Di rumah paling rimbun di Desa Bontonompo Kabupaten Gowa ini, Anda akan berliterasi, belajar budaya dan melihat swadaya konservasi flora dan fauna endemik Sulawesi. Dermawan Denassa termangu melihat kampung halamannya, Borongtala, Kabupaten Gowa. Pohon-pohon yang menjadi tempat bermain bersama kawannya sewaktu kecil lenyap ditebang untuk lokasi perumahan baru. Hal itu terjadi sewaktu Denassa, begitu ia disapa, masih menyandang status mahasiswa Fakultas Sastra Unhas tahun 1999.Setelah menyelesaikan studi tahun 2002 dan menjadi dosen lepas Unhas, Denassa pulang kampung lagi. Kali ini, dia terpanggil untuk membuat perubahan di lingkungan sekitarnya. Ia memulai dengan menanam beberapa pohon di tanah warisan orang tua. Kemudian mendirikan swadaya ekowisata Rumah Hijau Denassa (RHD), Januari 2007. Rumah bata bercat putih itu berjarak 300 meter dari jalan poros Makassar-Gowa.Seiring berjalannya waktu, RHD yang berdiri di tanah seluas 1,1 hektar kini dipenuhi flora dan fauna langka dan endemik Sulawesi Selatan (Sulsel). Masih ada 517 tanaman dan bibit yang belum ditanam sampai saat ini. Denassa juga membuat ekosistem buatan dan menyediakan makanan dan minuman khusus bagi fauna yang hidup di RHD. Hewan penghuni RHD antara lain; Burung Maleo (Macrocephalon maleo), Burung Cilepuk, Burung Perkici, Burung Pelatuk Sulawesi, dan Burung Sikatan Burrata (Cyorniss). Ada juga semut, tikus bawakaraeng, cicak terbang, jenis-jenis ulat, kupu-kupu dan laba-laba.Terkadang, Denassa merasa miris dengan tindakan sebagian warga Makassar yang masih memburu bahkan menembaki hewan endemik Sulsel, semisal Burung Kacamata. “Sayangnya, orang Makassar tidak tahu, bahkan ada yang menembaki,” ucapnya.Berkat ketekunan dan kecintaannya dalam merawat flora dan fauna tersebut, RHD akhirnya berkembang menjadi tempat study trip, belajar soal budaya Makassar dan rujukan bagi peneliti. “Alhamdullilah, salah satu impian saya agar tempat ini menjadi tujuan study trip, belajar budaya Makassar dan tempat meneliti sudah terlaksana,” ucap bapak dua anak itu.Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa pengunjung yang bertandang ke RHD juga disuguhkan cerita-cerita di balik tanaman dan pohon endemik yang ada di kawasan itu. Contohnya, pohon Aren (Arenga pinnata). Denassa akan memaparkan kaitan antara pohon tersebut dengan budaya warga Makassar kepada pengunjung. Sebagaimana ia menjelaskan hal tersebut kepada identitas saat berkunjung ke RHD.“Menurut kultur orang Makassar, dulu batang pohon aren bisa dijadikan sebagai batang bajak dengan kerbau, karena pohon aren itu kuat tapi lentur. Kemudian, larva yang ada di dalam batang pohon tersebut juga bisa dikonsumsi,” jelasnya.
Swadaya ekowisata yang masih dikelola sendiri oleh Denassa bersama keluarganya ini telah didatangi 69 pengunjung dari mancanegara dan sejumlah warga lokal mulai dari siswa sekolah Paud hingga mahasiswa. Pada tahun 2016 lalu, RHD menjadi rujukan kampung literasi. Tak heran ketika pertama kali memasuki kawasan ini, mata pengunjung akan dimanjakan dengan tumpukan koleksi buku bacaan anak dan buku-buku sastra.
Tak lupa, demi menjaga kelestarian lingkungan Denassa menerapkan beberapa aturan bagi para pengunjung yang datang. Di antaranya, pengunjung tidak boleh membawa bekal dengan wadah plastik. Mereka diwajibkan membawa botol air minum, memakai caping atau topi petani yang sudah disediakan, dan tidak boleh menggangu tanaman dan hewan.
Selain itu, Denassa terus mendorong anak-anaknya merawat dan mencintai RHD serta terus melakukan perencanaan seperti apa RHD 60 tahun mendatang. Lelaki penggiat literasi itu juga telah sering diundang untuk menjadi pembicara dalam seminar bertema lingkungan hidup maupun literasi. Salah satunya, saat Juli 2016 lalu, Denassa diundang menjadi pemateri dan pendamping pada Workshop Royong, Program Revitalisasi Sastra Lisan Royong Berbasis Komunitas.
Tantangan ke depan yang mesti Denassa lewati adalah bagaimana mencari mitra dan peran korporasi maupun pemerintah untuk membantu mengembangkan kawasan ini. Saat ini, RHD membutuhkan ahli agronomi yang mengerti tentang penerapan rotasi tanaman, irigasi dan drainase, pemuliaan tanaman, fisiologi tanaman, klasifikasi tanah, kesuburan tanah, pengendalian gulma dan hama agar konservasi yang digalangnya semakin maksimal.
Kini Denassa tengah menggarap sawah untuk melengkapi kawasannya tersebut. Bagi Anda yang memiliki komunitas, swadaya ekowisata RHD ini dapat menjadi referensi tempat yang asyik untuk belajar soal flora, fauna, dan budaya Makassar.
Muh. Syahrir