Tuntutlah ilmu, walau itu sampai ke negeri China
Adagium ini membuat sejumlah pertanyaan bagi Muliana Mursalim, mahasiswi Fakultas Hukum Unhas; “Kenapa harus berpendidikan tinggi? Kenapa tidak langsung kerja saja?” katanya membatin.
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, Liana-–begitu penggilan akrabnya–, tidak langsung dijawab melainkan dijalankan. Membudayakan literasi kepada teman-temannya, termasuk warga sekampungnya.
Hasilnya, kini dia menjadi “Duta Pendidikan” Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) 2019, setelah sebelumnya sukses menyisihkan pesaingnya dalam konteks “Putri Pendidikan” Kabupaten Majene, Provinsi Sulbar di tahun yang sama.
Diakui dara cantik ini, sebelum menjadi duta pendidikan, dia memang sudah aktif dalam dunia literasi. Dimulai sejak kelas 2 SMA hingga kuliah. Memaksimalkan untuk ikut komunitas-komunitas literasi, seperti Forum Lingkar Pena, Pecandu Aksara, dan lembaga-lembaga penalaran. Dia benar-benar mencari wadah agar bisa konsisten di bidang literasi.
Bahkan mahasiswi Fakultas Hukum angkatan 2016 ini, menganggap kegiatan literasi sebagai hobi. Selain karena minatnya yang cenderung kepada literasi, alasan utamanya menjadi seorang duta pendidikan juga berkaitan dengan kisah dari latar belakang keluarganya. Muliana tumbuh dalam keluarga yang tidak begitu peduli akan pentingnya pendidikan. Ada perbedaan kultur dan pola pikir di desanya dengan masyarakat perkotaan tentang pendidikan.
Orang-orang di desa Muliana memandang pendidikan hanya akan menghabiskan uang. Mereka menganggap tidak perlu untuk berpendidikan tinggi dan lebih baik untuk segera bekerja. Melihat fenomena ganjil tersebut, Muliana menyadari hal ini harus berubah, dan memulai dari dirinya sendiri. Menurutnya, pendidikan itu penting bagi setiap orang untuk masa depan yang lebih baik, dan dia akan membuktikannya.
“Saya ingin membuktikan pendidikan itu hal yang sangat berharga bagi setiap manusia. Melalui pendidikan dapat tercipta masyarakat yang mumpuni, berkualitas dan berkarakter. Menjadi poin penting dalam pendidikan, bagaimana kepribadian dibangun dan dibentuk. Dan semua itu berawal dari pendidikan dan butuh proses waktu yang lama untuk terbentuk dan dilihat oleh orang banyak,” terang gadis yang juga bergerak di bidang volunteer ini.
Ditanya apa yang akan dilakukan setelah menjadi “Duta Pendidikan”, disebutkan Muliana mengakui, memanfaatkan perannya sebagai duta pendidikan, menyusun dan melaksanakan program-program kerjanya baik itu masih dalam skala kecil maupun yang lebih luas. Di antaranya, mengunjungi beberapa sekolah untuk mensosialisasikan gerakan literasi terhadap sekolah yang masih kekurangan buku.
Selanjutnya, karena akan melaksanakan KKN, dia akan kembali ke Sulawesi Barat dan di sana ia berencana membuat semacam kemah literasi. “Saya ingin menghimpun para pemuda atau komunitas pemuda yang bergelut di dunia literasi untuk mengadakan suatu aksi nyata pada dunia literasi,” jelasnya.
Program kerja lainnya, Muliana memiliki kegiatan yang disebut Eduker. Ini didasari atas keaktifannya di kegiatan volunter. “Program ini dilaksanakan dengan benar-benar terjun di suatu kampung yang belum tersentuh pendidikan, tidak ada jaringan, akses buku kurang, dan sebagainya. Kampung yang terletak di daerah pulau dan pegunungan,” ungkapnya.
Kembalil ke soal “Duta Pendidikan”, Muliana menyatakan, menjadi seorang duta pendidikan dan mewujudkan program-program kerja, tentu membuat keseharian tidak lagi sama. “Menyandang gelar sebagai duta pendidikan berarti menuntut untuk menjadi role model di masyarakat,” katanya.
Dengan gelar itu pula Muliana harus siap menghadapi suatu konsekuensi, yakni ia harus bisa betul-betul menjaga gelar duta yang melekat pada dirinya. Muliana merasa perlu memperhatikan attitude-nya, cara dalam mengambil tindakan di masyarakat, apalagi yang terkait tentang pendidikan. “Sebelum terpilih menjadi duta pendidikan Sulbar, saya memang sudah punya misi. Saya mau mem-booming-kan literasi. Itu misi utama saya. Karena literasi itu bukan hanya sekadar menulis. Literasi itu menulis, membaca, dan mendengarkan,” bebernya.
Terlepas dari kisahnya yang apresiatif, tentu ada pula sosok pendorong bagi Muliana untuk tetap semangat meraih impiannya. “Orang tua sayalah yang menjadi sosok utama tersebut. Meski latar belakang orang tua saya biasa saja. Bapak saya S1, ibu saya SMA, tapi saya rasakan sekali dorongan dari mereka. Perintah orang tua, pokoknya saya harus kuliah,” jelasnya.
Dorongan lainnya, juga lahir dari motto hidupnya itu sendiri. “Kunci kesuksesan saya itu ada pada motto hidup saya sendiri. Saya adalah orang yang suka dengan tantangan. Apapun tentang sesuatu yang baru. Jadi saya punya motto hidup, tantangan hari ini adalah kesuksesan hari esok. Dan juga pastinya jangan lupa untuk berdoa dan berusaha,” imbuhnya.
Yang menarik, meski ada dorongan dari orang tua, tetapi Muliana mengakui, kuliahnya betul-betul pure dari biaya sendiri. “Lewat beasiswa, honor tulisan-tulisan saya yang mungkin dimuat di koran, dan sebagainya. Berusaha mandirilah,” pungkasnya.
Muflihatul Awalyah