Sebagai sejarawan, Edward Lambertus Poelinggomang telah menghasilkan karya yang diterbitkan dalam tiga bahasa, yakni bahasa Indonesia, Inggris dan Belanda. Bukunya yang paling terkenal berjudul Makassar Abad XIX.
Edward Poelinggomang lahir di Kabir, 21 Oktober 1948. Pernah bekerja sebagai dosen sekaligus ketua prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unhas. Selain menjabat sebagai dosen Unhas, ia juga menjabat sebagai dosen pascasarjana UNM.
Dalam hidupnya, Edward telah menempuh pendidikan yang cukup tinggi. Edward meraih gelar sarjana di Universitas Gadjah Mada pada 1980. Setelah itu, ia mengikuti Post Graduate Training for Historian di Leidsche Universited Leiden, Belanda. Kemudian, ia menempuh pendidikan S2 di Universitas Indonesia pada 1984. Edward lalu melanjutkan program doktoralnya di Vrije Universiteit Amsterdam, Belanda pada 1991. Setelah meraih gelar doktoral, ia diundang sebagai professor tamu di Center for Southeast Asia Studies Kyoto University, Jepang.
Walau berasal dari Alor, Nusa Tenggara Timur, tetapi dia sangat paham tentang sejarah Makassar dibandingkan orang-orang Makassar itu sendiri. Ia merupakan seorang historian by training karena telah banyak mempelajari teori, metode, serta kemampuan membaca berbagai dokumen sejarah. Tak hanya fasih berbahasa Belanda, tapi juga bisa memahami bahasa Belanda klasik yang digunakan dalam naskah-naskah lama VOC. Karena bukan orang Makassar, ia dapat lebih jernih dalam memandang setiap kepingan fakta di masa silam.
Di tanah Makassar, Edward dianggap sebagai pencatat sejarah dan menyebarkannya hingga berbagai penjuru tanah air, hingga negeri-negeri jauh. Pada diri Edward, ia merupakan sosok seorang akademisi tulen yang bekerja dengan data dan riset, serta merupakan filosof yang menyatukan semua makna menjadi kearifan dalam memandang zaman.
Buku dan tulisannya menyebar luas dan menginspirasi banyak orang. Publikasinya itu menggema ke banyak titik, menjadi rujukan bagi banyak peneliti, menjadi sekeping kisah masa silam yang membawa pesan untuk masa kini. Sebagai sejarawan, ia bekerja dengan metode yang ketat, namun analisisnya bisa menembus berbagai sekat disiplin ilmu.
Selain menuliskan buku Makassar Abad XIX, ia juga menuliskan buku berjudul Perubahan Politik dan Hubungan Kekuasaan Makassar 1906-1942, Kerajaan Mori: Sejarah dari Sulawesi Tengah, Sejarah dan Budaya Sulawesi Barat, serta Proteksi dan Perdagangan Bebas: Perdagangan Makassar pada abad ke-19. Setiap karyanya, memuat berbagai peristiwa sejarah yang tak diketahui oleh sebagian besar orang.
Salah satu karya terbaik yang ia miliki membahas tentang Makassar. Tapi ia juga menulis banyak topik. Ia tak hanya mendiskusikan bangkit dan jatuhnya imperium Makassar. Ia juga menulis tentang petani garam di Arungkeke. Ia juga dapat menjelaskannya dengan baik mengenai sejarah ruko dan restoran di Makassar yang berawal dari kedatangan bangsa Cina yang tinggal menetap di kota ini. Bahkan ia juga dapat menjelaskan dengan detail pakaian-pakaian yang dikenakan orang Makassar, Melayu, Cina, hingga orang Buton di masa itu.
Orang-orang beranggapan bahwa sejarah hanya membahas peristiwa-peristiwa dalam lingkup yang besar saja. Akan tetapi, ia berhasil keluar dari anggapan banyak orang yang beranggapan demikian, padahal kita juga dapat membahas isu-isu hebat seperti revolusi dan sejenisnya. Buktinya, ia dapat membahas hal-hal kecil, hal-hal biasa, yang seringkali dianggap remeh di berbagai buku sejarah. Ia juga seorang pengkaji ilmu sosial dan ilmu budaya demi memperkuat analisis dan tafsirannya atas dinamika sejarah.
Berdasarkan cerita tersebut, dia pernah berkata bahwa sejarah dan setiap tafsiran masa lalu akan dilihat dengan cara pandang masa kini. Peristiwa masa silam itu ibarat teks yang tak pernah lepas dari kepentingan penafsirnya. Terkadang, seringkali orang terjebak dengan kepentingan sempit lalu memandang sejarah masa lalu dengan cara berpikir yang sempit itu. Selain itu, seringkali pula orang memandang sejarah hanya sebagai rangkaian peristiwa yang saling serupa kepingan, tanpa ada upaya untuk menautkannya satu per satu.
Edward Poelinggomang wafat pada 08 Februari 2017. Semasa hidupnya, Edward mengingatkan siapa saja bahwa dalam sejarah ada banyak pesan, yang hanya bisa ditemukan dengan cara menyelami pesan itu lalu membawanya ke permukaan.
Namun, itu masih tak bermakna jika manusia tidak membumikan kearifan itu dalam berbagai khazanah kehdupan. Hanya dengan cara inilah kita bisa terhindar dari sikap tak acuh, yang seringkali membuat kita mengulangi kesalahan sejarah di masa silam. Tanpa menyerap kearifan itu, maka kita akan selalu jatuh di lubang yang sama.
Melika Nur Jihan