Indonesia tengah berduka. Pesawat Lion Air JT 610 tujuan Jakarta-Pangkalpinang sempat hilang kontak dan akhirnya diketahui jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat. Pesawat ini lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta, Senin 29 Oktober 2018 pukul 6.20 WIB.
Setelah kabar jatuhnya pesawat Lion Air JT 610, SAR gabungan lantas melakukan pencarian korban dan badan pesawat. Informasi terakhir, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menemukan bagian pesawat terbang paling krusial yang bisa menjadi jawaban atas penyebab kecelakaan, black box, Rabu (31/9).
Di balik peristiwa itu, terdapat sosok alumni Unhas yang berperan penting dalam penemuan black box. Dia adalah Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT, Dr M Ilyas ST MSc. Ia diketahui alumni mahasiswa Ilmu Kelautan Unhas angkatan pertama, tepatnya tahun 1988.
Selama kuliah, putra kelahiran Limbung, Gowa ini aktif di berbagai organisasi kampus. Di antaranya, Himpunan Mahasiswa Kelautan Unhas, Badan Perwakilan Mahasiswa, Senat Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan, Senat Mahasiswa Universitas Hasanuddin, dan Himpunan Mahasiswa Islam.
“Saya aktivis tulen, IPK 2.77, tapi banyak berorganisasi. Hidup di kampus dan menjadi mahasiswa dengan hidup yang sangat sederhana,” katanya saat reporter identitas menghubungi Ilyas via pesan WhatsApp.
Lelaki yang menyelesaikan studi doktornya di Ehime University Jepang ini pun diamanahkan menjadi kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT sejak tahun 2016. Dan kini bersama Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) berhasil menemukan pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di Perairan Tanjung Karawang.
Ilyas pun lalu menjelaskan soal kronologi pencarian black box di Perairan Tanjung Karawang. Ia mengatakan, BPPT menggunakan teknologi survei laut berintegritas. Di antaranya, Multibeam Echosounder KR BJ I yang mampu memberikan dua data sekaligus, berupa data bathymetri dan data image (back scattering layer).
“Hasil analisis data tersebut menjadi referensi untuk melakukan pencarian black box dengan pinger locator milik maupun transponder/USBL untuk memastikan keberadaannya di dasar laut,” lanjutnya dalam pesan via WhatsApp.
Esok harinya setelah ada indikasi lokasi black box, BPPT lalu menggunakan alat Remotely Operated Vehicle (ROV) untuk memastikan keberadaan black box tersebut.
“Dilakukan pengecekan dengan ROV untuk memastikan objek maupun black box ataupun dengan penyelaman. Setelah itu, pengolahan dan analisis data kami lakukan secara onboard di kapal untuk memastikan temuan-temuan suspect. Baik data Mbeam, SSS, Pinger Locator maupun hasil visual ROV,” jelasnya.
Sri Hadriana