Pelecehan seksual kian marak terjadi. Korban bertambah setiap tahunnya, semakin menyadarkan masyrakat bahwa ini merupakan masalah yang genting. Tindak pelecehan bisa terjadi bagi siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Korban cendrung bungkam ketika merasa ketakutan dan bingung jika berada disituasi atu kondisi yang kurang nyaman jika berhadapan dengan pelaku pelecehan seksual.
Per Oktober tahun 2022, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) melaporkan ada 18.610 total jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi dari ragam gender, maupun rentang umur.
Perkembangan arus teknologi menjadi begitu cepat, khususnya dalam media telekomunikasi. Tak hanya smartphone, smartwatch juga mulai populer dan semakin dikembangkan. Fitur-fitur yang mulai beragam, menjadikan smartwatch menjadi kesukaan sebagian orang karena berukuran kecil dan mudah dibawa kemana saja.
Berangkat dari masalah tersebut salah satu kelompok Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM CP) yang terdiri dari lima orang mahasiswa Tenik Informatika, Universitas Hasanuddin kemudian membuat alat bernama Digital Protect, yaitu aplikasi berbasis smartwatch sebagai pendeteksi dan pencegahan dini terhadap pelecehan seksual.
Dalam wawncaranya, ketua tim, Shekinah Queeny Limuang bersama Reporter identitas Unhas, Nur Muthmainah pada Jumat (30/9), ia mengungkapkan latar belakang ide penciptaan aplikasi ini ialah dari kebiasaannya bermain Twitter, dimana semakin hari semakin banyak kasus pelecehan seksual yang sering lewat di berandanya.
“Saya merasa Twitter menjadi media sosial yang paling update, hampir setiap hari ada saja satu berita kasus pelecehan seksual. Dari situ saya terinspirasi untuk melakukan penelitian menciptakan Digital Protect ini,” ucapnya.
Queeny bersama tim berinovasi melalui penciptaan Digital Protect menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang diimplementasikan ke dalam smartwatch untuk dapat mendeteksi real-time gerakan mencurigakan. Detektor detak jantung, kamera otomatis, juga panggilan telepon darurat menjadi fitur unggulan yang dapat menangkap informasi korban apabila berada disituasi yang tidak nyaman.
Di Jepang, inovasi seperti ini sudah lebih dulu ada, bernama Digi Police yang dikembangkan oleh Kepolisian Tokyo dengan fitur alarm dan email untuk mendeteksi dan melacak pelecehan seksual yang terhubung langsung ke kepolisian terdekat. Mahasiswa asal Inggris, Beatriz Charvalo juga menciptakan Gelang Lux yang dapat berubah warna jika mendapat sinyal bahaya dari penggunanya.
Cara kerja Smartwatch ini terbilang cukup rumit, dimulai dari pendekteksian heart/stress pengguna, yang ditandai munculnya fitur panic button, kemudian kamera secara otomatis akan mengambil gambar yang akan dianalisa menggunakan AI, lalu akan terhubung dengan kontak darurat untuk melalukan panggilan, dan nantinya Digital Protect juga secara otomatis akan menyimpan bukti rekaman video ke perangkat seluler pengguna/korban.
“Jika mendapati heart/stress detect-nya meningkat melewati threshold lebih dari 100 Beat per minute (Bpm), pengguna juga bisa menekan panic button-nya sendiri,” jelas Queeny.
Memakan waktu 3 bulan lamanya, Queeny bersama timnya pada saat perancangan dan pembauatan prototype aplikasi digital Protect pada smartwatch ini juga sempat menemui kesulitan.
“Awalnya kita menyusun dalam proposal untuk membangun AI secara real-time, namun ternyata itu sangat tidak mungkin bisa di kembangkan sekarang. Kami juga bersama tim kesulitan karena menggunakan personal trainer dalam pengumpulan data,” tuturnya.
Di akhir wawancara, Queeny mengungkapkan bahwa ia bersama tim telah berupaya untuk mewujudkan aplikasi ini dengan mendaftarkannya melalui Playstore, namun belum ada kabar lebih lanjut. “Besar harapan agar aplikasi ini benar-benar mampu meminimalisir pelecahan seksual, dan segera di komersialisasikan ke masyarakat,” tutupnya
Nur Muthmainna