• Login
No Result
View All Result
Identitas Unhas
  • Home
  • Ulasan
    • Civitas
    • Kampusiana
    • Kronik
    • Rampai
    • Tajuk
  • Figur
    • Jeklang
    • Biografi
    • Wansus
    • Lintas
  • Bundel
  • Ipteks
  • Sastra
    • Cerpen
    • Resensi
    • Puisi
  • Tips
  • Opini
    • Cermin
    • Renungan
  • identitas English
  • Infografis
    • Quote
    • Tau Jaki’?
    • Desain Banner
    • Komik
  • Potret
    • Video
    • Advertorial
  • Home
  • Ulasan
    • Civitas
    • Kampusiana
    • Kronik
    • Rampai
    • Tajuk
  • Figur
    • Jeklang
    • Biografi
    • Wansus
    • Lintas
  • Bundel
  • Ipteks
  • Sastra
    • Cerpen
    • Resensi
    • Puisi
  • Tips
  • Opini
    • Cermin
    • Renungan
  • identitas English
  • Infografis
    • Quote
    • Tau Jaki’?
    • Desain Banner
    • Komik
  • Potret
    • Video
    • Advertorial
No Result
View All Result
Identitas Unhas
No Result
View All Result
Home Sastra Cerpen

Skenario

Maret 29, 2021
in Cerpen
Cerpen Skenario

Ilustrasi : Risman “Aku mengumpulkan kepeng dalam bentuk rongsokan sampah selama lima belas tahun bahkan sewaktu dikandung ibuku. Tapi Tuhan mengambil semuanya dalam lima belas detik, pernahkah kau membaca skenario takdir yang sekeji itu?”

Editor Risman Amala Fitra

Di bawah rindangnya pohon yang berjejer di sepanjang perumahan yang asri, seorang gadis menghentak-hentakkan kakinya seakan trotoar jalan telah berbuat kesalahan padanya. Bersungut dan menendangi hal remeh yang menghalangi jalannya. Kucing yang asik bersolek pun disepaknya. Rara kecewa. Kecewa dengan skenario yang dipenakan Tuhan untuknya. Kecewa dengan Tuhan. Dengan pena Tuhan. Dengan kucing. Dengan kerikil. Dengan trotoar jalan. Dengan hidupnya.

“Namun bukankah hidupmu begitu sempurna?”, kata sebuah suara. Lagi-lagi suara itu muncul. Suara yang selalu menentang segalanya.

BacaJuga

Obat Anti Depresan Karya Sang Karyawan

Persekusi Putih 

“Pergi saja ”, jawab Rara ketus, terus berjalan tanpa arah.

“Oh, kau tidak bisa mengusir sesuatu yang sejatinya sudah ada dalam dirimu, nak”.

Rara menanggapinya dengan lamunan, menoleh ke arah memori berjam-jam sebelumnya. Rere telah berpulang. Anak itu, anak kecil yang sangat dikasihinya itu telah berpulang. Rere sedang mengejar keretanya yang meluncur di undakan. Lima belas anak tangga cukup untuk membunuh seorang anak kecil yang sedang terbirit-birit.

“Aku sudah berkali-kali memintamu melupakan detik itu”

“Aku tahu”, jawab Rara sambil memutar bola mata. “Aku yang memberinya kereta itu, akulah yang membunuhnya. Tuhan bahkan mengecupkan kehidupan kepada seorang gadis pembunuh,” Rara mendengus dan kembali berjalan.

“Namun tidak ada yang salah dengan memberikan kereta untuk dikejar”.

Rara membisu. Tidak diperhatikannya bahwa rumah-rumah mulai jarang.

“Apalagi kereta yang menopang kebahagiaan dan mimpi-mimpi anak kecil yang mati itu”.

“Isinya cuma rongsokan belaka. Ia bahkan mati sebelum keinginannya kuwujudkan”, Rara menendang kerikil dengan muram.  “Aku mengumpulkan kepeng dalam bentuk rongsokan sampah selama lima belas tahun bahkan sewaktu dikandung ibuku. Tapi Tuhan mengambil semuanya dalam lima belas detik, pernahkah kau membaca skenario takdir yang sekeji itu?”.

“Ya, skenariomu”

Rara mendengus dan hampir tertawa. Benar juga.

“Jika saat ini kau bertamu ke rumah Tuhan, Ia akan mencekikmu di depan pintunya”

“Mengapa?”

“Karena pada akhirnya kau selalu menyalahkan-Nya”

Rara tertawa. Ia lalu memandang berkeliling dan baru saja menyadari betapa indah suasana di sepanjang jalan itu. Dedaunan gugur dan cahaya keemasan bertaburan tersepoi angin. Begitu sepi dan damai hingga Rara melompat-lompat riang ke tengah jalan. Di sela pepohonan yang semakin renggang, dilihatnya pendar keemasan yang menerobos. Senja sepertinya sedang mengadakan lomba mewarnai dan membuat kesalahan dengan hanya menyediakan krayon emas.

“Ke mana semua orang?”, tanya Rara.

“Mereka pasti sedang berkabung atas matinya gadis kecil pengejar kereta”

Rara terdiam selama beberapa waktu.

“Tahukah kamu, mengapa aku mengurung mimpi dan hasratku ke dalam wujud tubuh Rere?”, tanya Rara.

“Tidak, aku tidak tahu”, jawabnya, berpura – pura.

“Aku ingin tahu bagaimana rasanya menjadi anak perempuan yang memakai rok berenda di dalam kereta roda empat yang sejuk. Pena yang digoreskan Tuhan telah membiarkan seorang gadis kerdil berusia lima belas tahun yang hidup seperti perempuan dewasa dengan anak kecil yang ia lindungi dalam dirinya”, cahaya keemasan kini membelai pucuk kepala Rara.

“Aku tidak berhasil menenggelamkan impian dan angan yang sesungguhnya tidak masuk akal untuk kugapai, maka kukuburkan semuanya ke dalam tubuh anak kecil dan mengumpulkan rongsokan dalam kereta agar anak kecil itu bisa tertawa dalam rok berenda”.

Setelah membisu lama, suara berkata, “Barangkali mereka punya beragam rok berenda di sana, boleh jadi mereka punya katun”, pendar keemasan mulai menyelimuti Rara hingga ke ujung kaki, “skenario yang kau dambakan mungkin menunggu di sana”.

“Di mana?”

Keabadian

Suara yang menjawab kali ini memiliki pendar mistis yang anehnya menenangkan.

Rara berhenti dan mendongak. Pintu megah dan besar terpampang kokoh di hadapannya. Baru kali itu Rara melihat ukiran pada kayu yang begitu indah dan berkilau tanpa bantuan permata. Tangannya terangkat untuk mengelusnya. Ketika hendak mengetuk, Rara teringat sesuatu. Dengan segera ia berbisik kepada suara batinnya sendiri yang menemaninya di sepanjang jalan.

“Tapi … akankah Dia mencekikku?”

Penulis, Aura Aulia Aslan,
Mahasiswa Ilmu Kehutanan,
Fakultas Kehutanan Unhas,
Angkatan 2019.

Baca Juga : Siapa Pengkhianat?

Tags: aura aulia aslanCerita pendekcerpencerpen identitascerpen rohanicerpen unhasSastraSastra identitasSastra Unhasskenario
ShareTweetSendShareShare
Previous Post

Perfilman Indonesia dari Waktu ke Waktu

Next Post

Unhas Career Expo Bahas Beasiswa Australia

Discussion about this post

Trending

resensi novel layangan putus

Kisah Pengkhianatan yang Bikin Ambyar

April 3, 2022
0

Keluarga Cemara, Kisah Sederhana yang Menyayat Hati

Keluarga Cemara, Kisah Sederhana yang Menyayat Hati

Januari 20, 2019
0

Diam dan Dengarkan: Menyadari Keterpautan Diri dengan Alam Semesta

Diam dan Dengarkan: Menyadari Keterpautan Diri dengan Alam Semesta

Agustus 27, 2020
0

Aku Bukan Chairil Anwar

Aku Bukan Chairil Anwar

Agustus 26, 2020
0

Liputan Khusus

Mahasiswa Asing Terkendala Bahasa Indonesia

Dampak Traumatis Akun Kampus Cantik

Posting Gambar Beresiko jadi Korban Kekerasan Seksual

Menyingkap Tabir Akun ‘Kampus Cantik’

K3 Harus Jadi Budaya di Kampus!

Subdirektorat Sistem Penjaminan Mutu K3 jadi Ujung Tombak Berbenah Diri

Issu Identitas Unhas

Tweets by @IdentitasUnhas
Ikuti kami di:
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube
  • Dailymotion
  • Disclaimer
  • Editors
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Cyber Media Guidelines
  • Privacy Policy
© 2023 - Identitas Unhas
Penerbitan Kampus
  • Logo Jagodangdut
  • Logo 100kpj
  • Logo Intipseleb
  • Logo Viva
  • Logo Vlix
  • Logo Vivanews
  • Logo Suaramerdeka
  • TvOne
  • Logo Onepride
  • Logo Oneprix
  • Home
  • Ulasan
    • Civitas
    • Kampusiana
    • Kronik
    • Rampai
    • Tajuk
  • Figur
    • Jeklang
    • Biografi
    • Wansus
    • Lintas
  • Bundel
  • Ipteks
  • Sastra
    • Cerpen
    • Resensi
    • Puisi
  • Tips
  • Opini
    • Cermin
    • Renungan
  • identitas English
  • Infografis
    • Quote
    • Tau Jaki’?
    • Desain Banner
    • Komik
  • Potret
    • Video
    • Advertorial

Copyright © 2012 - 2017, Identitas Unhas - by Rumah Host.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In