Kampus Kedua Institut menyelenggarakan Dialog Santai Awal Tahun 2019 Dunia Mahasiswa bertema “Refleksi Wadah Pergerakan Menuju Visi Learning Organization”di Café Ardan Masogi pukul 20.00-22.00 Wita. Kegiatan itu menghadirkan tiga pemateri antara lain: Presiden BEM Unhas tahun 2006-2007, Arham SP MSc, Presiden BEM Fakultas Kesehatan Masyarakat 2004-2005, Dewi Hastuty Sjarief SKM, dan Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2007-2008 Univeritas Hasanuddin, Muhammad Iqbal SE M Sc AK.
Penyelenggara merupakan organisasi eksternal. Lembaga tersebut hadir untuk menyediakan ruang diskusi dan dialog dalam membahas isu kekinian yang terjadi di Makassar, termasuk di dunia kemahasiswaan Unhas. Selain itu, beberapa anggota yang tergabung dalam institute tersebut merupakan alumni Unhas dan pernah bergelut di lembaga kemahasiswaan Unhas.
“Ini merupakan bentuk kepedulian kita sebagai alumni Unhas yang juga dulu mengurus di lembaga. Kampus kedua institute itu sendiri merupakan kolaborasi bukan afiliasi,”kata Direktur Kampus Kedua Institut, Kamis (10/1).
Selanjutnya, dalam diskusi tersebut Iqbal, Ketua Umum Senat FEB 2007-2008 mengisahkan kembali masa-masa ketika ia menjadi pengurus di BEM-U. Ia mengatakan, salah satu unsur utama yang menyebabkan runtuhnya BEM-U masa itu ialah saling mencurigai antar pengurus yang mempunyai kepentingan masing-masing.
“Oleh sebab itu, ketika kalian akan membentuk kembali BEM-U ini maka modal pertama yang perlu kalian miliki ialah saling percaya,”ujarnya.
Lebih lanjut, Iqbal turut mengkritisi pergerakan mahasiswa saat ini. Baginya, saat ini, mahasiswa Unhas banyak kehilangan momentum. Tak seperti dulu.
Sependapat dengan Iqbal, Dewi, Presiden Bem FKM 2004-2005 tersebut menyampaikan, saat ini ketika mahasiswa Unhas keluar dan melakukan demonstrasi tanpa membawa nama Unhas, maka mereka tidak direkeng (red:diperhitungkan).
Kemudian, saat sesi tanya jawab, salah satu mahasiswa yang hadir menanyakan bagaimana kami harus bertindak hari ini, karena jujur saja Unhas ingin agar BEM-U segera terbentuk?
Dewi menjawab pertanyaan itu dengan menceritakan atau mengilustrasikan perbedaan antara orang tua dan anak muda. Suatu waktu, Pak Habibie lupa mengambil kunci mobil di dalam mobil yang telah ia tutup pintunya.
Hampir dua jam dia mengelilingi mobilnya, hanya untuk berpikir bagaimana caranya saya mengambil kunci tersebut tanpa harus merusak segalanya. Lalu, beberapa saat kemudian anaknya datang dan menanyakan alasan bapaknya mondar-mandir. Setelah Habibie menceritakan kejadian kunci mobil itu, tanpa berpikir panjang ia memecahkan kaca jendela mobil tersebut.
Lalu mengambil kunci dan menyerahkan kepada ayahnya. Walaupun ada kerusakan, setidaknya mesin mobil tersebut masih bisa jalan.
“Inti dari apa yang ingin saya sampaikan adalah harus ada keberanian karena kalian anak muda. Jadi, ayolah pecakan saja jendelanya, pecahkan saja kacanya,”pungkasnya.
Selain itu, Muhammad Iqbal berharap agar mahasiswa tidak terlalu banyak ketakutan-ketakutan terhadap birokrasi. Sebab mahasiswa telah dibekali perangkat berpikir yang baik.
Muh. Arisal