“Alat pengolah sampah menjadi bahan bakar minyak dengan menggunakan alat sederhana”
Pemanfaatan sampah menjadi pernak-pernik atau bahan siap pakai mungkin sudah menjadi hal yang biasa bagi kita. Namun, siapa sangka jika sampah ternyata dapat dimanfaatkan menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM)?
Salah satu tim Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) asal Unhas yang terdiri dari Asrul, Muhammad Akbar, dan Syafriman berhasil menciptakan sebuah alat sederhana bernama Distilator Tenaga Surya (DTS). Alat ini mampu menyulap sampah plastik menjadi BBM dengan menggunakan panel surya.
Semuanya bermula saat diadakan pelatihan workshop PKM di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Saat itu, salah seorang dosen memutar sebuah video percobaan anak Sekolah Menengah Atas, yang berisi proses pembuatan sebuah alat sederhana dengan memanfaatkan sampah menjadi BBM.
Alat yang ditampilkan masih sangat sederhana. Hanya berupa susunan kaleng yang ditambahkan saluran dari pipa. Sampah lalu dipanaskan dalam kaleng dengan menggunakan kayu bakar atau gas elpiji, dengan tambahan komponen listrik lainnya. Sampah hasil pembakaran itu pun menguap, uapnya lalu mengalir melalui pipa dan didinginkan hingga menghasilkan bahan bakar minyak. Jika sudah menghasilkan BBM, selanjutnya ditampung ke dalam baskom berisi air, yang ditempatkan di bawah pipa.
“Sejak saat itu, muncul ide untuk membuat alat serupa, hanya saja kami kebingungan untuk mencari inovasi baru yang dapat membakar sampah dengan menggunakan alat yang lebih praktis. Saat itu juga, datanglah pembimbing kami, bapak Dr Muhammad Banda Selamat S,Pi M T menyarakankan untuk menggunakan panel surya saja,” kata Asrul, saat diwawancarai reporter identitas.
Alasan lain mereka memilih menggunakan panel surya dibandingkan komponen listrik lainnya sebagai pemanas, karena proses pembakaran dengan menggunakan gas dan kayu bakar ternyata masih menghasikan pembuangan, dan tidak ramah lingkungan.
Selain menghasilkan BBM, DTS juga bisa menghasilkan listrik dalam skala kecil. Namun, alat ini hanya difokuskan dalam menghasilkan BBM saja, sedangkan listrik yang dihasilkan digunakan untuk menyuplai kompor listrik, yang juga merupakan salah satu komponen penyusun alat ini.
Komponen lainnya yang ikut menyusun DTS di antaranya charger controller, battery/accu, power inverter, kompor listrik, tabung reaktor dan tabung kondensor. Dalam membuat sebuah alat DTS, Asrul dan kawannya membutuhkan biaya sebesar 6-7 juta rupiah. Karena kendala dana, sehingga tim ini hanya berhasil memproduksi satu buah alat DTS saja. Kendati, mereka berencana untuk memproduksi lebih banyak lagi jika ada bantuan dari pihak luar.
Sasaran utama Asrul dan kawannya adalah menerapkan alat ini di pulau 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Melihat kurangnya gas elpiji di pulau, sehingga masyarakat memanfaatkan kayu mangrove sebagai bahan bakar. Kegiatan penebangan mangrove yang semakin tinggi dapat menyebabkan mangrove tergradasi. Untuk itu, mereka berpikir untuk menciptakan sebuah alat yang dapat menghasilkan energi listrik terbarukan untuk masyarakat di pulau.
Tim DTS yang berhasil lolos PIMNAS 2018 ini, baru melakukan uji coba plastik di pulau. Tapi untuk penerapan alatnya belum. Rencananya, mereka akan mengadakan agenda tersendiri untuk menguji coba DTS di pulau Kapoposang bersama pembimbing.
“Rencananya juga kita mau uji coba di Pulau Barrang Lompo, Barrang Caddi, dan Pulau Bonto Sua. Ini adalah proyek dosen, kebetulan kita mau diikutkan untuk perkenalan,” kata Syafriman, salah satu anggota yang juga hadir saat wawancara.
Adapun sampah plastik yang digunakan untuk menghasilkan BBM, di antaranya sampah plastik berupa botol air minum merek Lee Minerale yang juga termasuk dalam golongan HDPE. Selanjutnya sampah golongan LDPE, berupa bungkusan mie instan. Ada juga sampah jenis PP atau berupa aqua gelas, dan sedotan.
“Jadi hanya sampah itu yang bisa kita olah, karena keterbatasan alat kita dalam menghasilkan panas masih rendah. Dari segi kapasitas tabungnya juga masih rendah,” kata Syafriman.
Asrul selaku ketua berharap dengan adanya alat ini, masyarakat bisa mengubah pola pikirnya untuk lebih menjaga lingkungan, misalnya tidak membuang sampah di laut.
Penulis: Ayu Lestari
Discussion about this post