Ketika mentari tak lagi bangun dari peraduannya
Gunung bagaikan kapas yang lalu lalang beterbangan
Air tak lagi mengalir pada tempatnya
Dan suara tangis yang meraung dimana-mana
Ketika saat itu tiba semua berlari tanpa arah dan tujuan
Semua manusia berhamburan
Tamatlah sudah
Menangis, merintih penuh penyesalan, apa gunanya?
Mengapa bumi ini?
Pertanyaan bodoh yang terus saja berulang
Tanpa menengok sejenak ke belakang
Kini Bumiku tak seramah dulu lagi
Ketika langit tak kunjung berhenti menangis
Air matanya yang berlinang memporak-porandakan semuanya
Makhluk tak kasat matapun ikut muncul membawa sejuta sengsara
Dan ketika awan bertiup sekencang-kencangnya
Tidakkah kita membuka mata?
Bumi sudah lelah dengan segala sandiwara kita
kekuasaan yang kadang lebih penting dari rasa kemanusiaan
Lupa akan segalanya
Aku, kamu dan kita semua adalah harapan bumi
Tak sadarkah kita dengan semua teguran dan cobaan yang terus berdatangan
Tuhan hanya ingin kita kembali pada jalan yang telah digariskan
Hijaukan, lestarikan, dan damaikan
Penulis: RM. Alifuddin Purnomo Kahar,
Mahasiswa Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik,
Angkatan 2018.