Hari kedua pelaksanaan Communication Fair 2018 oleh Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Kosmik) Universitas Hasanuddin digelar di dua tempat. Yaitu di Aula Prof Syukur Abdullah (Fisip) dan Aula Prof Mattulada (FIB).
Salah satu kegiatan yang dilaksanakan di Aula Prof Syukur Abdullah yaitu Anchor Competition yang diikuti oleh 52 peserta dari berbagai instansi yang ada di Makassar. Kompetisi ini hadiri oleh juri dari berbagai media yaitu David Rizal (Presenter SCTV), Gibran Muhammad (Presenter Kompas TV) dan Muhtar Lutfi (Koordinator Presenter Celebes TV)
Salah satu peserta mengungkapkan banyak pelajaran yang ia temukan dalam kegiatan ini.
“Ini adalah acara yang menarik. Saya banyak belajar dari sini, bertemu dengan teman-teman peserta dan juri yang hebat-hebat dan selalu mengajari saya dengan baik,”ujar Peserta asal Polimas LP3I Tamalanrea, Mitahul Jannah, Selasa (6/2).
Lebih lanjut ia berharap agar acara Kosmik tidak berhenti sampai di sini, publikasi dan sosialisasi juga sebaiknya lebih luas lagi agar peserta ke depannya lebih banyak.
Di sisi lain, peserta yang menaruh minat lebih mengenai fotografi mulai memadati Talkshow Witness by Picture yang dimoderatori oleh Hariandy Hafid. Talkshow fotografi ini mengundang dua narasumber yang kompeten dibidangnya, yakni Yusuf Ahmad dan Adek Berry di Aula Prof Mattulada.
Yusuf Ahmad menjelaskan bahwa foto dokumenter murni untuk kegiatan tertentu yang kemudian berkembang menjadi fotografi jurnalistik, jika nantinya dipiblikasi ke media. Fungsi foto dokumenter adalah untuk mendokumentasikan yang disajikan dengan gaya jurnalistik dan artistik.
“Foto dokumenter sifatnya lama atau panjang, tidak terikat pada waktu sedangkan foto story adalah foto yang menceritakan sebuah peristiwa dan satu masa saja, dan untuk foto esai, narasi dianggap sebagai hal yang mutlak,” jelasnya.
Lebih lanjut ia menceritakan pengalamannya mengambil foto dokumenter pada suku Bajo yang memakan waktu lama dan sampai saat ini masih dalam pengerjaan.
“Kita harus kerjakan apa yang kita sukai misalnya budaya seperi Suku Bajo. Selanjutnya menjadi fotografer dokumenter sebaiknya kita meriset terlebih dahulu, meminta izin dan melakukan persiapan yang baik sebelum turun untuk foto,”tambahnya.
Pekerjaan jurnalistik adalah untuk umum, sambungnnya, siapapun bisa mengambilnya. Itulah bedanya kita dengan fotografer amatir adalah etika yang kita pegang dengan baik dan tidak memanipulasi foto.
Adek Berry menampilkan foto-foto jurnalistik suatu peristiwa, kemudian melanjutkan penjelasannya tentang pentingnya kekuatan konsep dan narasi seorang fotografer yang tentunya perlu waktu dan kemauan yang kuat bukan karena budgetnya.
“Dewasa ini fotografer sudah banyak, teknologi sudah canggih tapi sebagai fotografer yang baik harus punya kredibilitas, dan tentunya jujur tidak membuat-membuat foto hoax dan semacamnya hanya untuk mendapatkan pujian. Karena semuanya harus dimulai step by step, tidak instan dan hati-hati” tutupnya.
Reporter: Lestari (Panitia Comm Fair 2018)