Surat Keputusan Rektor yang terbit 13 September 2018 menegaskan bahwa mulai tahun ini, tutup strata ditiadakan. Maka, kocar-kacir lah mahasiswa yang dikejar tenggat waktu kelulusan.
Kini kali kedua Jati (nama samaran) mengajukan permohonan untuk tutup strata. Dan kedua kalinya juga dia harus gigit jari sebab permohonannya itu ditolak. Mahasiswa Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya itu pertama kali mengajukan permohonan tutup strata di tahun 2017. Namun, dosen pengampu mata kuliah tersebut tidak menyetujuinya.
“Saya pernah urus pertama kali tahun 2017, tapi belum diproses ketua jurusan karena dosen bersangkutan tidak mau memberikan izin untuk tutup strata,”tulis Jati saat dimintai keterangan via WhatsApp, Jumat (5/10).
Hal semacam itu memang bisa saja terjadi. Menurut Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof Restu, tutup strata dapat terlaksana jika dosen pengampu mata kuliah mau melakukannya.
Bak harus menelan pil pahit, mahasiswa angkatan 2012 itu mesti memprogram kembali tiga mata kuliah yang belum sempat ia ambil di tahun akademik berikutnya. Setahun berlalu, ia kembali mencoba peruntungan dalam mengajukan permohonan tutup strata. Nahas, permohonannya itu masih saja tak dapat dipenuhi. Kali ini, bukan izin dosen pengampu yang menghalanginya, tetapi selembar tembusan Surat Keterangan Rektor terkait tutup strata.
Surat Keputusan Rektor yang terbit 13 September 2018 itu menegaskan bahwa mulai tahun ini, tutup strata ditiadakan. Akan tetapi, jika proses tutup strata itu telah berlangsung sebelum aturan tersebut diberlakukan, maka prosesnya masih boleh diteruskan.
Sayangnya, Jati telat empat hari saat aturan itu terbit. Ia baru mengurus tutup stratanya pada 17 September 2018. Oleh sebab itu, di tengah tenggat waktu kelulusannya, ia mesti mengulang kembali mata kuliah selama satu semester.
“Kendala yang saya rasakan dengan adanya aturan ini ialah, seharusnya saya sudah bisa ujian dalam waktu dekat ini, dan di wisuda di akhir semester. Tapi tidak jadi karena adanya aturan itu,” lanjutnya. Pun ia berharap agar SK tersebut dicabut.
Kemudian, Prof Restu menjelaskan bahwa aturan itu dikeluarkan guna mempermudah mahasiswa dalam melengkapi jumlah SKS mata kuliah yang belum tercukupi. Sebab berdasarkan aturan akademik, mahasiswa dapat mengambil mata kuliah dengan jumlah 24 SKS tanpa mempertimbangkan Indeks Prestasi (IP) yang diperoleh sebelumnya.
“Tutup strata itu kan sebenarnya untuk menggenapkan jumlah SKS yang kurang. Namun, karena aturan akademik tidak lagi menjadikan IP sebagai standar untuk mengambil 24 SKS, sehingga kami berpandangan bahwa tutup strata tak lagi diperlukan,”kata Restu, Selasa (2/10).
Ia juga mengatakan, setahun sebelum aturan itu ada, pihak rektorat telah memberikan imbaun ke setiap fakultas. Mahasiswa yang akan berakhir masa studinya di tahun 2019, akan terus diberikan bimbingan hingga dapat menyelesaikan masa studinya.
“Jadi sekarang sudah ada aturan rektor ke fakultas, dekan-dekan, tembus ke departemen, dan ke ketua prodi bahwa untuk mahasiswa tahun 2019 yang akan habis masa studinya, mulai sekarang dievaluasi kemudian diupayakan pembimbingan hingga penyelesaian masa studi bisa selesai sebelum akhir perkuliahan. Sehingga tidak ada lagi mahasiswa yang mata kuliahnya tertinggal, nanti dekat-dekat akhir studi baru mau ambil tutup strata,”jelasnya saat diwawancara di ruangannya.
Akan tetapi, informasi itu belum sampai ke telinga Jati. Ia mengaku bahwa pihak fakultas tidak pernah menyampaikan hal itu.
“Saya tidak tahu bahwa akan diadakan pembinaan bagi mahasiswa yang akan selesai masa studinya di tahun 2019 nanti dan pihak fakultas juga tidak pernah menyampaikan bahwa bisa mengambil 24 SKS meski IP di bawah dua,”ucapnya.
Khintan
Discussion about this post