“Sukses itu dimulai dari sekarang, bukan nanti, maka jangan pernah menunda-nunda.”
Pagi itu saya bangun agak cepat, fajar bahkan belum menampakkan diri, hal ini sangat kontras dengan kebiasaan saya yang biasanya bangun kesiangan saat masa perkuliahan berlangsung.
Terkadang saya pun heran dengan diri sendiri, di hari libur, saya bangun di pagi buta. Sedangkan di hari kuliah, saya agak kesiangan, bahkan terlambat untuk mengikuti kegiatan perkuliahan.
Suatu kali saya bangun pukul tujuh pagi demi menghadiri kuliah yang dijadwalkan pukul 9.00 Wita. Namun, karena menurut saya masih terlalu pagi, ‘masih bisa tidur dua puluh menit lagi,’ ucap saya dalam hati. Akhirnya saya tidur kembali setelah memasang alarm.
Dua puluh menit kemudian, alarm berbunyi. Namun dengan alasan yang sama, saya tidur lagi sambil menyetel alarm. Pada akhirnya, saya terbangun pukul sepuluh. Ujung – ujungnya, saya tidak bisa masuk kelas hari itu.
Kebiasaan menunda-nunda seperti ini, tanpa saya sadari sudah sering saya lakukan. Tak terkecuali, ketika sudah membuat janji dengan orang lain. Alhasil, banyak rencana yang tidak terealisasikan. Hal itu juga terjadi kala saya ingin mengerjakan tugas dan memilih untuk berbaring sejenak, ujung-ujungnya malah ketiduran.
Pernah sekali, saya hampir kecelakaan karena membawa motor dengan kecepatan tinggi, waktu itu jadwal kuliah saya pukul 7.30 Wita, namun saya bangun agak kesiangan. Alhasil, saya pun melanggar lampu lalu lintas, sehingga hampir terserempet pengendara lain.
Seringkali disepelekan, kebiasaan menunda akan memberikan dampak yang buruk, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Salah satunya, membuat hidup lebih berantakan. Percaya atau tidak, menunda – nunda sangat berdampak terhadap pencapaian pribadi, seperti nilai di akhir semester yang menurun akibat sering telat. Sehingga, saya sadar bahwa hobi menunda pekerjaan adalah gaya hidup yang harus segera ditinggalkan.
Meski begitu, menghentikan perilaku menunda pekerjaan tidak bisa dengan sekadar mendengarkan nasihat orang lain. Kalau bukan karena kesadaran diri sendiri, kebiasaan menunda pekerjaan akan terus berulang.
Berangkat dari pengalaman pribadi, sekadar mendengar nasihat untuk tidak menunda-nunda pekerjaan dari orang lain tidak cukup untuk membuat saya bergerak mengerjakan tugas tersebut. Perlu ada fenomena besar yang membarengi hal itu, semisal penurunan nilai tadi, disertai oleh kesadaran dan tekad yang bulat.
Sebagian orang mungkin pernah mengalami hal serupa, walaupun awalnya semangat menyelesaikan tugas, tiba-tiba menjadi malas karena terlintas pikiran untuk menunda. Pada akhirnya, kita diliputi oleh perasaan sedih dan menyesal, sampai menyalahkan diri sendiri. Saya pikir berhenti mencari pembenaran lewat alasan dan melakukan apa yang harus diperbuat saat ini adalah salah satu langkah awal untuk berubah. Jika perlu membuat rutinitas harian.
Terkadang pun, memberi waktu rehat sejenak juga ampuh untuk mengerjakan tugas yang sulit. Di awal penyesuaian pun, saya membiasakan diri untuk menepati janji pada diri sendiri untuk lebih disiplin, bila sedikit melenceng, saya mengakui kesalahan sendiri dan tidak mencari alasan pembenaran. Karena dengan itu, kita satu langkah lebih dekat menuju kesuksesan.
Dan tentunya, di atas semuanya itu mencintai diri sendiri adalah yang utama. Mencintai diri sendiri artinya bisa melihat masa depan yang cerah serta mampu untuk bekerja keras demi mencapai kemakmuran dan kebebasan finansial di kemudian hari.
Saya berharap bagi siapapun yang mempunyai kebiasaan menunda-nunda kelak dapat mengubah kebiasaan tersebut untuk kehidupan yang lebih baik.
Pengalaman ini mungkin hanya sedikit cerita tentang para deadliners dan tidak patut untuk menjadi contoh. Namun, setidaknya memberi pemahaman bahwa menunda tak seharusnya jadi budaya, terutama jika kita adalah seorang pelajar.
Nirwan, mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2020
Sekaligus Fotografer PK identitas Unhas
Discussion about this post