Penerapan Peraturan Daerah no 4 tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) telah lama disahkan. Unhas sebagai institusi pendidikan harusnya bebas asap rokok.
Sekelompok mahasiswa berkumpul menggelar aksi di pelataran Gedung Rektorat, berjas almamater, membawa ragam atribut. Ada atribut yang bertuliskan “Mau Kampus Go Green, Terapkan KTR” “Tempat Proses Belajar Mengajar Adalah KTR” dan “Gerakan Kampanye Penerapan KTR di Unhas” kalimat terakhir tertulis pada atribut paling besar.
Aksi itu, dilakukan Badan Ekskutif Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (BEM FKM) pada Jumat 22 Desember 2017 lalu.
Dalam aksinya, BEM FKM menyampaikan empat tuntutan. Pertama, mendesak rektor mengeluarkan Surat Keputusan Kawasan Tanpa Rokok Unhas. Kedua, pelarangan iklan rokok di Unhas. Ketiga, pelarangan masuknya dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari industri rokok ke dalam kampus. Keempat, menuntut pembetukan tim perumus Kawasan Tanpa Rokok.
“Aksi kami kemarin hanya mengingatkan kembali, karena ini tuntutan sudah lama,” ujar Ketua BEM FKM, Farid Muslim.
Memang semenjak tahun 2015, sosialisasi aturan Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar No 4 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok telah dilakukan. Unhas sebagai salah satu institusi pendidikan juga termasuk dalam aturan ini.
Namun, setelah 3 tahun berakhirnya sosialisasi Perda No 4 Tahun 2013 itu, Unhas masih belum mengeluarkan aturan tertulis dan menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di kampus. Kendati, dari pantauan identitas, di sejumlah fakultas telah terpasang papan himbauan bertuliskan “Area Bebas Asap Rokok” seperti di Sekolah Pascasarjana, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas Kesahatan Masyarakat.
Di FKM, pelarangan merokok di lingkungan kampus untuk mahasiswa berdasar pada perjanjian yang ditandatangani mahasiswa baru saat penerimaan. sedangkan larangan merokok di lingkuangan kampus untuk dosen dan pegawai berdasar pada keputusan dari rapat senat FKM.
“Ada perjanjian yang ditandatangani bersama oleh mahasiswa dan orangtuanya, baik dalam hal narkoba, merokok dan perbuatan asusila. Kalau peraturan kalangan dosen, mereka tahu semua, itu keputusan senat (fakultas),” ujar Dekan FKM, Prof Dr drg Andi Zulkifli Mkes kepada identitas ketika ditemui ruangannya.
Zulkifli menjelaskan, FKM sudah sekitar 14 tahun komitmen dengan penerapan Kawasan Tanpa Rokok. Tidak ada lagi dosen dan pegawai di FKM yang merokok, bahkan Zulkifli mengatakan ketika ada dosen yang berani melanggar, akan diberi sanksi.
“Ketika ada yang melanggar, ya itu haknya Dekan. contoh waktu era Prof Alimin (Dekan FKM 2010-2014), ada seorang dosen melakukan itu (merokok) sekalipun di kantin, ada yang melaporkan akhirnya pangkatnya tidak naik, ada namanya penilaian dosen,” terang dosen epidemiologi ini.
Di fakultas lain, penerapan Kawasan Tanpa Rokok masih menunggu aturan dari rektor. Dalam penelitian yang dilakukan alumni FKM, A Ikram Rifqi, untuk tugas akhirnya sebagai mahasiswa berjudul Implementasi Peraturan Daerah Kota Makassar No 4 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Universitas Hasanuddin, 12 Dekan di Unhas menjadi informan dari penelitian ini, sebagian besar mengatakan akan sepakat pada penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Unhas.
“Ya mungkin lebih cepat lebih baik. tinggal diperlukan kebijakan seragam aja di tingkat universitas, sehingga masing-masing nanti menindaklanjuti ini,” ujar Dekan Fakultas Kehutanan, Prof Dr Yusran Msi dikutip dari skripsi Ikram Rifqi.
Namun, kesiapan seluruh sivitas akademika menerima aturan ini sepertinya masih belum terlihat. Dalam sebuah jajak pendapat pada 140 mahasiswa perokok yang dilakukan identitas tahun 2015 lalu, 55% dari jumlah mahasiswa perokok itu tidak setuju jika kampus jadi kawasan tanpa rokok. Alasannya, hak mereka sebagai perokok merasa dibatasi.
Lantas seperti apa kebijakan yang akan dibuat rektor terkait penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Unhas?
Menjawab pertanyaan itu, Rektor Unhas, Prof Dwia Ariestina Pulubuhu MA mengatakan dalam wawancaranya bersama Ikram Rifqi bahwa komitmen untuk penerapan Kawasan Tanpa Rokok sudah tertuang dalam rencana pengembangan Unhas 2030 untuk mewujudkan kampus ramah lingkungan.
Namun Perda kota Makassar tentang KTR semestinya bukan dalam bentuk Renstra, hal itu dijelaskan A Ikram Rifqi ke identitas. “Tapi ada aturan khusus yang mengatur secara teknis pelaksanaannya,” ujarnya.
“Komitmen kita dengan Renstra, tapi kalau harus masih diingatkan dan memerlukan kebijakan spesifik seperti itu (aturan tertulis) yah nanti kita buat,” tutur Dwia dalam skripsi Ikram yang ditulis bulan November 2017 lalu.
Reporter: Norhafizah, Musthain Asbar