Indonesia sebagai negara majemuk, menjadikan keberagaman sebagai suatu hal yang tak dapat dihindari. Keberagaman dalam masyarakat menunjukkan berbagai perbedaan yang kemudian disatukan dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika.
Namun tak dapat dipungkiri, keberagaman memiliki sifat yang sangat sensitif, hingga mampu menciptakan persaingan bahkan konflik apabila tidak mencapai sebuah keselarasan didalamnya. Berbagai konflik yang timbul di masyarakat, seringkali penyelesaiannya berujung pada penggunaan jalur kekerasan, kemudian menimbulkan kerugian baik secara fisik hingga materi.
Begitu pun dalam ranah pendidikan, salah satunya pada lingkup perguruan tinggi. Kasus konflik berujung tindak kekerasan masih kerap terjadi di lingkungan kampus, baik antar mahasiswa, kelompok, hingga ketingkat fakultas.
Lantas, bagaimana sebenarnya konflik mampu menciptakan tindak kekerasan? Berikut kutipan Wawancara Khusus reporter PK identitas Unhas, Nur Mutmainah bersama Wakil Dekan II FISIP Unhas sekaligus Dosen Sosiologi Bidang Keahlian Perencanaan Sosial, Dr Suparman Abdullah M Si, Jumat (15/07/2022).
Mengapa keberagaman menjadi sesuatu yang sangat sensitif dan rentan terhadap konflik?
Dalam perspektif sosiologi, konflik dipandang sebagai sebuah keniscayaan, bahwa konflik sudah pasti hadir dalam setiap kelompok dalam masyarakat. Keberagaman yang timbul juga menciptakan perbedaan, dan perbedaan tersebut sebenarnya bermakna konflik sehingga sangat rentan hingga menjadi sesuatu yang tak dapat dihindari.
Mengapa sebagian besar konflik selalu mengarah pada tindak kekerasan?
Masyarakat cenderung menyamakan konflik dengan kekerasan, padahal hal tersebut merupakan dua konsep yang berbeda. Kekerasan terjadi apabila konflik-konflik tersebut tidak dapat dikelola dengan baik, serta berbagai macam keberagaman tidak dipelihara dan dijaga sebagaimana mestinya. Pada dasarnya perbedaan itu membawa sebuah perubahan energi, sehingga perlu adanya pengelolaan menjadi energi positif untuk melakukan perubahan dan perbaikan agar tidak bergerak menjadi tindak kekerasan. Ketika tidak dikelola dengan baik, keadaan tersebut mampu mengerucut menjadi sebuah upaya untuk bersaing hingga memicu terjadinya tindak kekerasan.
Bagaimana tanggapan Anda mengenai konflik personal mampu menjadi konflik antar kelompok?
Setiap individu memiliki identitas yang melekat pada dirinya. Sebagaimana bahwa, apabila penanganan konflik tidak dilakukan dengan baik, maka terjadi eskalasi konflik, dimana konflik akan melebar dan menjadi semakin parah. Tadinya hanya konflik pribadi, tetapi yang terlibat konflik memiliki perbedaan identitas seperti antar agama, suku, dan sebagainya. Kemudian hal tersebut akan menjadi konfik antar kelompok.
Seberapa besar dampak konflik yang berujung pada tindak kekerasan, seperti konflik antar mahasiswa pada ranah pendidikan?
Tentunya seluruh konflik yang berujung tindak kekerasan sangat berdampak besar terhadap berbagai aspek, karena dimanapun kekerasan yang terjadi tidak pernah dibenarkan. Apalagi konflik ini terjadi antar mahasiswa dalam lingkup universitas, dimana kampus seharusnya mencetak intelektual dan moralitas mahasiswa. Jika terjadi tindak kekerasan, hal ini tentunya akan sangat kontradiktif dengan apa yang ingin dicapai di dalam kampus.
Bagaimana Anda melihat konflik yang kerap dilakukan mahasiswa dengan jalur kekerasan hingga berujung pada perusakan fasilitas kampus?
Konflik yang berujung dengan tindak kekerasan tidak bisa dijadikan sebuah tradisi, terlebih dengan seenaknya melakukan tindakan yang merugikan berbagai pihak hingga fasilitas, karena akan memberi kesan yang buruk sehingga perlu adanya upaya agar hal ini tidak terjadi.
Menurut Anda, bagaimana Unhas seharusnya berperan sebagai institusi pendidikan dalam upaya pencegahan dan penanganan konflik dengan tindak kekerasan?
Seluruh elemen dalam lingkungan kampus perlu memperkuat hubungan komunikasi dan koordinasi. Kampus harus berupaya tanpa ada kesan kebijakan yang membedakan antar kelompok, seperti perlakuan bernuansa keadilan dan keberpihakan terhadap semua. Apabila dalam suatu konflik nampak benih kekerasan, maka perlu adanya mediasi yang adil antar pihak yang terlibat. Unhas sebagai sarana pendidikan juga harus terus berusaha terhadap semua yang ada di internal kampus agar terfasilitasi dengan baik.
Apa pesan Anda untuk mahasiswa kedepannya?
Saat ini mahasiswa sudah berada pada era maju dan hidup modern. Bukan lagi zamannya mahasiswa mempertahankan tradisi saling konflik, apalagi hingga melakukan tindak kekerasan. Perilaku seperti itu juga merupakan sebuah citra buruk, sehingga saat ini yang perlu dilakukan ialah bersaing dalam meraih dan menunjukkan prestasi sebagai mahasiswa Unhas di dalam dan di luar kampus.
Biodata:
Nama Lengkap: Dr. Suparman Abdullah, M.Si
Tempat, Tanggal Lahir: Bone, 15 Juli 1968
Riwayat Pendidikan:
S1 Sosiologi Universitas Hasanuddin (1993)
S2 Sosiologi Universitas Gadjah Mada (2003)
S3 Sosiologi Universitas Negeri Makassar (2014)
Discussion about this post