Saat menuju Kantor Bupati Kabupaten Belu, mahasiswa KKN Tematik Atambua Unhas gelombang 102 disambut dengan pamandangan alam yang terhampar luas. Karena kantor bupati berada di ketinggian, tidak hanya pemandangan alam dari sisi kiri dan kanan, di kejauhan juga tampak suasana wilayah tersebut.
Memasuki kawasan kantor, tampak pula gedung-gedung berwarna putih yang tertata rapi. Tepat di belakang kibaran bendera merah putih. Bangunan tersebut terlihat unik, memperlihatkan bangunan khas Nusa Tenggara Timur (NTT). Patung Komodo raksasa ikon NTT pun tak kalah menarik dipandang mata.
Berjumlah 36 mahasiswa Unhas dari delapan fakultas, didampingi oleh Muh. Ashry Sallatu selaku supervisior. Senin, pukul 10:00 pagi waktu setempat, peserta KKN melakukan tatap muka dengan pemerintah Kabupaten Belu. Dalam sambutan tersebut hadir Wakil Bupati J T Ose Luan mewakili Bupati Belu dan Januaria, koordinator Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD). Selain itu juga hadir dari pemerintah kecamatan dan desa yang akan ditempati oleh mahasiswa KKN Tematik Atambua.
Di awal sambutannya, Ose Luan menceritrakan sejarah serta makna dari nama kabupaten “Belu”. Kabupaten yang terletak di perbatasan Timor Leste ini dulunya dihuni oleh empat suku antaranya Tetun, Buna, Kemak, dan Dawan yang saat ini masuk di daerah Kabupaten Malaka. Nilai kebersamaan, kekerabatan, persaudaraan menjadi nilai yang di pegang oleh empat suku itu. Sehinga, diberilah nama wilayah tersebut, Kabupaten Belu, yang berarti sahabat.
“Di kabupaten pinggiran ini kami terdiri dari banyak perbedaan, suku, bahasa, budaya. Perbedaan yang hampa dan kosong inilah yang menjadi satu kesatuan, menghimpun kami dalam suatu kekuatan dengan berdasarkan Pancasila. Itulah sebabnya kabupaten ini dinamai Kabupaten Belu,” jelas Wakil Bupati yang kerab di sapa Ose Luan.
Dalam sambutan singkat tersebut, ia betul-betul merincikan gambaran yang akan dihadapi mahasiswa Unhas selama mengabdi satu bulan kedepan. Tidak hanya memperkenalkan budaya masyarakatnya, ia juga menjelaskan nilai toleransi antar agama yang digenggam kuat setiap warganya.
Benar adanya, provinsi dengan mayoritas non-muslim ini sangat menjunjung tinggi nilai toleransi. Menghargai setiap perbedaan agama. Sehingga, kini NTT mempunyai makna khusus yaitu Nusa Toleransi Terbaik.
“Kami memang ada di pinggiran, tapi pinggiran yang cinta Indonesia, cinta merah putih. Perbedaan adalah kekuatan kami,” pungkasnya, Senin (1/7/2019).
Setelah ditutup dengan penyerahan cendra mata antar Unhas dan pemerintah kabupaten Belu, mahasiswa Unhas langsung menuju ke posko masing-masing. Posko terbagi atas empat bagian, dua posko berada di Kecamatan Kakuluk Mesak (Desa Jenilu dan Kenebibi). Dua lainnya berpusat di desa Silawan Kecamatan Tasifeto Timur tepat di perbatasan Timor Leste.
Penulis: Renita Pausi Ardila
Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris, yang juga peserta KKN Tematik Atambua, NTT.