Penemuan manusia purba di Maros merupakan penelitian Unhas yang masuk ke publikasi Nature. Kerangka manusia dengan nama Besse ini, berasal dari bahasa bugis yang bermakna kultural sebagai gadis yang baik, dan sopan. Selain itu, Besse berjenis kelamin perempuan berumur 18 tahun.
Besse ditemukan dalam keadaan jongkok seperti dalam kandungan bayi. Di sekitarnya disusun batu dan terdapat alat mata panah, alat menyerut, alat untuk berburu, dan tulang sisa makanan. Hal ini menunjukkan manusia pada zaman itu sudah memiliki kepercayaan penguburan.
Lantas, bagaimana cerita tim peneliti menemukan manusia purba ini? Berikut kutipan wawancara khusus reporter identitas, Nur Ainun Afiah dengan pimpinan proyek, Prof Dr Akin Duli MA di ruang dekanat Fakultas Ilmu Budaya Unhas, Senin (13/9).
Bagaimana awal ditemukan kerangka manusia purba ini?
Proyek penggalian arkeologi dilakukan selama tiga minggu, sekitar Juni-Juli pada 2015. Lokasi penemuannya agak dalam dan sulit untuk digali. Namun, karena naluri pengalaman yang banyak meneliti kuburan sehingga Besse dapat ditemukan. Tetapi kami terhenti ketika ingin mengangkat kerangka ini, lantaran membutuhkan peralatan pendukung dan biaya yang besar. Maka penggalian sempat kita tutup dengan prosedur ilmiah untuk rencana penelitian selanjutnya. Baru pada 2017, kita melanjutkan penelitian ini.
Siapa-siapa saja yang terlibat?
Unhas bekerja sama dengan Universitas Sains Malaysia, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Makassar, Universitas Griffith Australia, dan Jerman. Masing-masing membantu dalam hal peralatan, dana, dan ahli.
Untuk tahap awal dan sampai pada analisis DNA berapa dana yang digunakan?
Selain membutuhkan teknologi yang tinggi, kami juga membutuhkan ahli, tentunya itu butuh biaya yang besar. Anggaran awal dengan Malaysia kurang lebih 70 juta, lalu untuk pengangkatan kerangka manusia atau Besse kami mendapatkan bantuan 50 juta dari Unhas. Kemudian anggaran analisis di laboratorium sekitar 300 juta.
Sebelum ditemukan apakah ada penelitian lain?
Penelitian ini dilakukan melalui morfologi tipografi dan temuan sebelumnya, seperti lukisan yang berumur 40.000 tahun yang menunjukkan gua itu dihuni manusia di masa lampau. Untuk mengetahui penghuninya atau pembuat lukisan di dinding gua tersebut, telah banyak peneliti lain yang mencoba mencari tahu. Namun, belum ada sepenuhnya yang menemukan kerangka manusia yang lengkap. Nah, tim kita yang temukan secara lengkap.
Setelah penemuan ini, apa langkah selanjutnya?
Sebagai akademisi hasil penelitian ini sangat memuaskan dan membawa sebuah temuan baru khususnya kehadiran manusia di Sulawesi Selatan pada masa lampau dan bisa memberikan sumbangan baru pada penulisan sejarah kebudayaan kita. Terutama ras nenek moyang yang selama ini diyakini hanya dua ras ternyata tiga ras. Mungkin ke depannya, bisa saja ada ras lain.
Apakah penelitian ini dapat merubah catatan sejarah?
Di Sulawesi nenek moyang kita berasal dari Ras Austromelanesoid dan Ras Mongoloid. Ras Austromelanesoid menurunkan langsung orang Irian dan orang Aborigin di Australia yang terdapat di dalam darah beberapa persen. Sedangkan Ras Mongoloid sekitar 80 persen. Besse bukan keduanya, ia sangat dekat dengan Ras Denisovan yang sama dengan penduduk asli Australia dan DNA orang Melanesia. Ini membuktikan nenek moyang kita memiliki tiga ras, yaitu Ras Austromelanesoid, Ras Mongoloid, dan Ras Denisovan.
Setelah penemuan Besse apakah ada penelitian lebih lanjut?
Berdasarkan penelitian orang Jerman di Maros, mengatakan 30.000 tahun lalu sudah ada padi-padian di Sulawesi, maka ini perlu juga diteliti apakah Besse sudah mengenal padi. Kemudian, kami juga perlu penelitian kalau orang Bugis-Makassar secara etnik juga beragam. Namun saat ini, kami meneliti penyakitnya yang sampai sekarang analisis tentang ini belum di dapat.
Nur Ainun Afiah
Discussion about this post