“A ship in harbor is safe, but that is not what ships are built for.”-John A. Shedd.
Yep, kalau kata John A. Shedd, sebuah kapal yang sedang bersandar di pelabuhan itu memang terlihat aman. Akan tetapi kapal tidak dibuat untuk hanya bersandar nyaman di pelukan sebuah dermaga. Ia dihasilkan untuk bertarung dan menaklukkan lautan lepas juga gelombang yang terus menghantam.
Ungkapan itu saya temukan di buku Disruption karya Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali yang beberapa waktu lalu selesai saya baca. Sebenarnya Rhenald Kasali menyisipkan ungkapan beberapa tokoh berpengaruh dunia seperti Steve Jobs, Mark Zuckerberg, dll. Hanya saja ungkapan dari John itu, bagi saya, relevan dengan apa yang akan saya bahas dalam tulisan ini; melakukan perubahan, meninggalkan zona nyaman.
Ketika dicerna dengan seksama, ungkapan itu mengibaratkan seseorang yang terlena dengan zona nyamannya. Ia sampai lupa jika hidup butuh warna lain dari sekadar nyaman. Manusia tidak diciptakan untuk merasa aman-aman saja. Ia juga harus berani menghadapi tantangan agar perangkat ‘perang’ (red: akal dan emosi) yang sudah diberikan sang Panglima (red:Tuhan) sering diasah sehingga lebih tajam. Dengan ketajaman akal dan kemampuan mengatur emosi seseorang bakal lebih siap menembus batas diri dan jadi lebih baik.
Lalu, apa yang membedakan antara seseorang yang berani keluar dari zona nyaman atau berusaha menembus batas dirinya dibanding yang tetap bertahan di ranah aman? Percayalah, orang yang merasa dirinya baik-baik saja dan tak mau melakukan perubahan akan tertinggal, menghilang, kemudian punah. Tak ada yang mengingat.
Hal itu dapat tercermin dari beberapa kisah yang diceritakan Rhenald Kasali dalam buku miliknya setebal 512 halaman. Pendiri yayasan Rumah Perubahan tersebut membandingkan beberapa perusahaan yang pekerjanya mau melakukan perubahan dengan perusahaan yang tetap merasa dirinya aman saja sehingga malas berinovasi.
Sebut saja perusahaan Kodak. Asing dengan nama itu? Jika Anda generasi 80-an, Anda pasti tahu atau setidaknya pernah mendengar nama perusahaan tersebut. Bisa jadi, Anda pernah memiliki beberapa produk buatannya. Tetapi, untuk telinga kaum milenial, rasa-rasanya nama itu sangat lah asing.
Terang saja, perusahaan di bidang kamera, fotografi, pencetak, dll yang kala itu berjaya, tertinggal dan dikalahkan perusahaan Fujifilm. Berbeda dengan Kodak, Fujifilm tentu tak lagi asing bagi sebagian besar kaum tua dan kaum muda. Perusahaan asal Jepang yang berani berinovasi itu akhirnya keluar sebagai pemenang pada pertarungan antar perusahaan penyedia kamera.
Kasali menjelaskan, Kodak yang masa itu lagi jaya-jayanya, merasa tak terancam dengan perusahaan lain. Lalu, ketika Fujifilm mulai merambah dunia digital, ia tetap bersikukuh dengan kamera non-digital buatannya. Kodak masih tetap merasa aman sehingga tak ingin berubah.
Hingga akhirnya, Fujifilm makin mengembangkan usahanya dengan menyediakan laboratorium, percetakan, dan masih banyak lagi. Setelah itu, secara perlahan, Kodak mulai ditinggalkan. Sedangkan Fujifilm dengan sejumlah inovasinya terus bertahan sampai hari ini.
Tak hanya itu, Kasali juga memberikan perspektif lain dari perusahaan Amazon. Perusahaan tersebut masih mampu bertahan hingga hari ini sebab para pekerjanya jeli dengan perubahan zaman. Sehingga mereka pun mengambil langkah inovasi demi terus bertahan. Pun perusahaan sekelas Amazon butuh 20 tahun untuk memenangkan pertarungan antara berubah ; perusahaan bisa jadi lebih baik atau mempertahankan produknya yang “itu-itu saja”.
Amazon mulai mengambil langkah perubahan. Yang awalnya hanya menyediakan buku bagi para pelanggannya, kini Amzaon mulai bertransformasi menjadi perusahaan yang menyediakan apa saja. Ditambah inovasi di bidang teknologi. Dari situ, semua orang di dunia ini bisa mengakses produk yang ditawarkan Amazon. Tentu saja, jika pelanggan tersebut memiliki jaringan internet yang bagus, hehehe.
Berkaca dari beberapa contoh kasus itu, perasaan ingin terus berinovasi dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik, terus bergejolak dalam diri. Terlebih, ini masih awal tahun sehingga sejumlah daftar perubahan yang ingin dilakukan telah disiapkan. Anda juga pasti punya sejumlah daftar resolusi, bukan?
Tetaplah jaga dan benar-benar melaksanakannya. Tenang saja, manusia memang perlu bertransformasi. Sebab perubahan sekecil apapun dibutuhkan oleh saya, kamu, dan kita. Pada akhirnya, pilihan yang harus dipilih tersisa dua ; berubah atau punah.
Khintan
Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Departemen Sastra Inggris
Redaktur Pelaksana Pk identitas
Discussion about this post