Lembaga Eksekutif Mahasiswa (Lema) Unhas kini tak lagi ada. Lalu, seperti apa rekam jejak Lema dulu?
Lembaga mahasiswa tingkat universitas ini telah beberapa kali gonta-ganti nama. Mulanya ia bernama Dewan Mahasiswa (Dema) saat 1975. Kemudian, berganti jadi Senat Mahasiswa Unhas (SMUH), dan Lema.
Lema pertama kali dibentuk melalui Pemilahan Umum (Pemilu) tahun 2000 dengan mengadopsi bentuk negara. Berdasarkan data identitas edisi awal Maret 2002, Lema dinahkodai Haryanto, Presiden terpilih kala itu.
Selanjutnya, Haryanto bersama beberapa pengurus Lema lainnya melakukan aksi di kantor Telkom dan Relokasi Pantai Losari. Majelis Tinggi Mahasiswa (MTM) pun menjatuhkan skorsing selama sepuluh hari. Alasannya, Ketua MTM masa itu, Ramli sudah memperingatkan agar tidak banyak beraktifitas di luar kampus.
Setelah diskorsing, presiden Lema ini tak lagi muncul beserta pengurusnya. Kondisi tersebut membuat Lema mengalami kekosongan kepemimpinan. Akan tetapi pemilihan presiden selanjutnya mengalami kendala. Sebab Parlemen yang diketuai oleh Ramli memecat anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lembaga mahasiswa tingkat fakultas tak memberi respon baik.
Beberapa bulan vakum, berembus angin segar akan pembentukan Lema kembali. Identitas edisi awal Maret 2003 mencatat, pertemuan guna membahas hal itu digelar di Restoran Puala. Saat itu, hadir ketua senat FMIPA, ketua senat FT UH, ketua senat FISIP UH, mantan pengurus Lema, PR III Unhas, mantan kepala biro kemahasiswaan Unhas, PD III FS, dan PD III FK. Sayangnya, pembicaraan tersebut tak mencapai kesepakatan.
Pertemuan selanjutnya dilaksanakan di FT, tetapi kehadiran lembaga kurang. Selanjutnya, Senat Mahasiswa Kelautan menjadi tuan rumah. Lagi-lagi pembahasannya alot dan tidak menemui kesepakatan akan bentuk dan format Lema.
Beberapa bulan Lema tak terdengar, akhirnya topik Lema menjadi perbincangan senat mahasiswa fakultas se-Unhas. Pada identitas edisi Mei perwakilan tiap fakultas.
Setahun berselang, kabar akan kehadiran Lema hanya sebatas pendiskusian. Mantan ketua Dema 1977-1978 memberikan komentar terhadap kondisi lembaga kemahasiswaan tertinggi ini.
“Mampetnya Lema buntut pemikiran rektor, pimpinan fakultas, dan aktifis kemahasiswaan yang tidak ada titik temu”ujar Drs Taslim Arifin, MA dikutip dari identitas edisi awal Januari 2004.
Ditengah mandegnya persoalan pembentukan Lema, banyaknya isu yang berkembang di Unhas seperti kenaikan (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) SPP, penggusuran pedagang kaki lima, pemadaman lampu membuat ketua BEM se-Unhas membentuk Forum BEM Unhas (FBU). Struktural lembaganya berbentuk presidium yang dipimpin oleh koordinator.
FBU menghasilkan Badan Pekerja (BP) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). BP berfungsi menyusun alur pikir dan matriks kegiatan pembentukan LEMA kembali. Saat itu, M Aries Yasin terpilih sebagai koordinator.
KPU kemudian mulai merancang beberapa agenda Pemilu guna menetapkan presiden Lema selanjutnya. Sosialisasi pun terus dilakukan KPU menuju persiapan pemilu raya. Selang beberapa bulan kemudian, KPU menetapkan pemilu raya digelar pada 3-5 April 2006.
Pada pemilu kali ini, sistem partai kembali digunakan. Adapun partai yang bersaing dalam Pemilu raya ini ialah partai Damai Lestari, partai Akademos, partai Revolusi Bersatu mengusung Arham, Muhatsir M Hamid sebagai calon independent, Syahnuddin calon dari partai Pijar Keadilan, Anas Isham dari partai Independen, Abdul Waris dari partai Mahasiswa Bintang-bintang, dan M Aris Yasin dari partai Tunas Muda dan partai Pelangi.
Pada identitas awal April 2006, saat pemilihan telah selesai, jumlah mahasiswa yang menggunakan hak suaranya yaitu 6209 dari total mahasiswa 19.403. Arham yang mengantongi suara 2534 terpilih sebagai presiden mengalahkan calon lain.
Pembentukan Lema banyak mengalami pasang surut sampai pada terpilihnya Arham sebagai presiden. Meski begitu, di masa kepemimpinannya Lema berganti nama menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM-U).
Reporter: Muh. Nawir