Stok minyak mentah dari tahun ke tahun mulai menipis, eksplorasi sumber cadangan baru sangat diperlukan. Hal ini pun tentunya didukung oleh teknologi yang memumpuni.
Indonesia diperkirakan beberapa dekade ke depan akan kehabisan cadangan minyak mentah. Sumur-sumur minyak yang terdapat di tanah air yang didominasi wilayah bagian barat seperti Jawa dan Sumatera akan mencapai masa produksinya.
Eksplorasi guna meningkatkan cadangan minyak mentah sangat diperluhkan. Berdasarkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah mencanangkan program eksplorasi yang masif, demi mencapai penemuan cadangan minyak dan gas bumi berukuran besar.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, kegiatan eksplorasi masih dapat ditingkatkan karena potensi cekungan minyak dan gas di Indonesia yang belum dibor masih sangat besar. Di Indonesia terdapat 128 cekungan, seperti yang dilansir dari ekbis.sindonews.com.
Lebih lanjut, dalam berita tersebut terdapat 20 cekungan telah berproduksi, 27 masih status penemuan dan belum produksi, 13 cekungan masih belum ditemukan dan 68 cekungan belum dibor. Menurut Dwi Soetjipto, sebagian besar cekungan yang belum dibor berada di kawasan Indonesia Timur.
Cekukan yang terdapat pada dasar laut diperkirakan banyak mengandung sumber minyak. Di ke dalaman hingga 500 meter ke bawah laut, diperkirakan tidak dapat dikelola oleh manusia secara langsung, tekanan air yang tinggi menjadi kendalannya. Untuk itu diperlukan kendaraan bawah laut untuk mengelola sumber minyak tersebut.
Salah satu kendaraan yang dapat dioperasikan yakni Remoted Operated Vehicle (ROV). Kendaraan ini dapat melakukan operasi bawah laut seperti survei, observasi, pemasangan pipa kabel di bawah laut.
Penelitian Dosen Teknik Sistem Perkapalan, Rahimuddin ST MT PhD yang membuat desain kendaraan untuk dioperasikan dari jarak jauh dengan antena Omni Directional atau Omni Directional Remotely Operated Vehicle (ROV) untuk operasi bawah laut.
“Intinya pekerjaan bawah laut sulit dilakukan manusia karena adanya tekanan air yang berbahaya, maka diperlukan robot yang dapat dikontrol untuk mengelola sumber minyak di dasar laut,” ucap Raimuddin, Jumat (12/2).
Konsep dari ROV yang dikembangkan berupa wahana untuk survei dan observasi bawah air dengan gerakan omni directional. Terdapat dua bagian penting yang dipertimbangkan dalam desain kendaraan ROV agar stabil yaitu titik pusat gravitasi dan gaya apung. Hal tersebut menentukan karakteristik kestabilan kendaraan, di mana kemampuan kendaraan untuk kembali ke posisi keseimbangan ketika ada gangguan gaya atau momen dari luar.
Di sisi lain, kendaraan yang dirancang memiliki kemampuan untuk menjaga posisi kendaraan agar tetap stabil meski mendapat gangguan gaya dari arus. Kendaraan ini juga didesain memiliki bobot yang sama dengan gaya apung sehingga memudahkan kendaraan bergerak secara vertikal.
Untuk mengatur bobotnya, sistem pemompaan menjalankan pompa untuk mengisi sistem pemberat yang dapat memompa air masuk dan keluar ke tangki pemberat. Oleh karena itu, dalam perancangan distribusi bobot kendaraan dan daya apung setiap bagian dirancang dengan baik agar tidak menurunkan stabilitas kendaraan.
Dalam melakukan penelitian, Rahimuddin membutuhkan waktu sekitar tiga tahun terhitung sejak memulai dengan tahapan identifikasi terhadap model atau desain alat. Hingga tahap pembuatan kendaraan, kemudian selesai tahun 2019.
“Tahun pertama kita mendesain alatnya. Tahun selanjutnya kita menambahkan aplikasi atau program-program yang nantinya akan menggerakan alat. Karena pergerakkannya di bawah air, jadi kita harus menggunakan joystick,” ujarnya dosen fakultas teknik ini.
Alat ini juga dilengkapai dengan lima propeller sehingga ketika menggerakkannya, semua propeller harus dikontrol dalam setiap gerakan joystick. Karena setiap menggerakkan ke satu arah masing-masing propeller akan mengalami putaran yang berbeda.
Disamping itu, penyediaan alat kendaraan bawah laut, mesti didatangkan dari luar negeri. “Material yang dibutuhkan harus tahan dengan air dan tidak berkarat seperti kamera dan motor listrik. Inilah yang membuat alat ini mahal,” jelasnya.
Salah satu kendala yang dialami alat yang dibeli harus disesuaikan dengan anggaran. Sehingga peralatan yang didapatkan belum bisa untuk tekanan air tinggi.
“Alhasil konsepnya dibuat untuk tekanan air yang rendah. Bila nantinya anggaran cukup, bisa membeli komponen tekanan air yang tinggi. Artinya tinggal mengganti alat saja kemudian menyesuaikan dengan desain yang baru,” ujar Rahimuddin.
Adapun total dana yang digunakan sebanyak 300 juta bersumber dari Dikti. Penelitian yang beranggotakan tiga dosen dan dua mahasiswa.
Ia pun berharap agar memiliki dana yang cukup untuk membeli komponen yang diinginkan, sebab teknologi cangih sangat dibutuhkan oleh negara yang dominan perairan.
“Apalagi sangat penting bagi mahasiswa bidang teknologi. Misalnya perlombaan membuat robot bawah laut, dapat memicu mahasiswa semakin cepat menguasai teknologi. Di mana kini kita tertinggal dari Jerman dan Amerika dalam hal penguasaan teknologi,” tutup dosen teknik perkapalan ini.
Penulis : Friskila Ningrum Yusuf