Hama merupakan organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Hama masih dan akan selalu menjadi musuh yang paling ingin dihindari oleh petani, sebab menyebabkan kerusakan maupun kerugian yang besar.
Cara demi cara pun telah banyak dilakukan untuk dapat menghindarkan tanaman dari gangguan hama. Pemakaian pestisida kimia sintetik pun turut digunakan para petani untuk mengendalikan serangan hama, bila terus menerus dibiarkan akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan maupun manusia.
Melihat hal itu, Tim Program Kreatifitas Mahasiswa Penerapan Iptek (PKM-PI) Universitas Hasanuddin yang terdiri dari mahasiswa Agroteknologi Ratna dan Siti Indarwati Asriana, mahasiswa Teknik Elektro Warsito Alamsah, mahasiswa Teknik Mesin Mochammad Ryo Maulana Iqbal, mahasiswa Fisika Israil, tergerak membuat inovasi baru bernama “Integrated Smart Hibrid Trap” dalam menekan laju populasi dan serangan hama pada tanaman padi.
Alat ini dapat mengendalikan hama utama pada tanaman padi, di antaranya, wereng coklat, wereng hijau, penggerek batang padi putih (PBPP), dan hama tikus sawah. Keluaran Integrated Smart Hibrid Trap ada dua yakni Light Trap dan Live Trap.
Light trap menggunaan cahaya lampu berwarna kuning dengan 1500 lumen atau 20 Watt yang dapat menarik perhatian dari hama penggerek batang dan jika sudah mendekat pada cahaya, maka hama tersebut akan tersedot oleh kipas suction yang dipasang tepat dibawah lampu. Teknologi ini bertenaga panel surya 70 WP sebagai sumber listrik utama.
”Alat ini di aktifkan secara otomatis mulai pukul 18.00-06.00. Hama yang terperangkap dapat dijadikan sebagai indikator populasi hama sekaligus sebagai pengendali hama,” ungkap Ratna Minggu (15/8).
Sedangkan Live Trap (Tikus Trap) menggunakan 2 ember yakni ember dalam dan ember luar yang dibenamkan di dalam tanah. Ember dalam sebagai penampung dari tikus yang terperangkap. Mekanisme kerja dari tikus trap yaitu dengan menggunakan umpan kelapa bakar dan gabah untuk memancing hama tikus datang ke perangkap. Setelah hama tikus terperangkap, maka sensor Passive Infra Red (PIR) yang dipasang pada tikus trap akan mengirim sinyal ke light trap yang akan diteruskan lebih jauh ke lampu indikator portabel.
“Apabila lampu indikator menyala, menandakan pada tikus trap terdapat tikus yang terperangkap sehingga pada pagi hari petani petani turun ke sawah mengambil ember yang didalamnya terdapat tikus dan membersihkannya. Jika pada malam hari lampu indikator tidak menyala dapat dipastikan tidak ada tikus yang masuk ke perangkap,” jelasnya lebih lanjut.
Penggunaan alat ini sangat ramah lingkungan karena menggunakan Photovoltaic (PV). Photovoltaic ini menangkap energi cahaya yang datang, kemudian mengubahnya menjadi energi listrik. Maka dengan demikian, alat tersebut juga sangat ekonomis.
Inovasi ini pertama kali diuji coba di kelompok Tani Jurwati di Dusun Pattene Desa Minabaji Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros pada Senin (12/07). Pada tahap uji coba light trap sebelumnya menggunakan media air sebagai penghisap alatnya, namun melihat kenyataan bahwa serangga tidak langsung terperangkap masuk ke air, maka diperbaharui lah alat tersebut dengan menggunakan kipas suction sehingga serangga dapat langsung terhisap ke dalam perangkap.
Menurut Ketua Tim PKM-PI Ratna pembuatan alat ini dikerjakan selama kurang lebih satu bulan dengan biaya Rp 5.500.000. ” Dengan alat ini, petani dapat meningkatkan produksi,” harapnya.
Mahasiswa angkatan 2018 ini mengatakan petani sangat merespon positif inovasi smart hibrid trap. Petani pun merekomendasikan kepada tim agar dapat memproduksi alat ini. Lantaran alat tersebut dapat mengendalikan hama padi, dan menekan penggunaan pestisida. Dengan demikian tim berencana bekerja sama dengan dinas pertanian untuk mencari dukungan dalam memproduksi alat ini.
Azzahra Zainal
Discussion about this post