Dalam rangka menyambut hari jadi ke-40, Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (Himapol) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (Unhas) menggelar Talkshow Politik. Bertemakan “Pro-Kontra Rencana Kampus Sebagai Tempat Kampanye Pada Pemilu 2024,” kegiatan berlangsung di Aula Prof Syukur Abdullah FISIP, Selasa (28/2).
Kegiatan ini menghadirkan Ketua KPU Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Faisal Amir, Ketua Bawaslu Provinsi Sulsel, Dr L Arumahi, Guru Besar FISIP Unhas, Prof Muhammad, dan Ketua BEM FISIP Unhas, Abdullah Dzakwan. Acara dibuka dengan sambutan yang dibawakan Wakil Dekan bidang Akademik dan Kemahasiwaan, Ketua Himapol, Perwakilan DEMA, dan Ketua BEM FISIP Unhas.
Pada kesempatannya, Faisal Amir menyampaikan, dalam pasal 280 Undang-Undang Pemilu, dengan jelas menyebutkan bahwa adanya pelarangan penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan untuk aktivitas kampanye.
“Saya belum pernah membaca dasar aturan jika kampus bisa digunakan untuk kampanye. Saya tidak melihat urgensi diadakannya kampanye di lingkungan kampus,” tegas Faisal.
Faisal menambahkan, aturan tidak membolehkan adanya alat peraga peserta pemilu di dalam kampus. Ketika ditemukan hal demikian, maka itu merupakan pelanggaran peraturan kampanye.
Di kesempatan yang sama, Ketua Bawaslu, Dr Arumahi, membawakan argumen yang sedikit berbeda dengan Faisal. Ia menuturkan, kampus seperti dimarginalkan oleh isu-isu politik. Padahal penting untuk memaknai perbedaan pendidikan politik dan kampanye dikampus.
“Pendidikan politik warga negara yang tidak maksimal menyebabkan orang-orang tidak kompeten terpilih di parlemen. Hal ini kemungkinan karena orang-orang kampus tidak memiliki kesempatan untuk memilih sebab tidak mengenal siapa yang akan dipilih,” tambah Arumahi.
Lebih lanjut Guru Besar FISIP Unhas, Prof Muhammad mengatakan, kampus itu tidak untuk berkampanye. Tetapi, hendaknya diformulasikan sebagai tempat di mana terjadi perdebatan ide dan gagasan dengan rambu-rambu yang sesuai dengan undang-undang.
“Sayang sekali apabila dosen dan mahasiswa tidak membedah visi misi calon pemimpinnya, dan tentunya kita tidak mau memilih pemimpin seperti membeli kucing di dalam karung dengan tidak mengenal apa yang kita beli,” tutur Muhammad.
Mario