Tiga mahasiswa Unhas yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Sosial Humaniora (PKM-PSH), meneliti tentang Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Administrasi Kependudukan (Studi Kasus Kepercayaan Aluk Todolo Toraja).
Mereka adalah Aditya Spadiya Putra (Hukum), Fadya Indira Alfatih (Hukum), dan Fifi Efrilia Defi (Sospol). Di bawah bimbingan Amaliyah SH MH, mereka berhasil mendapat pendanaan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Penelitian yang dilaksanakan selama lima hari tersebut, mengumpulkan data dengan indepth interview. Mereka juga melakukan observasi langsung untuk mengetahui ajaran Aluk Todolo yang merupakan agama atau kepercayaan tertua di Tana Toraja.
Aluk Todolo atau Alukta merupakan aturan tata hidup yang telah dimiliki sejak dahulu oleh masyarakat Suku Toraja, Sulawesi Selatan. Aturan tersebut berkenaan dengan sistem pemerintahan, sistem kemasyarakatan, dan sistem kepercayaan.
Dalam hal keyakinan, penduduk Suku Toraja percaya kepada satu Dewa yang tunggal. Dewa itu disebut dengan istilah Puang Matua (Tuhan yang maha mulia).
Kebijakan enam agama yang diakui negara, menyebabkan warga terpaksa menerima pengisian kolom agama yang tidak sesuai dengan keyakinannya. Para penghayat Kepercayaan Aluk Todolo, ‘dipaksa’ untuk menerima identitas agama yang tidak mereka anut, yakni agama Hindu.
Bagi mereka yang menolak enam agama yang diakui, terpaksa tidak memiliki identitas. Padahal Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) menjadi syarat dari setiap tindakan administrasi dan hukum di Indonesia.
“Dalam sanubari kami sebagai penganut Aluk Todolo sama saja dengan mereka. Aluk Todolo mempunyai keyakinan dan percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan dewa-dewanya. Kami percaya bahwa Puang Matua adalah pencipta segalanya” Ujar Tato’ Dena, salah seorag penduduk.
Sejak 2016 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan No. 97/PUU-XIV/2016, yang memberikan angin segar kepada Aluk Todolo karena keberadaannya telah diakui oleh negara dan setara dengan agama lain. Tetapi pada faktanya, ketika tim melakukan observasi di Tana Toraja, mayoritas penganut Aluk Todolo masih tetap bernaung dibawah payung hukum agama Hindu.
“Tim PKM kami melakukan pengumpulan data di daerah Ke’te Kesu’ untuk memberikan pemahaman kepada penganut Aluk Todolo, mengenai keberadaan mereka yang telah diakui oleh negara,” papar Fadya, salah seorang anggota tim.
Amaliyah menambahkan, dengan keluarnya putusan MK tersebut maka eksistensi Aluk Todolo dan kepercayaan lainnya di Indonesia, akan dapat dilestarikan dan menjadi hak melekat bagi pemeluknya,” tutupnya.
Citizen Reporter