Menjaga keamanan, menegakkan hukum, memberi perlindungan, dan pelayanan kepada publik sudah menjadi tugas dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku aparat keamanan negara. Jika polisi tidak lagi melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana mestinya, maka hal tersebut membuat publik meragukan kinerja dari kepolisian.
Sayangnya, semenjak terjadi kasus-kasus yang melibatkan pihak kepolisian seperti tragedi Kanjuruhan, Penembakan seorang Brigadir, hingga kasus narkoba yang melibatkan salah satu mantan anggota kepolisian, hal ini kemudian membuat menyebabkan krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Dilansir dari kompas.com, Indikator Politik Indonesia menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri menurun tajam pada Agustus 2022. Sebanyak 37,7 persen responden menilai kondisi penegakan hukum di Indonesia buruk. Hanya 29,5 persen responden yang menilai kondisi penegakan hukum baik.
Lalu, bagaimana seharusnya kepolisian sebagai aparat keamanan negara dan penegak hukum bertindak agar kepercayaan publik meningkat? Simak wawancara khusus reporter PK identitas Unhas, Miftah Triya Hasanah bersama Dosen Administrasi Publik Unhas sekaligus penulis buku Public Trust Dalam Pelayanan Publik: Konsep, Dimensi, dan Strategis , Prof Dr Mohamad Thahir Haning, Senin (13/3).
Menurut Anda bagaimana hubungan antara kinerja Polri dengan kepercayaan publik?
Kita harus paham dulu apa itu kepercayaan publik atau yang disebut sebagai public trust. Jadi, kepercayaan publik itu suatu kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, manakala pemerintah melakukan suatu kebijakan yang memang bersifat adil dan pro terhadap kepentingan rakyat maka dari situ kepercayaan publik muncul. Kepercayaan publik ini sebagai modal sosial (social capital).
Jika kepercayaan publik tinggi maka pemerintah akan eksis. Sebaliknya, jika kepercayaan publik menurun, maka kekuasaan itu tidak akan langgeng. Jika polisi bertindak sebagai polisi negara yang kembali pada tugas dan fungsinya, masyarakat bisa percaya. Bukannya justru bertindak sebagai polisi kekuasaan.
Bagaimana tanggapan Anda tentang merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri buntut dari kasus pembunuhan yang dilakukan oleh aparat kepolisian?
Apa yang dilakukan itu melanggar peraturan perundang-undangan, yang mana polisi adalah fungsi pengaman dan penegak hukum. Pihak kepolisian sebaiknya tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum, dalam artian pembunuhan, bahkan merekayasa kasus yang terjadi sehingga harus diproses secara hukum.
Saya kira wajar hukuman yang dijatuhkan itu setimpal, karena menurut hakim saja tidak ada yang meringankan. Sebagai polisi sudah seharusnya bertindak sesuai aturan hukum yang ada. Kalau polisi melakukan hal-hal seperti itu bisa menurunkan kepercayaan publik. Berdasarkan kasus tersebut, jika pimpinan menyuruh berbuat sesuatu yang melanggar peraturan maka sebagai bawahan jangan lakukan. Meskipun ada risiko yang dihasilkan, seperti dianggap tidak loyal hingga diberhentikan. Padahal, istilah loyal kepada pimpinan itu harus sesuai dengan tupoksi dan aturan yang berlaku.
Lalu bagaimana cara agar mengembalikan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap kepolisian?
Sepanjang keprofesionalan masih dipegang erat oleh kepolisian, bertindak sesuai aturan dan berlaku adil membuat masyarakat akan tetap percaya. Polisi harus menjadi pengayom, pelindung, dan memberikan pelayanan kepada masyarakat secara adil seperti laporan-laporan masyarakat yang mesti ditindaklanjuti tanpa melihat latar belakang orang tersebut, karena perilaku polisi yang tidak adil membuat menurunnya kepercayaan masyarakat.
Selain itu, memperbaiki proses rekrutmen. Kalau polisi mau menciptakan polisi yang profesional yang cerdas dan berintegritas, cobalah tiru cara penerimaan mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) karena yang lulus itu pasti karena kepintarannya. Kedua, dalam hal penempatan jabatan, mesti melihat dari sisi kompetensi, profesionalisme, dan integritas dari polisi tersebut, bukan lagi dari berapa banyaknya uang yang dibayar. Menurut saya, kepercayaan publik bisa dikembalikan dengan cara adanya perilaku yang mencerminkan rasa keadilan dari aparat kepolisian.
Apakah ada pengaruh atau faktor lain yang menyebabkan penurunan kepercayaan publik terhadap polisi selain kasus yang melibatkan kepolisian?
Kalau saya melihat yang paling krusial saat ini yang menurunkan kepercayaan publik itu dalam hal penegakan hukum, pungutan liar (pungli), dan pada saat penerimaan polisi. Masyarakat pada umumnya menganggap polisi bertindak tidak adil, katakanlah oknum polisi yang sering berlaku tidak adil dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dalam hal ini yang seharusnya bersalah adalah oknum, bukan lembaganya. Hal itu tidak bisa digeneralisasi bahwa lembaga kepolisian yang melakukan karena akan dilapor sebagai pencemaran nama baik. Namun, karena banyaknya oknum yang berperilaku seperti itu maka digeneralisasilah oleh masyarakat untuk tidak lagi percaya dengan kepolisian.
Apakah Polri melakukan pembenahan kembali?
Kalau kita melihat aturannya, sudah lama reformasi dilakukan tapi tidak sukses. Di situ sudah tertera bahwa memang polisi sudah melakukan reformasi berbagai peraturan. Namun, yang jadi masalah adalah praktiknya. Misalnya, selama ini reformasi birokrasi adalah menciptakan polisi yang professional, tapi tidak adanya ketegasan yang dilakukan, jadi sebenarnya sudah ada pembenahan yang dilakukan namun tidak berhasil.
Sama seperti negara kita ini, sejak 1998 sudah dilakukan reformasi tapi gagal, karena komitmen political will dan political action pemerintah tidak pernah sesuai dengan tuntutan reformasi, begitupun dengan kepolisian. Jadi, sebetulnya kalau ada aturan itulah yang harus diimplementasikan. Namun saya lihat sekarang Kapolri sudah mulai tegas. Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, sudah banyak oknum kepolisian yang dipecat karena terlibat dengan kasus tersebut. Itu juga bisa menjadi salah satu bagian dari reformasi kepolisian. Artinya, menciptakan polisi yang profesional memiliki pengetahuan dan keterampilan serta sikap dan perilaku yang baik.
Nama: Prof Dr Mohamad Thahir Haning MSi
Tempat, tanggal lahir: Pangkep, 7 Mei 1957
S1: Administrasi Negara Universitas Hasanuddin (1977)
S2: Administrasi Pembangunan Universitas Hasanuddin (1995)
S3: Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (2004)
Discussion about this post