnya dan selama ini tidak ada tuntutan bahwa hal tersebut melanggar statute.
”Itu dilakukan secara terbuka, dimuat di media- media. Teman- teman bisa lacak kembali pemberitaan pada bulan September dan Oktober 2020. Dan selama itu tidak ada gugatan. Tidak ada tuntutan bahwa kau melanggar statuta,” jelas Ishaq.
Di kesempatan yang sama, Prof Dr Aminuddin Ilmar SH MH mengatakan, di dalam statuta Unhas PP 53 tahun 2015 khusunya pasal 27 ayat 4 huruf D itu jelas dikemukakan bahwa Rektor Unhas dilarang rangkap jabatan pada badan usaha baik di dalam maupun di luar Unhas.
“ Jadi di situ kita sebenarnya dapat menggaris bawahi, Rektor Unhas dilarang merangkap jabatan pada badan- badan usaha baik di dalam maupun di luar Unhas” jelas Aminuddin.
Jabatan di dalam Badan Usaha itu ada dua yakni komisaris dan direksi. Jika jabatan ini diinterpretasikan maka harus merujuk norma di dalam ketentuan ke pasal 27 ayat 4 huruf D. Sementara norma tersebut bersifat umum dan jelas mengatur tentang pelarangan rangkap jabatan.
“Kecuali kalau MWA Unhas mau mengeluarkan peraturan MWA tentang pengaturan lanjut pada pasal 27 itu. Yah silahkan saja, cuma nanti akan menimbulkan kesulitan karena kan normanya umum dan norma yang umum itu jelas apa yang dimaksud dan ditujukan itu terkait pelarangan rangkap jabatan”.
Dari pandangan Ombudsman sendiri, rangkap jabatan tersebut berpotensi maladministrasi. Dan kalaupun sudah mendapat izin dari MWA maka itu ada potensi dua kali maladministrasi.“ Itu dua kali maladministrasi, kenapa yah karena artinya MWA juga tidak menghormati statute Unhas,” ungkap perwakilan Ombudsman, Indraza M Raiz.
Lebih lanjut Indraza mengatakan, rektor dilarang merangkap jabatan karena ada potensi benturan kepentingan. Jadi hal tersebut bukan hanya soal maladministrasi. “ Di situ ada potensi konflik of interest. Kami melihat adanya pelanggaran etika. Seorang rektor sebagai insan pendidik harusnya bukan sekedar mengajar tapi juga mendidik dengan cara memberikan tauladan, di mana mereka tidak boleh melanggar aturan” jelas Indraza.
Ils
Baca juga : Mahasiswa KKN PK Unhas Positif Covid-19