Gema Pemilihan Umum (Pemilu) kian menderu. Para Calon Legislatif (Caleg) di daerah pilihannya masing-masing mulai sibuk memasang poster sana sini. Tandanya kampanye legislatif sebentar lagi akan diadakan. Begitupun Pemilu Presiden RI Indonesia yang akan serentak dilaksanakan pada Rabu, 17 April 2019 nanti. Mulai dari memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Provinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kabupaten/Kota.
Bertempat di Gedung Ipteks Unhas (24/10) Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan “KPU goes to campus” untuk mensosialisasikan kegiatan Pemilihan Umum (Pemilu) bagi pemilih pemula. Kegiatan ini juga selain menambah wawasan mahasiswa terkait Pemilu, juga berharap dapat mengurangi sikap apatis generasi yang dengan cara memilih Golongan Putih (Golput). Lebih lanjut, berikut kutipan wawancara reporter identitas Wandi Janwar dengan Ketua KPU Sulawesi Selatan, Mizna M Attas.
Apa penyebab Golput dalam Pemilu?
Ada beberapa alasan penyebab kurangnya partisipasi masyarakat Indonesia dalam Pemilu, diantaranya Calon Legeslatif (Caleg), Calon Presiden (Capres) dan Wakil Presiden (Cawapres) kurang berkenan di hati pemilih. Selain itu, mindset masyarakat terhadap figur yang terpilih di periode sebelumnya tidak membawa perubahan selama masa kepemimpinannya. Sehingga masyarakat malas untuk memilih di periode selanjutnya. Pemilu juga tidak diprioritaskan lagi dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman masyarakat bahwa memilih perwakilan di kursi pemerintahan adalah sebuah hak saja dan bukan tanggung jawab.
Bagaimana strategi KPU dalam mengurangi Golput pada Pemilu 2019?
Untuk strategi saya sendiri salah satunya menginisiasi kegiatan KPU di beberapa kampus. Strateginya bukan hanya dari KPU Republik Indonesia (RI), Kabupaten/Kota dan Provinsi saja. Tetapi Pengembangan Kawasan Permukiman Pedesaan Strategis (PKPPS) juga melakukan sosialisasi.
Kita harapkan kegiatan seperti ini tidak berujung di Unhas saja. Kami akan menindaklanjuti ke kampus-kampus yang lain. KPU RI bekerjasama dengan beberapa kampus-kampus yang menyelenggarakan program S2 untuk tata kelola Pemilu. Kami juga menargetkan 77,5% pemilih salurkan hak suara di tahun 2019.
Bagaimana peran mahasiswa dalam menyongsong kelancaran Pemilu nantinya?
Mahasiswa ini adalah kelompok yang sangat strategis untuk melakukan pendidikan pemilih, kepada semua pemilih-pemilih yang lain. Kalau ada hal yang bertentangan dengan asas-asas Pemilu, mahasiswa boleh mengambil peran untuk menyoalkan hal-hal tersebut.
Mahasiswa juga termasuk paling rajin dalam meneriakkan Golput. Bagaimna tanggapan Anda terkait hal tersebut?
Ya, janganlah Golput! Janganlah menyalahgunakan, kata Golput itu adalah golongan baik-baik. Kalau yang jelek-jelek itu seharusnya dikatakan golongan hitam. Melihat antusiasme pemuda di Makassar sudah memenuhi titik secara umum. Pemilu di Sulawesi itu sudah diapresiasi dari banyak kalangan, pemerintah sudah memberikan posisi terbaik ketiga di Indonesia, sebagai Pemilu terbaik di tingkat kepala daerah. Partisipasi pemuda, saya kira itu menjadi bagian dari semua elemen masyarakat yang tergabung dalam pemilih. Nampaknya Pemilu kita lebih cerdas dari waktu ke waktu walau tidak bisa dipungkiri makin pragmatis juga.
Untuk mahasiswa luar daerah Makassar, bagaimana KPU dalam menyediakan Pemilu bagi mahasiswa perantau?
KPU memiliki program pindah memilih. Jadi bagi mereka yang berasal dari luar daerah dan ingin ikut Pemilu di daerah tempat tinggalnya sementara bisa mengajukan ke pemerintah sekitar. Adapun syarat bagi mereka yang ingin mengajukan program ini adalah sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Adapun mekanisme pindah memilih bagi pemilih yang sudah terdaftar di DPT, melapor ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau KPU Kabupaten/Kota tempat asal. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan surat pemberitahuan pindah memilih. Dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-El) dan salinan bukti sudah mendaftar sebagai pemilih dalam DPT. Pelaporan itu dilakukan paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara nantinya.
Apa yang perlu diperhatikan mahasiswa dalam menghadapi tahun politik?
Harus tahan dari godaan dan tidak terjebak pada politik pragmatis. Dan harus menjadi pemilih-pemilih yang independen dan bebas menentukan hak pilihnya masing-masing, berdasarkan kualitas dari orang-orang yang akan dipilih. Pilihlah yang terbaik!
Bagaimana langkah pemerintah dalam menangani kasus politik uang?
Kita menghimbau kepada peserta pemilu dengan melakukan sosialisasi. Namun kalau hanya KPU yang melakukan tentu tidak bisa. Kita harus berjejaring dengan berbagai kalangan. Mahasiswa merupakan pejuang di ujung tombak anti politik uang. Seperti yang disampaikan tadi di dalam acara, bagaimana penyebaran ujaran kebencian atau kebohongan-kebohongan kepada publik kita harus bergandengan tangan untuk hal itu.
Harapan Anda terkait Pemilu 2019 nantinya?
Marilah kita bekerja sama semua, bukan hanya Bawaslu dan DKPP, tapi semua bekerjasama menyukseskan Pemilu serentak di tahun 2019.
Wandi Janwar