Berkah letak astronomis Indonesia yang dilewati garis khatulistiwa adalah cahaya matahari yang berlimpah. Cahaya matahari dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif atau terbarukan. Misalnya, mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik memakai sistem panel surya.
Hal itulah yang dilakukan Prof Dr Syafaruddin ST M Eng. Dosen Teknik Elektro itu mengembangkan “Sistem Pendingin Udara dengan Energi Matahari.” Ia menciptakan pendingin udara dengan memanfaatkan cahaya matahari sebagai sumber energi alternatif agar hemat listrik dan ramah lingkungan.
“Energi matahari ini mempunyai potensi energi yang sangat besar untuk dimanfaatkan baik untuk sistem energi listrik, sistem pemanasan dan pengeringan serta sistem pendinginan udara,” jelas Prof Syafaruddin kepada identitas via email, Rabu (15/5).
Awalnya, alat ini merupakan pengembangan proyek skripsi mahasiswa teknik elektro yang mengambil topik penelitian aplikasi sistem photovoltaic-thermal (PV-T) pada tahun 2017. Topik penelitian itu kemudian dikembangkan Prof Syafaruddin bersama mahasiswanya, yang hasilnya menjadi konsep pendingin udara ini.
Pengerjaan proyek alat ini mendapat dana pengembangan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melalui skema penelitian terapan unggulan perguruan tinggi tahun 2017-2018 dengan topik sistem PV-T. Penelitian ini juga telah terpublikasi pada jurnal internasional, dapat ditemukan di jurnal: ICIC Express Letters, Part B: Applications, Vol. 9, No. 12, pp. 1223-1231, December 2018 dengan judul: ‘Application of Photovoltaic-Thermal (PV-T) Power for Cooling Systems’.
Selain itu, alat pendingin udara ini juga telah mendapat paten yang terdaftar pada tahun 2018, dengan nomor registrasi P15201801. Judul paten untuk alat pendingin udara ini ialah: ‘Sistem Pendingin Udara dengan Energi Matahari’.
Material dan peralatan yang digunakan untuk sistem pendingin udara dengan energi matahari terbagi atas keperluan desain konstruksi dan pengopersian sistem pendingin. Untuk konstruksi sistem pendingin dibutuhkan masing-masing satu buah panel surya 50 Wp dan alat-alat lainnya.
Prinsip kerja alat pendingin udara ini, yang pertama ialah panel surya mengekstraksi energi panas pada bagian belakang permukaan modul. Kemudian energi panas yang telah terkumpul pada kotak ekstraksi akan dimanfaatkan untuk memanaskan air yang lewat melalui pipa tembaga yang terpasang dalam kotak ekstraksi. Air panas yang diperoleh kemudian dialirkan ke tangki pemanas sehingga memanaskan refrigerant cair dan membuat cairan pendingin ini menguap.
Refrigerant yang menguap kemudian akan dihisap menuju ke tangki pendingin, kemudian pada tangki pendingin refrigerant akan mengalami penurunan suhu dan mengalami proses pengembunan. Penurunan suhu yang terjadi pada tangki pendingin akan dimanfaatkan untuk mendinginkan air yang dialirkan dari tangki pendingin menuju ruangan.
Dalam ruangan digunakan evaporator untuk menampung hawa dingin pada air yang mengalir untuk selanjutnya dihembuskan ke ruangan sehingga menyebabkan ruangan mengalami penurunan suhu. Siklus tersebut akan terus bekerja secara terus menerus untuk membuat suhu udara dalam ruangan menjadi lebih dingin.
Adapun kelebihan alat ini dibanding dengan pendingin ruangan konvensional adalah; dalam alat ini panel surya mengekstraksi energi panas matahari melalui permukaan bawahnya untuk memanaskan cairan pendingin (refrigerant), kemudian di saat yang bersamaan sirkulasi udara panas dan dingin serta kinerja kompressor dan kontrolernya mendapatkan suplai daya listrik dari energi keluaran panel surya.
“Proses alat ini jelas hemat listrik dan ramah lingkungan dibanding AC konvesional yang energi listriknya mengkonsumsi energi listrik sangat tinggi terutama konsumsi daya reaktif untuk menggerakkan motor-motor kompressor udara dan energi listrik untuk memanaskan cairan pendingin udara pada sistem AC,” ujar Prof Syafaruddin.
Sementara kekurangan alat ini dapat dilihat pada penurunan suhu ruang sebagai hasil kinerja alat ini belum maksimal meskipun dapat diperoleh kenyamanan suhu ruang. Hal ini disebabkan kita belum meningkatkan tekanan kinerja kompressor karena ini tentu membutuhkan energi yang lebih besar sementara sumber energi listrik yang kita gunakan masih berasal dari energi keluaran panel surya.
“Perlu dipikirkan untuk mendesain kompressor berdaya tekan tinggi namun dengan konsumsi daya listrik yang rendah. Dalam hal ini peranan teknologi elektronika daya akan sangat membantu untuk mewujudkan kinerja kompressor yang diinginkan,” terangnya.
Meskipun kemanfaatan alat ini secara luas belum kelihatan karena tahapan yang diperoleh masih dalam tahap prototype. Namun Prof Syafaruddin mengatakan kedepannya dibutuhkan komponen alat yang lebih bagus kualitasnya seperti, kompresor dan cairan pendingin untuk mendukung efisiensi dan efektifitas kinerja alat pendingin ini sambil terus mendalami thermodinamika yang lebih komprehensif.
“Penurunan suhu lebih rendah tentu sangat dibutuhkan, yang tentu didukung oleh kinerja kompressor yang tinggi dan kualitas cairan pendingin, karena penggunaan energi yang ramah lingkungan berbasis energi terbarukan dalam alat pendingin tentu sangat diharapkan di masa depan,” tutupnya.
Muh. Syahrir