Kalau mau hidup seribu tahun lagi, maka menulis lah
Seperti itulah prinsip jeklang identitas kali ini, Suryana Tri Yuliningtyas Mustamin, yang juga mengutip dari penyair kondhang Indonesia, Chairil Anwar. Sastrawan yang kerap disapa Ana tersebut sudah banyak menjajal berbagai majalan lokal maupun nasional, bahkan berhasil mendirikan majalahnya sendiri.
Ana terbiasa membaca sejak kecil dan sangat menyukai karya sastra. Menurutnya, sastra dapat memberikan perasaan menjadi halus dan peka dengan lingkungan sekitar. Ia juga meyakini, orang yang menyukai sastra memiliki pemahaman yang lebih dalam terhadap sesuatu.
“Karya sastra mengajarkan kita untuk lebih sensitif, lebih peka terhadap keadaan, dengan membaca kita terlibat didalamnya sebagai tokoh, hati, perasaan dan pikiran kita terlibat,” tutur wanita kelahiran Bone itu.
Dari kegemarannya tersebut, Ana mulai menulis dan menerbitkannya ke media. Menurutnya, dengan menulis karya sastra tidak hanya menuangkan hobinya tapi juga meninggalkan jejak. “Menulis itu sama dengan menulis jejak kita. Tulisan bisa melampaui usia kita, apa lagi karya sastra yang bisa dinikmati kapan saja. Sehingga Saat suatu tidak ada, orang lain tetap bisa menikmati karya saya,” ujar Ana.
Tepatnya saat duduk di kelas lima sekolah dasar, tulisannya dimuat di koran lokal. Ia menceritakan, pada zamannya tidak mudah mejadi penulis, apa lagi menerbitkannya ke media. Selain harus mengirim lewat pos, penulis tidak mendapat kepastian apakah karyanya akan dimuat atau tidak dalam waktu cukup lama.
Namun hal itu tidak melenyapkan tekadnya, justru menjadi tantangan untuk menerbitkan naskahnya ke media yang lebih besar lagi. Ia pun berhasil menerbitkan karyanya di media nasional saat kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Pertama kali mengirimkan tulisan ke media nasional kelas tiga SMP, syukur langsung diterima. Hal itu benar-benar membangun semangat dan motivasi untuk terus menulis,” kenangnya dengan nada penuh semangat, via Zoom, Rabu (3/2).
Kebiasaan wanita bersuara lembut itu ia teruskan ke bangku kuliah. Ana menceritakan, awal perkuliahan di Ilmu Komunikasi Unhas menjadi masa paling produktifnya menulis cerpen. Hampir setiap minggu tulisnnya terbit di berbagai media dan majalah lokal Sulawesi Selatan dan nasional. Semasa kuliah, Ia juga mengasah keterampilannya di Penerbitan Kampus identitas Unhas.
Setelah lulus dari Unhas, Ana melanjutkan pendidikannya ke strata dua Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Dan berhasil menjabat sebagai Direktur SDM dan Umum di salah satu perusahaan Asuransi terkemuka di Inonesia, Bumiputera 1912. Meskipun posisi itu sedikit menyibukkannya, tetapi tidak menenggelamkan minatnya terhadap dunia sastra. Ia masih meluangkan waktu untuk membaca dan sesekali mendatangi acara berbaur sastra.
“Sangat sibuk sebagai direktur di industri keuangan. Tetapi saya tetap membaca atau ada waktu tertentu menghadiri acara-acara sastra, meskipun hanya menjadi penonton. Banyak teman-teman juga heran, apa hubungannya pekerjaanku dan karya sastra seperti puisi dan novel,” ujarnya diiringi tawa dan senyum manis.
Dari situ pula, Ana menyadari bahwa direktur perusahaan seperti dirinya jarang menikmati karya sastra. Ibu satu anak ini pun bertekad mendirikan majalah sastra berkualitas untuk dunia eksekutif. Majalah yang diberi nama MAJAS tersebut, seolah menjadi pintu bagi Ana untuk kembali ke dunia sastra setelah pensiun dari pekerjaannya.
Dibantu empat temannya, MAJAS dalam bentuk cetak terbit pertama kali pada November 2018. Majalah bertajuk “sastra untuk semua” tersebut bisa dinikmati oleh semua elemen masyarakat. “Saat ini orang semakin gampang marah. Mungkin karena karya sastra semakin terbatas pembacanya, padahal sastra dapat memberikan pemahaman, lebih substantif daripada pembaca online apalagi di platform media sosial yang kadang tidak utuh,” fatwa Ana.
Ia pun berpesan kepada khalayak untuk melestarikan karya sastra. Dan memanfaatkan berbagai platform untuk menuangkan semua karya sastra yang dimiliki. “Saat ini menjadi sastrawan paling nyaman, sudah tidak ada batasan berkarya. Kalau karyanya ditolak, bisa membuat platform sendiri, seperti blog atau memanfaatkan media sosial,” tutupnya.
Anisa Luthfia Basri
Discussion about this post