Maret 2022 lalu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Setara Institue, merilis beberapa kota toleran dan tidak toleran di Indonesia. Dari hasil riset yang dilakukan pada 94 kota, Makassar berada dalam urutan 10 kota besar tidak toleran pada tahun 2021.
Laporan Indeks Kota Toleran (IKT), Makassar berada pada urutan sepuluh dengan skor 4,51. Sedangkan Kota Depok berada di urutan pertama dengan skor 3,57 kota tidak toleran. Dalam survei tersebut Setara Institue menggunakan empat variabel, yaitu regulasi pemerintah, tindakan pemerintah, regulasi sosial dan demografi agama. Kemudian delapan indikator yang digunakan berupa rencan pembangunan, kebjakan deskriminatif, peristiwa intoleransi, dinamika masyarakat sipil, pernyataan publik pemerintah kota, tindakan nyata pemerintah, heterogenitas agama dan inklusi sosial keagamaan.
Di indonesia sendiri yang kaya akan keberagaman mulai dari suku, etnis, bahasa dan agama, tindakan intoleran tentunya akan berpotensi menghancurkan kesatuan dan persatuan bangsa. Lantas sebenarnya apa yang menyebabkan sehingga suatu kota dapat dikatakan intoleran? Apakah indikator yang digunakan Setara Institue dapat digunakan? dan solusi seperti apa yang harus diterapkan? Berikut wawancara khusus reporter PK identitas Unhas, Ilham Anwar dengan dosen Sosiologi Universitas Hasanuddin Sekaligus Ahli Konflik, Drs Arsyad Genda Msi, Kamis (16/6).
Bagaimana tanggapan anda mengenai hasil survei tersebut?
Pertama yang harus dilihat adalah lembaga risetnya apakah sudah mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Pembaca juga harus lebih teliti dalam memilih informasi yang ada karena semua berita di media sosial itu belum pasti kebenaran datanya. Apalagi sebagai seorang akademisi, saya melihat informasi seperti ini harus dipertanyakan lebih lanjut kebenaranya. Karena perlu diketahui berita semacam ini dapat membuat masyarakat saling berkonflik.
Tak hanya itu, survei yang dilakukan juga tidak menjelaskan secara lebih lanjut mengenai deskriminatif. Perlu adanya indikator yang jelas. Contohnya sebuah survei negara paling bahagia di dunia adalah Finlandia. Mereka mengukurnya dengan cara sederhana seperti tingkat harapan hidup, kepercayaan sosial tnggi dan bagaimana masyarakat di sana bebas berpendapat.
Apakah variabel dan indikator yang digunakan dalam melakukan riset tersebut cocok digunakan?
Bisa saja kita menggunakan variabel dan indikator tersebut, tapi perlu diperhatikan lagi dengan seksama mengingat lembaga survei ini masih belum jelas dari cara pengambilan datanya. Apakah datanya diperoleh dari pihak kepolisian, LSM, atau mungkin dinas sosial. Hal inilah yang perlu diperjelas lagi karena sekilas terlihat terdapat masalah dalam metodologinya seolah-olah kita mengadu masyarakat untuk berkonflik.
Dalam sosiologi sendiri banyak faktor yang mendorong terjadinya konflik bahkan perbedaan dalam memeluk agama yang diyakini pun dapat dikatakan konflik. Meskipun begitu secara murni agama tidak pernah sekalipun jadi aspek utama dari penyebab konflik tapi ada hal lain seperti psikologis, keadilan dan kesejahteraan. Meskipun ada konflik yang terjadi baik itu suku maupun agama, tapi saya rasa itu jarang terjadi. Jangan sampai hal ini hanya sebagai bentuk provokasi. Walaupun realitanya Makassar masuk dalam kota tidak toleran, tapi saya rasa konflik antar suku dan agama jarang terjadi.
Apa solusi yang harus dilakukan melihat beberapa kota di Indonesia berada dalam kategori tidak toleran?
Di indonesia, toleransi merupakan hal yang penting, tapi hal ini tidak sejalan dengan praktek yang ada. Perlu ada sebuah sistem bagi orang ataupun lembaga yang memang betul menunjukkan sikap toleransi seperti apa. Menurut saya kesadaran masyarakat sebenarnya sudah bagus, hanya saja implementasiannya yang masih kurang. Peran pemerintah juga tidak kalah penting mereka harus bisa saling bersinergi dengan masyarakat dalam gerakan toleransi.
Bagaimana cara membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya toleransi?
Jika kita memahami toleransi sebagaimana kita hidup berdampingan dengan penuh perbedaan. Maka pentingnya untuk memahami bahwa sikap toleransi tidak hanya sebatas formalitas saja, tetapi diperlukan adanya tindakan nyata khusunya lembaga pendidikan.
Tenaga pendidik dan orangtua juga perlu mencontohkan bagaimana sikap toleransi yang benar, karena itu akan mempengaruhi anak ke depannya. Apalagi sekarang ini banyak orang mengkampanyekan tentang toleransi tapi caranya salah.
Apa pesan dan harapan anda untuk generasi muda agar tetap bersama dalam keberagaman?
Keberagaman di Indonesia dapat dikatakan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi dapat memberikan konstribusi yang signifikan dan satunya lagi bisa menjadi ancaman. Kebergaman dapat menciptakan persatuan dan kesatuan yang menguntungkan bagi negara. Untuk itu, khususnya kaum milenial perlu memahami integrasi dengan baik. Jika berhasil diterapkan unsur yang saling berbeda di masyarakat dapat menghasilkan pola kehidupan yang memilki keserasian fungsi.
Di indonesia sebenarnya sudah banyak program keberagaman yang di berlakukan baik itu dari Kementrian Hukum dan HAM, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementrian Dalam Negeri. Tapi kembali lagi terkadang masih banyak masyarakat yang masih belum bisa merasakanya
Apa harapan anda?
Program toleransi yang ada harus lebih di perhatikan lagi tidak hanya sebatas edukasi tapi perlu adanya realisasi. Bagaimana suatu program yang benar-benar menyetuh langsung ke masyarakat. Masyarakat harus lebih waspada dalam menerima informasi jangan langsung di sebarkan cari tahu terlebih dahulu kebenarannya.
Nama Lengkap: Drs Arsyad Genda Msi
Tempat Tanggal Lahir: Watampone 10 Maret 1963
S1: Sosiologi Universitas Hasanuddin
S2: Sosiologi Universitas Indonesia
Discussion about this post