Kehadiran omnibus law sebagai sebuah terobosan hukum baru di Indonesia berhasil merebut perhatian rakyat Indonesia dan menjadi isu yang hangat dibicarakan dalam beberapa bulan terakhir. Sejak dalam tahap rancangan hingga disahkan pada 5 Oktober lalu, Undang-Undang ini pun menimbulkan berbagai reaksi dari sejumlah kalangan. Berbagai kajian pun dilakukan dalam merespon UU ini. Lantas, bagaimana tanggapan civitas akadenika Unhas terhadap omnibus law? Berikut kami sajikan rangkumannya:
Dr. Romi Librayanto SH MH, Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Unhas

Pola yang digunakan dalam menyusun UU ciptaker tidak dikenal dalam tata cara pembentukan Undang-Undang kita. Kalau untuk diterapkan di Indonesia, apakah cocok atau tidak, itu subjektif, apalagi kita belum coba, jadi belum bisa diketahui. Jika ditanyakan apakah sesuai atau tidak dengan format, ini tidak sesuai.
Omnibus law ini dikatakan bentuk penyederhanaan sistem hukum, sedangkan dalam draf banyak yang diatur dalam ketentuan lanjutan. Jelas itu bertentangan, dia mengajukan kurang lebih 300 peraturan pelaksanaan. Jika dikatakan menyederhanakan, jelas tidak.
Menurut saya UU Omnibus Law ini tidak sesuai dengan tata pembentukan Undang-Undang, jadi mau bicara apa lagi, ini benda saya anggap tidak ada.
Fajlurrahman Jurdi, Dosen Fakultas Hukum Unhas

Saat ini kita tidak memiliki pengaturan yang mengatur payung hukum. Itulah yang menyebabkan prinsip dan tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan dilanggar. Zaman dulu, kita punya UU induk, seperti; UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, juga UU Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. UU ini merupakan induk dari UU di sektor tertentu, tetapi tidak mewakili semua sektor.
Nah, UU Omnibus Law ini menyisir semua sektor dan mencabut pasal-pasal tertentu di UU organiknya. Ini menurut saya agak aneh dan saya belum dapat argumentasi ilmiah dan yuridisnya. Sehingga sampai saat ini, posisi saya masih menolak UU ini.
Zuhud, Wakil Presiden BEM Unhas

Saya pribadi, dengan lantang mengatakan saya kontra terhadap omnibus law. Dengan alasan, dalam omnibus law ada kegagalan konsep. Kegagalan yang saya maksudkan adalah salah satu alasan pemerintah untuk membentuk omnibus law ini adalah kerampingan regulasi. Sementara, jika omnibus law disahkan, minimal 300 peraturan lain akan lahir. Seperti peraturan tambahan yang diatur oleh peraturan pemerintah atau peraturan presiden. Di sisi lain, UU pemerintah yang lain dipaksa untuk mengikuti omnibus law. Ada kecacatan formil yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR dalam pembuatan peraturan yang baik, dalam hal ini disharmonisasi peraturan.
M. Rama Herdiansyah, Ketua Senat FEB Unhas

Sebuah UU yang keliru. UU Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi itu berarti terjadi kenaikan pada investasi, produksi barang dan jasa, dan konsumsi. Dalam hal ini tidak ada yg perlu dipertanyakan. Jadi, UU Cipta Kerja ini menggenjot Produk Domestik Bruto dengan cara meningkatkan masuknya investasi, kemudian itu akan menyebabkan terjadinya penciptaan usaha atau pengembangan usaha. Hal tersebut menyebabkan pencipataan lapangan pekerjaan atau peningkatan kesejateraan pekerja, kemudian meningkatkan pendapatan masyarakat. Selanjutnya meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga tingkat konsumsi masyarakat menigkat. Dengan meningkatnya investasi dan konsumsi di suatu negara, akan meningkatkan produksi barang dan jasa pula. Hal ini dapat menggenjot peningkatan pertumbuhan ekonomi. Nah yang patah dari alur pikir itu terletak di fakta yang terjadi karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
UU Ciptaker ini hanya akan menjadi mitos sebuah pertumbuhan ekonomi, mitos akan keuntungan Direct Invesment (penanaman modal). Karena poin utama dari UU Cipta Kerja ingin menggenjot Direct Invesment.
Javier Maramba Pandin, Ketua Institut Demokrasi, Hukum dan Hak Asasi Manusia (Insersium), FH Unhas.

Kami semua menolak. Alasannya karena omnibus law ini merupakan sebuah terobosan produk hukum baru dari Amerika dan Inggris yang diadopsi dan coba diterapkan di Indonesia. Kebijakan ini dalam rangka perampingan Undang-Undang agar tidak terlalu banyak. Omnibus law tersebut rencananya akan merevisi 79 UU yang disatukan revisinya dalam satu Omnibus Law Cipta Kerja. Dari sisi hukum, ini menjadi suatu terobosan yang sangat besar. Kalau dari sisi materilnya, substansi yang mau direvisi di dalam itu menyinggung HAM. Berdasarkan hasil kajian kami, kami tolak mentah-mentah omnibus law.
Tim Laput
Discussion about this post