Di masa lampau, Islam diketahui menyebar melalui perdagangan. Sebagaimana yang biasa ditemukan di buku-buku mata pelajaran sejarah. Namun, buku ini tidak akan membahas Islam dari sisi itu, melainkan Islam yang disebarkan melalui karya sastra.
Penulis, Dr Andi Muhammad Akhmar, meneliti soal islamisasi suku Bugis melalui mahakarya La Galigo. Karya sastra ini merupakan epik-mitologis yang berasal dari zaman pra-Islam. Isinya tentang dunia dan penciptaan manusia atau asal-usul manusia pertama yang mendiami dunia. La Galigo disajikan dalam bentuk cerita bersyair, epik, atau puisi wiracarita.
Melalui karya itu diketahui bahwa sebelum Islam diterima secara formal oleh kerajaan Bugis di Sulawesi Selatan, orang Bugis pada umumnya menganut sebuah kepercayaan. Kepercayaan itu dikenal dengan nama kepercayaan terhadap Déwata Séuwaé (Déwata yang tunggal), To Palanroé (Khalik), dan Patotoqoé (Penentu Nasib).
Kemudian Islam datang dan menggunakan warisan sastra Bugis kuno tersebut sebagai media untuk menyampaikan misinya. Dampak yang pertama terlihat yaitu dalam komposisi baris-baris La Galigo versi Bottinna I La Déwata Sibawa Wé Attaweq (BDA). Di dalam naskah itu terdapat doa dalam bahasa Arab, ayat alquran, dan nama-nama Allah atau Asmaul Husna.
Meski begitu, kehadiran unsur Islam dalam La Galigo versi BDA tidak menggeser keberadaan kepercayaan lama, melainkan disajikan secara berdampingan. Hal seperti ini menunjukkan kreativitas penyair dalam memanfaatkan sastra yang telah mapan pada komunitas Bugis untuk misi pengislaman. Islamisasi yang menggunakan sastra sebagai medianya tersebut memakai pendekatan kompromis. Para penganjur Islam saat itu menyadari bahwa sangat tidak mudah untuk mengganti suatu kepercayaan yang telah lama bersenyawa dalam jiwa suatu masyarakat.
Langkah awal islamisasi Bugis ini adalah menggeser konsep kepercayaan kepada Déwata Séuwaé (Tuhan Yang Maha Esa), dengan konsep Allah Subhanahu Wa Taala melalui ajaran-ajaran tauhid. Unsur-unsur Islam dalam teks La Galigo versi BDA, memperlihatkan gejala terjadinya kontak dua kebudayaan. Antara kebudayaan Bugis di Sulawesi Selatan dengan Islam yang datang dari kawasan Asia Barat. Sehingga bugisasi Islam juga terjadi. Salah satu bentuk bugisasi Islam adalah penyebutan Déwata Séuwaé untuk Allah Subhanahu Wa Taala.
Memang ada perbedaan antara konsep tuhan dalam kepercayaan Bugis kuno dengan Islam. Akan tetapi, sebagai langkah awal penerimaan Islam dikalangan orang Bugis, mungkin cara seperti itu lebih efektif. Selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam itu sendiri. Sejumlah bentuk Bugisasi Islam yang tercermin dalam La Galigo versi BDA diuraikan di dalam buku ini.
Selain itu, buku yang merupakan hasil disertasi Akhmar ini dilengkapi dengan puisi-puisi dari teks La Galigo beserta terjemahannya. Buku setebal 566 halaman tersebut juga sangat kaya akan teori-teori kebudayaan Bugis dan sastra. Namun masih terdapat beberapa kesalahan pengetikan. Di antaranya kata deskrisi pada halaman tujuh, semestinya deskripsi. Kemudian kata teritama pada halaman sebelas, yang seharusnya tertulis terutama.
Kesalahan penulisan semacam itu terkadang mengganggu fokus pembaca. Sehingga ada baiknya, kesalahan serupa diminimalisir dalam sebuah karya berupa buku. Meski begitu, buku ini sangat cocok bagi Anda yang sedang melakukan penelitian terhadap teks La Galigo versi BDA. Juga bagi Anda yang penasaran dan ingin menambah wawasan terkait sejarah dan kebudayaan suku Bugis. Selamat membaca.
Judul : “Islamisasi Bugis : Kajian Sastra Atas La Galigo Versi Bottinna I La Déwata Sibawa Wé Attaweq”
Penulis : Dr. Andi Muhammad Akhmar, S.S., M. Hum.
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Jumlah halaman : xvi + 566 halaman
Cetakan : Pertama, September 2018
Alfianny Maulina