“Apakah hal yang benar sudah tentu baik? Dan apakah yang baik sudah pasti benar?”
Banyak hari saya habiskan untuk mencari kisah yang pantas dibagikan kepada orang banyak. Setiap langkah yang saya tapakkan selalu penuh harap. Harap bisa mengemas kejadian yang terjadi di sekitar menjadi tulisan singkat yang dapat memberi manfaat.
Tak sengaja, di penghujung malam, kerabat dekat saya membagikan kisahnya lewat telepon genggam yang sering kali senyap. Tapi, tidak lagi saat dia mulai bertutur. Dalam tulisan ini, saya menamainya Surya. Tak ada arti filosofisnya, saya hanya ingin menyebutnya seperti itu. Cukup lama kami berteman. Seharusnya, segala tentang dia sudah saya ketahui. Harusnya demikian. Namun, setelah mendengar cerita di penghujung malam itu, rasanya waktu yang telah saya habiskan bersamanya, berlalu sia-sia. Apa benar sia-sia?
Hening malam itu terganti dengan dering telepon yang berada di genggaman. Tak butuh waktu lama, pikiran kosong saya diisi pernyataan-pernyataan yang dilontarkannya.
“Saya pernah nyaris Drop Out (D.O),” ucapnya lugas.
Kalimat pendek ini sontak membuat saya beralih posisi berbaring menjadi duduk. Surya katakan, hal itu dialaminya karena menolong teman. Lagi, penghujung malam saat itu, saya dibuat bisu. Bagaimana mungkin, karena menolong, membuat orang dikeluarkan.
Satu hari di 2017 itu, menjadi ingatan membekas yang sampai saat ini terus bersama Surya. Niat baik menggantikan teman saat ujian justru mengantarkannya pada masalah besar. Surya mengambil tindakan itu, sebab temannya sedang berada di daerah mengurus orang tuanya yang sedang sakit. Namun, tindakan nuraninya malah ketahuan dosen pengampu. Kejadian ini bisa sampai terdengar dosen sebab ada teman lainnya yang memberitahu. Awalnya Surya pikir semua akan berakhir damai. Tapi, angin baik tak berpihak padanya.
Cukup pelik. Sangat kacau. Bahkan Surya akui masalah itu memengaruhi akademiknya. Dosen-dosen memberi nilai kecil walau ia pantas mendapatkan nilai lebih. Sana-sini, kanan-kiri, masuk-keluar ruangan menjadi aktivitas aktif yang dilakukannya. Bukan tanpa alasan, hal itu dilakukan agar ia bisa keluar dari masalah. Setidaknya, tenang.
Di tengah kondisi itu, baginya, tangan-tangan baik Tuhan secara bersamaan bergerak. Melalui orang-orang sekitar yang terus bersamanya. Membantu menyelesaikan masalah walau butuh waktu lama. Mulai dari keluarga, dosen, teman angkatan, senior, dan orang-orang baru yang dihadirkan Tuhan saat itu.
“Bagaimana pun masih ada Tuhan,” ujarnya.
Malam di Bulan Juli itu, menjadi waktu paling berharga buat saya. Kisah per kisah, Surya ceritakan dengan runtut waktu. Hangat dingin ruangan tempat saya menelepon, seolah ikut juga masuk pada kejadian 2017 silam. Tahun telah berganti, namun kabar baik tak kunjung terdengar. Doa terus ia batinkan terhadap Tuhan. Tentu kabar baik inginnya.
“Saya sudah siap saat itu, apapun keputusannya,” kenangnya haru.
Tepat 30 Januari 2018, Surya akhirnya menerima surat dari Komdis yang menyatakan bahwa dirinya tidak dikeluarkan. Hanya diberikan sanksi skorsing selama satu semester. Ini merupakan sanksi paling ringan atas kasus yang dilakukannya. Dengan lapang hati, ia menerima sanksi yang dijatuhkan.
“Tidak apa, masalah besar ini mengantarkan saya menemui titik balik kehidupan,” kata Surya.
Berkali-kali ayam berkokok, menemani perbincangan kami. Tak terasa sinar bulan akan berganti fajar. Namun dengan kisah Surya yang demikian, membuat rasa kantuk terabaikan. Usai mendengar semuanya, saya jadi teringat pertanyaan yang sering dilontarkan orang-orang. “Apakah yang baik sudah tentu benar? Apakah yang benar sudah pasti baik?” Pertanyaan ini sangat berkaitan dengan kondisi yang dialami Surya, atau bisa jadi kita semua.
Ruangan yang saya tempati malam itu kembali hening usai berbincang dengan Surya, tapi tidak dengan isi kepala saya. Saya kembali termenung, berkelana di ruang memori. Seketika tersadar, bahwa sebenarnya bukan hanya Surya yang pernah menjumpai kondisi seperti itu. Tanpa sadar kita pernah mengalaminya. Misalnya, berbohong jaringan teman tidak stabil saat dipanggil dosen pada perkuliahan via Zoom Meeting, padahal ia sedang melakukan hal lain. Berbohong mengatakan teman sakit saat perkuliahan karena amanat dari teman, membela kesalahan orang terdekat karena tidak ingin hubungan rusak, dan banyak hal lainnya.
Tentu kalian pernah melakukan sesuatu yang dirasa sudah baik untuk dilakukan padahal sebenarnya tidak benar, pun sebaliknya. Ternyata Surya tidak sendiri. Kita pernah seperti Surya.
Hal-hal yang terjadi dalam kehidupan selalu menggiring manusia untuk memilih. Hingga kerap kali menjumpai kondisi salah langkah. Apakah benar salah langkah itu ada? Yang kita anggap salah langkah tidak sepenuhnya salah, pun benar. Bukankah kita selalu diajarkan bahwa setiap peristiwa yang terjadi pasti memberi pengalaman dan pelajaran? Buktinya, Surya mengaku setelah kejadian itu, ia akhirnya bisa menemui titik balik dalam hidupnya. Ia akhirnya tersadar, kesempatan itu diberikan pasti tujuannya untuk bisa berintrospeksi atas diri sendiri.
Ketika saya, kamu, dan kita semua berada pada keadaan yang sulit, selalu diskusikan dengan orang-orang yang dipercaya. Tentu untuk mendapatkan solusi. Jangan dipendam, karena bisa jadi petaka. Tidak apa-apa punya masalah. Tidak apa-apa pernah bermasalah. Toh, masalah adalah melodi hidup.
Winona Vanessa HN
Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Kehutanan
Angkatan 2020
Sekaligus Reporter PK identitas Unhas Tahun 2022
Discussion about this post