Sebagai negara yang memiliki iklim tropis dengan kondisi cuaca yang lembap dan panas sepanjang tahun, turut peningkatan produksi keringat dan kelembapan. Salah satu bagian tubuh yang memproduksi keringat dengan frekuensi banyak adalah kaki karena anggota tubuh ini sering ditutupi dengan penggunaan kaos kaki dan sepatu.
Pemakaian kaos kaki secara rutin yang jarang diganti akan menyebabkan timbulnya masalah bau kaki. Keringat yang tertahan pada kaki akan menghasilkan kelembapan atau tempat bertumbuhnya bakteri hingga dapat menyebabkan bau. Dengan demikian, pemilihan kaos kaki yang tepat dapat menjadi solusi mengatasi permasalahan bau kaki.
Berangkat dari masalah tersebut, salah satu kelompok Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Universitas Hasanuddin melakukan inovasi produk kaos kaki bernama Kaos Kaki Aromaterapi (KAKARO) melalui Pemanfaatan Aroma Theobroma Cacao L.

Dalam wawancara bersama Reporter Identitas Unhas, Miftahul Janna pada Jumat, (14/10), Ketua Tim bernama Muhammad Rifai menyampaikan baha ide inovasi kaos kaki ini telah ada sejak tahun 2021 dan sempat diikutsertakan pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Teknik (PIMTEK). Dari kompetisi tersebut, mereka berhasil meraih juara 1 dan berniat mengajukan kembali pada PKM 2022.
Berdasarkan survei yang dilakukan kepada 100 mahasiswa, sebanyak 53% mahasiswa yang memiliki masalah bau kaki. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat permasalahan bau kaki khususnya di Kota Makassar masih cukup tinggi.
Selanjutnya, dari riset di internet yang mereka lakukan ditemukan bahwa tingkat produksi kaos kaki masih menjadi kebutuhan utama masyarakat. Karenanya, mereka mencoba memanfaatkan peluang melalui inovasi kaos kaki yang lebih unik dengan tujuan mengatasi permasalahan bau kaki.
Salah satu anggota, Astri Anggraini menambahkan bahwa yang menjadi pembeda inovasi kaos kaki saat PIMTEK dan PKM adalah dari segi varian aroma dan teknologi yang digunakan untuk mempertahankan aromanya.
“Yang dilihat adalah tingkat kreatifitas dan keunikan suatu produk, makanya kita ambil kaos kaki beraroma kakao karena kalau kita lihat aroma kakao itu belum ada sampai sekarang. Kemudian kami hadirkan juga mikrokapsul yang berfungsi mempertahankan aroma itu sendiri. Itulah pembeda utama dari ide kami sebelumnya,” ujarnya
Teknologi mikrokapsul merupakan metode yang bertujuan melindungi bahan inti agar tetap aman dan tidak terkontaminasi dengan pengaruh lingkungan. Demikian pula pada produksi kaos kaki ini, aroma kakao yang telah dicampur dengan larutan mikrokapsul akan mampu mempertahankan aroma ketika telah dicelupkan bersama kaos kaki.
Sebelum produk kaos kaki dipasarkan, terlebih dahulu dilakukan uji quality control dengan 30 responden untuk mengetahui berapa lama aroma kakao bertahan. “Pada saat kami melakukan uji quality control didapatkan bahwa ini kaos kaki aroma terapi dapat bertahan hingga 7 kali cucian namun untuk masalah permanennya kapan dia hilang aromanya itu akan hilang selama 1 bulan dengan pemakaian secara rutin,” katanya
Selain penggunaan aroma khas kakao dan teknologi mikrokapsul, produk kaos kaki aromaterapi ini juga memanfaatkan serbuk teh yang mengandung senyawa katekin yang mampu mencegah mencegah perkembangbiakan bakteri pada kaki.
“Nah di bagian alasnya itu kami jahit berbentuk insole, berisikan ampas teh kemudian di bagian kaos kakinya (bagian dalamnya) kami tambahkan jahitan seperti kantongan yang berfungsi menyelipkan insole yang berisi ampas teh,” lanjut Astri
Dengan bekerja sama dengan salah satu suplyer kaos kaki di Makassar, kelompok PKM yang beranggotakan 5 orang ini mampu memproduksi 60 pasang kaos kaki pada produksi pertama dan 80 pasang pada produksi kedua. Adapun hasil penjualan dari produksi pertama telah terjual sebanyak 53 produk dengan konsumen yang telah menyentuh luar Pulau Sulawesi, yakni Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Pulau Jawa.
Di balik itu, terdapat beberapa kendala yang dihadapi, di antaranya manajemen waktu karena bertepatan dengan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan proses quality control yang memakan waktu cukup lama.
“Itu juga yang salah satunya bagaimana ini aromanya bisa bertahan berapa kita harus pake takarannya. Berapa mikrokapsul yang kami gunakan, berapa untuk ekstrak kakao itu yang lama bagi kami sendiri karena harus dilakukan pengulangan beberapa kali. Kemudian pada saat melakukan penjemuran itu kadang cuacanya tidak bisa kita prediksi,” ungkap Astri, mahasiswa agroteknologi tersebut.
Di akhir wawancaranya, Astri sebagai salah satu anggota berharap masukan konsumen, seperti penambahan varian aroma dapat terealisasikan, begitu pun pemasaran produk kaos kaki aroma terapi ini mampu menjangkau konsumen hingga luar negeri.
“Kalau kita lihat tingkat penggunaan kaos kaki antara indonesia dengan luar negeri, misal Jepang, itu lebih tinggi penggunaan kaos kakinya. Jadi kami harap ke depannya bagaimana kakaro ini bisa kami maksimalkan untuk bisa terjual di luar negeri,” pungkasnya.
Miftahul Janna
Discussion about this post