Potensi tumbuhan yang ada di sekitar perlu dimanfaatkan sebaik mungkin. Dengan adanya teknologi, manusia sejatinya bisa memaksimalkan potensi yang ada. Hal ini dilakukan oleh salah satu tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penerapan Ipteks (PI) Unhas. Mereka membantu masyarakat Kampung Bonti, Kecamatan Balloci, Kabupaten Pangkep untuk memaksimalkan potensi umbi porang yang dimiliki.
Awal mulanya tim yang beranggotakan lima orang ini, menemukan permasalahan pengolahan umbi porang dari kegiatan bina desa yang dilakukan pemuda Kabupaten Pangkep. Miris rasanya melihat masyarakat di Kampung Bonti harus berjalan kaki selama kurang lebih dua jam dari kaki gunung untuk menanam umbi porang. Tapi ketika panen, sebanyak 20 ton umbi porang hanya terjual dengan harga Rp 7.000/kg. Beda halnya ketika umbi diolah menjadi tepung porang. Harganya di pasaran naik menjadi Rp 80.000/Kg.
Mendapati kasus seperti ini, tim yang diketuai oleh Rikah Octaviana dari Jurusan Teknik Industri berinisiatif untuk membuat sebuah mesin yang dapat mengubah umbi menjadi tepung porang. Bersama dengan Muhammad Rijal dari Jurusan Teknik Mesin, Haykal Dilfansyah Jurusan Teknik Elektro, Zhuhrah Rizqa Jurusan Agribisnis, serta Andi Fadhillah Jurusan Kimia, Rikah pun menghadap ke dosennya Dr. Ir Syarifuffin Mabe Parenreng, ST, MT, CSRS untuk meminta bimbingan.
Rikah bercerita, persiapan teknologi dilakukan selama dua bulan, yakni Juni-Agustus 2021. Di tahap persiapan, timnya melakukan survei dan observasi lokasi, lalu menyiapkan bahan, membuat alat dan menguji kelayakannya.
Untuk menghasilkan sebuah mesin yang dapat mengubah ubi porang menjadi tepung, digunakan alat dan bahan, seperti besi hollow, besi siku, besi plat, motor bensin, piringan mata pisau, pulley kombinasi, bearing, baut, belt, penepung fcc disk mill.
Mahasiswa angkatan 2018 ini menjelaskan bahwa alat yang dibuat memiliki dua fungsi sekaligus. Pertama, digunakan untuk memotong umbi sekaligus bisa langsung diubah jadi tepung. Teknologi ini dibuat mampu mengerjakan dua fungsi sekaligus secara terpisah dengan mengandalkan motor penggerak dan motor bensin.
“Melihat kondisi Kampung Bonti yang masih susah listrik, akhirnya kami putuskan lebih optimal dan efisien jika menggunakan motor bensin dan tidak menggunakan motor listrik,” jelas Rikah.
Tahapan pembuatan alat selesai, setelah itu selama dua hari yakni 20-21 Agustus 2021 dilakukan pengimplementasian ke petani porang. Implementasi ini dilakukan secara daring dan luring karena kondisi pandemi Covid-19.
Rikah menambahkan, teknologi seperti ini sudah ada sebelumnya di kalangan industri. Sehingga, jika mengunakan prinsip teknologi yang sama untuk skala Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM), maka perlu desain yang minimalis sesuai dengan kapasitas produksi dari UMKM.
“Mesin yang kami buat ini bisa jadi prototipe tipe masyarakat. Cara pemakaiannya juga sangat mudah dan kami sudah membekali masyarakat buku pedoman penerapan Ipteks. Semoga dengan pembuatan buku itu, informasi mengenai teknologi ini juga bisa dibagikan ke orang lain,” pungkas Rikah.
Tidak hanya membantu membuat mesin pengubah umbi menjadi tepung, tim PKM PI Unhas juga memfasilitasi petani dengan perusahaan yang berminat membeli olahan umbi porang. Hal ini agar masyarakat tidak perlu khawatir lagi di mana harus memasarkan hasil olahannya.
Mengakhiri wawancara, Rikah berharap teknologi yang dibuat bersama teman-temannya bisa dikembangkan dan membantu perekonomian masyarakat. Tidak hanya di Kampung Bonti, tetapi di desa-desa terpencil lainnya yang memiliki potensi umbi porang.
Winona Vanessa HN