Don’t die before you go to Toraja.
Toraja is a piece of heaven.
Ungkapan itu sering dilontarkan Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Prof Stanislaus Sandarupa. Lelaki kelahiran Makale, 9 Oktober 1956 ini lahir, belajar, meneliti dan menjadi budayawan Toraja. Lulusan Sastra Inggris Unhas (1982-1987) tersebut seakan telah menjatuhkan seluruh hatinya untuk Toraja. Terang saja, setiap penelitian yang ia tulis tak pernah jauh dari bahasan soal Toraja. Semisal, untuk gelar S1, dia menganalisis ucapan-ucapan Toma’kayo, pemimpin ritual di kampung-kampung Toraja.
Dilansir dari Wikipedia, ia menyelesaikan studi master jurusan Linguistik di University of Chicago berkat beasiswa Fulbright dari pemerintah Amerika Serikat. Lagi, Toraja menjadi bahan kajiannya dalam menulis tesis. Tesis tersebut kemudian diberi judul Tropes, Simbolisme, Struktur Retoris, Struktur Paralelisme dan Paralelisme Struktur di Toraja.
Tak berhenti sampai di situ, Stanis mendapat tawaran dari Ford Foundation untuk ikut program doktoral antropologilinguistik di Uniersity of Chicago tahun 1993. Dalam disertasinya, Stanis membahas mengenai ritual Rambu Solo’. Ritual itu dilakukan penganut Aluk Todolo, agama leluhur nenek moyang suku Toraja.
Tak hanya tulisan ilmiah, buku yang ia tulis pun semua topiknya soal Toraja. Di antaranya; Pemerkosaan Nilai-nilai Budaya Toraja, Tradisi Lisan dan Kearifan Lokal Toraja, Toraja Kota Orang Hidup yang Mati, Hilangnya Bahasa Politik yang Puitik, Torajan Architecture: Order in Symbolic Design, Toraja’s Ancestral ’Tau-tau’ Figures, dan Life and Death in Toraja.
Buku pertama Stanis berjudul Life and Death in Toraja sangat membantu para pemandu wisata dalam menjelaskan dan mempromosikan budaya Tana Toraja. Buku itu terbit tahun 1996.
Bukan hanya buku, dosen yang dulunya mengajar di program magister dan doktoral linguistik FIB Unhas ini juga aktif menulis artikel. Salah satunya, tulisan yang menyoroti peran budaya dalam pembangunan karakter bangsa dari sudut pandang Tallu Lolona. Tallu Lolona berarti tiga kehidupan. Hal itu merupakan kepercayaan masyarakat Toraja.
Tiga kehidupan itu meliputi Manusia atau Lolo Tau, hewan atau Lolo Patuoan dan tanaman atau Lolo Tananan. Hal ini memberikan penjelasan adanya relasi yang harmonis antara sesama manusia, hewan dan lingkungan.
Lebih lanjut, dilansir dari artikel Sandarupa, Stanislaus. 2014. Kebudayaan Toraja Modal Bangsa, Milik Dunia. Jurnal Unpad Sosiohumaniora. Volume 16: 3-6 bahwa pemikiran Tallu Lolona ini tidak tersampaikan di tingkat nasional. Oleh sebab itu, hubungan antara manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam tidak harmonis. Eksploitasi alam, perusakan hutan, pembunuhan dan perbudakan terjadi di mana-mana. Dan korupsi, kolusi dan nepotisme tidak dapat lagi dibendung. Hal tersebut terjadi karena kearifan lokal tidak dipraktikkan dalam budaya nasional.
Kecintaannya terhadap Toraja tidak hanya mengantarkan Stanis untuk memperoleh gelar tertinggi dalam pendidikan. Tetapi juga popularitas dan berhasil memperkenalkan kecintaannya, Toraja, kepada warga dunia. Berdasarkan bundel identitas edisi awal Mei 2015, Stanis mendapatkan tawaran dari TV5 Perancis untuk memperkenalkan budaya Toraja. Kemudian menyusul TV luar negeri lain seperti TV BBC dan TV FOX.
Dirikan Sejumlah Tempat Usaha
Menurut Wikipedia, dari pertualangan menerjemahkan 20 film dokumenter berbahasa Toraja ke bahasa Inggris dan bahasa Perancis, Stanis dapat mendirikan Toraja Indonesia (Torindo) Tours dan Travel. Bisnis tersebut bertujuan mempermudah wisatawan atau akademisi yang berminat menjelajahi dan memperlajari budaya suku Toraja.
Usaha Travel Torindo mulai dibuka tahun 1998. Travel Torindo pada masanya identik dengan penyambutan tamu menggunakan welcome dance dan pemberian makanan adat di lumbung dengan memakai sarung. Tidak ketinggalan kebiasaan Stanis ketika akan diskusi dan memberikan informasi kepada turis. Ia akan selalu mengatakan Don’t die before you go to Toraja. Toraja is a piece of heaven.
“Setiap tur, ayah akan selalu mengatakan kata-kata tersebut kepada para wisatawan dari mancanegara agar mereka tertarik dan mau mengunjungi Toraja,” ungkap Dirk Sandarupa, anak kedua Stanis saat dihubungi via Whatshapp September 2018.
Selain Torindo Tours dan Travel yang masih aktif sampai sekarang. Stanis juga membangun Rumah Makan Arum Pala yang terletak di jalan poros Makassar-Toraja. Rumah makan tersebut masih bisa ditemukan bila hendak ke Toraja. Ia juga didirikan dari upah Stanis menerjemahkan bahasa Toraja ke bahasa Inggris.
Semasa hidup segala aktivitas bisnisnya, selalu mengikut sertakan keluarga. Mulai dari bisnis travel, warung internet dan bisnis warung makan.
Stanis dalam Ingatan Keluarga
Bagi keluarga, sosok yang pernah menjabat ketua Program Studi Doktor Linguistik Unhas ini merupakan laki-laki yang menginspirasi. Hal itu didasari atas ketekunan, kerja keras, kecintaan dan kesabaran yang ia miliki hingga mampu meraih segala cita-cita dan keinginannya.
Lalu, di mata anaknya, Stanius tidak senang ikut berbelanja ke Mall. Sebab ia lebih memilih menghabiskan waktu dengan membaca buku, menonton berita dan menulis.
“Dari kami kecil pun, yang lebih banyak menemani untuk berbelanja adalah ibu. Ayah lebih senang di rumah, menulis atau menonton berita ketimbang diajak berbelanja meskipun untuk hanya sekedar refreshing,”ujar anak kedua Stanis, Dirk Sandarupa.
Prof Stanis meninggal dunia pada 18 Januari 2016 di Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar. Walaupun Dosen yang dulunya aktif mengajar di FIB Unhas sudah tidak ada, namun ia akan tetap diingat dengan tulisan dan bisnisnya untuk Toraja.
Arisal