Pada 1 Oktober lalu menjadi sejarah gelap bagi dunia sepak bola Indonesia, lantaran peristiwa yang menewaskan kurang lebih 131 orang di Stadion Kanjuruhan, Malang. Tragedi tersebut terjadi pada saat pertandingan berakhir dengan kemenangan Persebaya atas Arema dengan skor 3-2.
Tidak terima atas kekalahan, pendukung Arema turun ke lapangan dan berlari menuju tim kebanggan mereka. Tetapi keadaan justru semakin parah tatkala pihak kepolisian melepaskan gas air mata untuk membubarkan aksi tersebut. Hal ini kemudian menambah kepanikan para penonton di dalam stadion dan membuat mereka berlarian untuk segera mencari jalan keluar.
Melansir cnnindonesia.com, insiden tersebut menduduki peringkat kedua tragedi paling mematikan di dunia sepak bola setelah peristiwa di Estadio Nacional Disaster, Lima Peru pada 24 Mei 1964 yang menewaskan sebanyak 328 orang. Lantas, mengapa peristiwa ini bisa terjadi? Berikut wawancara khusus reporter PK identitas Unhas, Muhammad Mukram Mustamin dengan Ahli Sosiologi Olahraga Unhas, sekaligus bagian dari Tim Media Officer PSM Makassar, Andi Ahmad Hasan Tenriliweng S ST MSi, Rabu (12/10).
Bagaimana pandangan Anda terkait tragedi Kanjuruhan Malang?
Kerusuhan dalam sepak bola mungkin sudah biasa. Ketika pendukung tidak menerima timnya kalah, itu sudah menjadi dinamika. Hal yang tidak biasa yaitu saat saya mengetahui ada yang meninggal.
Setelah menemukan beberapa video, saya melihat memang ada beberapa penonton yang berlari masuk ke lapangan. Mereka tidak melakukan kekerasan, hanya ingin menyemangati. Sama halnya kultur di Eropa jika timnya sementara terpuruk. Pendukung mereka datang untuk menyemangati, entah bagaimana caranya.
Mungkin ada penonton lain yang berpikiran memiliki kesempatan untuk masuk. Saya melihat di video, ada oknum yang masuk ke lapangan dan memukul. Tidak bisa dipastikan dia memukul pemain atau ofisial. Kemudian terjadi aksi saling timbal balik yang berakhir dengan adanya penembakan gas air mata dan pemukulan secara brutal dari pemangku kepentingan yang pada kasus ini adalah pihak kepolisian.
Sebagai Ahli Sosiologi Olahraga, bagaimana tanggapan anda terkait reaksi pendukung tim yang turun ke lapangan?
Namanya juga fanatisme, yaitu mencintai sesuatu secara berlebihan atau antusiasme yang tidak rasional berupa tindakan yang bergandeng dengan emosi. Jika kita menyukai sesuatu secara berlebihan terkadang memiliki risiko yang mencakup kerugian materi maupun non-materi.
Jika melihat dari sudut pandang sosiologi, pendukung yang fanatik adalah hal biasa. Tidak ada orang yang melarang fanatik selama itu masih dalam batasan wajar, maka dari itu fanatik perlu diberi semacam batasan.
Terus kita lihat kemarin, para pendukung yang turun ke lapangan itu fanatik, karena dia tidak mau lihat timnya sakit, kalah dan menderita. Jadi wajar saja kalau misalnya sesuatu yang fanatik itu ada. Tetapi jangan berlebihan, perlu dibatasi.
Apakah penembakan gas air mata menjadi pemicu utama terjadinya tragedi tersebut?
Jika semisal pemicunya adalah gas air mata, kita bisa lihat lagi siapa penembaknya. Tetapi untuk salah satu penyebabnya sudah pasti gas air mata menjadi pemicu awal ketika semuanya berhamburan di dalam tribun. Sebenarnya di stadion tidak diperbolehkan ada senjata api dan senjata tajam. Paling mentok adalah penggunaan pentung, itupun hanya sebagai peringatan saja.
Berdasarkan Safety and Security FIFA pasal 19, hal itu memang tidak diperbolehkan. Dilarang menggunakan bom asap, dan itu termasuk gas air mata. Karena memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, salah satunya kejadian di Kanjuruhan. Akibatnya banyak yang meninggal dan beberapa orang mengalami mata merah.
Sulit rasanya jika dikatakan bahwa tidak ada informasi antara pihak keamanan dengan pihak-pihak yang bersangkutan lainnya, mereka pasti saling berkoordinasi. Setahu saya, dalam sebuah pertandingan itu, H-3 atau H-2 pertandingan sudah ada koordinasi dari pihak-pihak tertentu seperti pemerintah, kepolisian, panitia penyelenggara, pihak tim dan para pendukung tim.
Apa saja yang yang perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya kericuhan dan bagaimana peran pemerintah dalam menindaklanjuti kejadian tersebut?
Yang pertama kita sangat tertinggal dari segi infrastruktur dan regulasi sehingga harus dibenahi. Tidak tahu berapa pastinya, tetapi hanya sedikit prasarana kita yang disepakati oleh Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Di Indonesia, tidak ada yang seratus persen stadion masuk standar FIFA.
Negara sendiri belum memiliki regulasi penonton khususnya pada bagian keamanan yang masih minim. Padahal negara harus memiliki regulasi sesuai aturan FIFA. Tetapi aturan yang ditetapkan FIFA dan Indonesia belum terkorelasi dengan baik. Akibatnya penonton terkadang dijadikan biang masalah. Padahal mereka hanya individu-individu yang ingin menikmati hiburan apalagi dengan mendukung dari segi finansial klub seperti membeli tiket dan merchandise.
Pemerintah perlu menginstruksikan agar kasus ini segera tuntas, karena telah menelan banyak korban jiwa. Presiden RI, Joko Widodo, juga telah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan. TGIPF terlebih dahulu mesti mengusut dan mencari tahu penyebab-penyebab kejadian tersebut. setelah itu memanggil beberapa pihak seperti PSSI, Kepolisian, Panitia Pelaksana, PT Liga Indonesia Baru (LIB), Broadcaster, sponsor, dan beberapa pihak yang bisa terkait, untuk menemukan fakta terkait tragedi kanjuruhan.
Setelah itu TGIPF juga memberikan rekomendasi untuk penyelamatan persepakbolaan nasional. Mestinya ada percepatan kongres, dan perubahan regulasi untuk memperhatikan ketertiban umum dan kenyamanan dalam menyaksikan pertandingan sepakbola. Kemudian harus ada kolaborasi dengan PSSI dan para penonton sepak bola. Dengan ini, PSSI dapat mengetahui kebutuhan sebenarnya dari suporter agar bisa lebih membuat regulasi yang lebih baik lagi.
Bagaimana tanggapan anda terkait AFC, FIFA dan PSSI akan menjalin kerja sama bahkan presiden FIFA dikabarkan akan datang ke Indonesia bulan ini untuk membahas aturan dan regulasi?
Hal ini merupakan bentuk sinergi antara FIFA, AFC, dan PSSI untuk mengedukasi, bahkan mengatur jam pertandingan sepak bola. Kita harus melihat alasan FIFA dan AFC ingin turun langsung dan mengkaji persepakbolaan Indonesia yang sangat kompleks. Kenapa saya katakan kompleks, karena saya bisa yakin koordinasi stakeholder seluruh bagian persepakbolaan ada polemik apalagi kultur dari setiap negara itu berbeda-beda. Kita perlu melihat kulturnya seperti apa baru bisa menetapkan regulasi.
Apa harapan Anda kedepannya terkait hal ini?
Semoga regulasi sudah ada begitu pula dengan infrastruktur stadion yang harus segera dibenahi. Kemudian, pihak federasi harapannya bisa lebih bertanggung jawab, jika ada kejadian seperti ini. Begitupula untuk PT LIB sebagai penyelenggara mesti lebih tegas dalam meentukan jadwal sehingga tidak merugikan. Perlunya pemangku kepentingan untuk lebih berkoordinasi dengan peraturan FIFA sehingga pertandingan dapat dinikmati oleh semua kalangan.
Data Diri Narasumber
Nama : Andi Ahmad Hasan Tenriliweng S ST MSi
Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 28 September 1991
S1 : Kesejahteraan Sosial, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung
S2 : Sosiologi Unhas
S3 : Sosiologi Unhas (sedang berjalan)
Discussion about this post