Studi kelayakan pemekaran fakultas teknik menjadi institut mestinya melibatkan setiap pemangku kepentingan di dalam kampus.
Dalam pendirian Perguruan Tinggi Negeri (PTN) telah diatur syarat-syarat yang harus dipenuhi seperti memiliki studi kelayakan, rancangan statuta, rancangan program akademik, rencana strategis. Hal ini sudah ditetapkan di Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 17 tahun 2014.
Di dalam internal kampus sendiri, proses pemisahan atau pendirian mesti melewati Senat Akademik (SA) Unhas dan Majelis Wali Amanat (MWA) kemudian dikeluarkan surat rekomendasi. Namun setelah pertemuan Rektor Unhas Periode 2018-2022, Prof Dwia Tina Aries Pulubuhu, Jusuf Kalla, Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim serta Wakil Rektor Bidang Pembangunan dan Perencanaan Prof Sumbangan Baja, pada Februari 2022, menunjukkan adanya titik terang akan pendirian institut teknologi dari pemisahan Fakultas Teknik Unhas.
Sebelum pertemuan dengan Nadiem dan Jusuf Kalla di Jakarta, belum pernah dilakukan presentasi atau penyerahan proposal ke SA dan MWA. Padahal jika melihat Statuta Unhas Pasal 31, Senat Akademik menjalankan fungsi penetapan kebijakan, pemberian pertimbangan dan pengawasan di bidang akademik. Sekretaris Komisi III SA, Prof Ambo Ako, mengatakan SA berperan untuk memberikan persetujuan.
Lebih lanjut, Dosen Fakultas Peternakan ini mengatakan ketika ingin membuka program studi baru, dokumennya terlebih dahulu dibahas di SA. Apabila disetujui, barulah rektor dapat mengajukan ke MWA. Jika proposal telah diterima oleh MWA, maka dapat dikirim ke Dikti untuk dibuka sebuah prodi.
“Saya kira juga terkait pembukaan universitas. Jika hanya membuka prodi harus melalui serangkaian proses itu, terlebih ketika mendirikan perguruan tinggi yang kasusnya lebih besar,” ucapnya, Selasa (31/5).
Selama terlibat sebagai Senat Akademik, Ambo Ako sendiri belum tahu terkait proposal pelepasan fakultas yang berdiri sejak 1960 ini. Dia mengatakan apabila proposal itu telah masuk ke SA, maka bagian administrasi yang paling mengetahui, akan tetapi proposal tersebut belum pernah dirapatkan oleh Senat Akademik.
“Jika telah dirapatkan pasti saya terlibat,” jelas Guru Besar bidang Tatalaksana Ladang Ternak itu.
Saat dikonfirmasi, Dwia menentang pertemuan bersama Nadiem yang disinyalir membahas penyerahan proposal pelepasan FT Unhas. Dia mengatakan saat itu dirinya menemani JK untuk membicarakan tanah perumahan dosen Unhas.
“Tujuan utamanya membahas tanah perumahan dosen, saat itu tidak ada penyerahan proposal,” ujar Dwia, Senin (23/5).
Dwia pun tidak mengetahui tentang adanya proposal. Dia menjelaskan proposal itu bisa saja proposal dari fakultas bukan universitas. Sejauh ini langkah terakhir yang pernah dilakukan selama menjabat Rektor Unhas, hanya sebatas mengirim surat untuk meminta pertimbangan MWA.
Meskipun dalam pertemuan itu Mendikbud Ristek telah meminta agar Unhas segera memasukkan proposal jika memang ingin menjadikan FT sebagai institut.
“Kementerian sudah meminta proposal dan studi kelayakan tapi kita belum kirim karena belum dibahas di MWA,” ucap Guru Besar Departemen Sosiologi itu.
Tak hanya itu, Dwia juga mengungkapkan jika yang membuat proposal haruslah tim universitas bukan fakultas. Apabila ini dilakukan oleh fakultas, maka penyerahannya hanyalah sebatas rektor.
“Kalau fakultas buat proposal, dia serahkan ke rektor. Tapi ketika proposal itu keluar, harus atas nama universitas,” jelas Rektor Unhas dua periode itu.
Saat meminta keterangan dari MWA, Prof Bahruddin Thalib mengatakan pernah diadakan rapat terbatas membahas FT Unhas menjadi institut yang hanya dihadiri oleh segelintir anggota MWA seperti Prof Syamsul Bachri (Fakultas Hukum), Prof Ambo Ala (Fakultas Pertanian).
Bahkan Bahruddin mengaku kurang mengetahui kondisi saat itu sehingga rapat diadakan secara dadakan dan terbatas. Memang dalam MWA terdapat tingkatan rapat yakni rapat terbatas dan pleno.
“Kalau melihat konteks pembahasan harusnya diplenokan karena sangat krusial makanya keputusan tidak bisa diwakili,” kata Bahruddin, Jumat (17/6).
Lebih lanjut Guru Besar Kedokteran Gigi ini menyatakan FT Unhas untuk menjadi institut bukan persoalan yang sederhana, harus ada keterlibatan semua pihak. Di internal FT perlu melakukan kajian mendalam sebelum masuk ke SA Unhas. Kemudian SA harus membahas lebih detail dan ketat sebelum dibawa ke MWA.
Tahapan-tahapan seperti ini penting dilakukan karena akan memisahkan fakultas yang memberikan kontribusi besar. Tidak sederhana, harus ada kajian lebih komprehensif.
Setali tiga uang, mewakili Rektor Unhas periode 2022-2026, Direktur Komunikasi Suharman Hamzah PhD, mengatakan memisahkan FT dari Unhas bukan persoalan setuju atau tidak setuju. Unhas harus memiliki kajian lebih dalam dan bagaimana manfaatnya.
Suharman menegaskan kembali pernyataan yang kerap diulang Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa M Sc selaku Rektor Unhas, bahwa pelepasan FT Unhas tidak boleh terburu-buru dan harus ada kajian mendalam. Bukan hanya dari pihak FT, tetapi mencakup Unhas secara keseluruhan dan kampus butuh waktu untuk mempelajari itu. Rektor sendiri pun tentunya memperhitungkan.
“Banyak pilihan yang bisa ditempuh dari hasil kajian. Apakah ujungnya melepas atau tidak itu urusan kesekian,” tutupnya.
Tim Liputan
Baca berita sebelumnya: Prahara Institut Teknologi Hasanuddin
Discussion about this post