Prosesi penerimaan Mahasiswa Baru (Maba) di Universitas Hasanuddin (Unhas) selalu menjadi hal menarik untuk diperbincangkan. Jika menelisik perjalanan prosesi ini di Unhas, maka telah berulang kali berganti nama. Mulai dari Posma, Rimas, Ospek, Pesmab, PMB, P2MB, hingga P2KBN.
Layaknya tamu yang harus dijamu, Unhas –sejak beberapa tahun ini mengambil alih langsung prosesi penerimaan mahasiswa baru yang dulunya lebih banyak ditangani lembaga mahasiswa– mempersiapkan jamuan yang baik ketika ‘tamu’ tahunannya datang ke kampus.
Untuk tahun ini, penerimaan mahasiswa baru dengan memberikan pemahaman bela negara. Kurikulum ini dimasukkan dalam konsep Penerimaan dan Pembinaan Kesadaran Bela Negara Mahasiswa Baru (P2KBN).
Kegiatan ini berlangsung selama enam hari. Mulai 14 Agustus lalu, Pangdam XIV Hasanuddin Mayjen Agus Surya Bakti ikut memberikan materi dasar-dasar bela negara. Hadir pula Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Kepala Kepolisian Daerah dan Direktur BNPT membawakan materi kerukunan beragama, bahaya radikalisme, dan terorisme. Empat hari berikutnya, Maba dibawa ke fakultasnya masing-masing untuk menerima materi pengenalan kampus. Hari terakhir, sesi perkenalan Unit Kegiatan Mahasiswa dan Badan Eksekutif Mahasiswa lewat pameran bertajuk “Unhas Day”.
P2KBN memang baru diterapkan tahun ini. Mahasiswa lama yang masih aktif di kampus sekarang pasti lebih dulu mengenal istilah Penerimaan dan Pembinaan Mahasiswa Baru (P2MB). Sebelum itu, mahasiswa angkatan 2011 hingga 2016 tentu tidak asing dengan sebutan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB). Jika menarik ke tempo dulu, Unhas memang sering kali gonta-ganti nama dalam penerimaan mahasiswa baru.
Pozma 1975
Pada tahun 1975, prosesi penerimaan mahasiswa baru bernama Pekan Orientasi Studi Mahasiswa (Posma). Kabar ini berdasar tulisan Syaffri Guricci di terbitan identitas edisi Awal Januari 1976. Dalam tulisan itu, Syaffri mengatakan prosesi Posma tahun itu dinilai berhasil dibanding tahun sebelumnya. Ia mengatakan berhasil karena kegiatan itu berlangsung tanpa adanya perpeloncoan oleh senior ke Maba. Namun ia menyayangkan, tingkat keberhasilan Posma hanya pada tidak adanya kekerasan fisik selama kegiatan itu berlangsung. Menurutnya, tujuan, sasaran, dan target Posma untuk Maba mulai ditinggalkan.
Dua tahun berikutnya, prosesi penerimaan ini mulai dipertanyakan urgensinya. Keraguan itu muncul ketika seorang mahasiswa bernama Muchsin Salmiah mengatakan eksistensi Posma menurun. Ijazah yang diberikan kepada lulusan Posma tampak tak memiliki arti lagi. Di tambah kurangnya respek dari pihak birokrasi terhadap kegiatan ini.
Namun, pernyataan Salmiah dibantah oleh ketua Dewan Mahasiswa kala itu, Tajuddin Noer Said. Ia mengatakan, Posma memiliki manfaat, terutama dalam mengantar Maba untuk mengenal seluk beluk dunia kampus. Sehingga Said menganggap pihak Unhas tak memiliki kecendrungan untuk menghapus Posma.
Rimas dan Ospek
Selain Posma, prosesi penerimaan Maba juga pernah bernama Rekreasi Mahasiswa (Rimas) pada tahun 1978. Rimas lalu berganti nama menjadi Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek). Namun tak ada catatan persis tahun berapa nama ini mulai dipakai.
Ospek menjadi nama yang paling populer di antara prosesi penerimaan Maba. Bahkan Ospek sudah diidentikkan dengan prosesi itu sendiri.
Hingga tahun ini, walaupun Unhas tak memakai nama itu lagi, tapi bagi sebagian orang, Ospek masih memiliki kenangan. Pada Ospek, terkesan melekat perpeloncoan Maba dan harus patuh dan tunduk kepada seniornya.
Pesmab 1998
Sekitar 20 tahun berlaku, Ospek akhirnya diganti dengan nama Pengenalan Studi Mahasiswa Baru (Pesmab). Alasan perubahan nama ini karena Ospek dianggap hanya sebagai ajang perpeloncoan, lupa akan sasaran dari penerimaan maba yakni pengenalan kampus.
Kala itu yang juga masa runtuhnya orde baru, pada tahun 1998, Pesmab dianggap sebagai olahan dari reformasi. Pernyataan ini menuai pro dan kontra dari aktivis mahasiswa. Beberapa mahasiswa menganggap, jiwa reformasi pada Pesmab hanya konsep belaka. Ketua Senat FKG masa itu, Adam mengatakan Pesmab hanya lahir di era reformasi.
Di terbitan identitas edisi Agustus 1998, hasil diskusi pendamping rektor III Unhas masa itu, Amran Razak MS, dengan mahasiswa, setiap lembaga diberi kebebasan untuk memaknai Pesmab ini. Supaya tak terjadi kontak fisik lagi, Amran membentuk suatu tim pemantau di tiap fakultas.
Sebab kebebasan itu pula, maka tiap fakultas memiliki nama dan konsep prosesi penerimaan Maba. Seperti, di dua fakultas berbasis kesehatan yakni Fakultas Kedokteran Gigi bernama Protrusi, dan Winslow untuk Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Selain itu, Fakultas Teknik bernama Pozma, Progresif untuk Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Farmasi dengan nama Resep, Saman untuk Fakultas Sastra, Fakultas Ekonomi bernama Krisis Ekonomi, dan nama lainnya.
PMB 2003
Pesmab tak bertahan lama dan ujungnya setiap lembaga memiliki cara sendiri mengaderisasi Maba. Hingga, pada 2006, muncul lagi istilah baru, namanya Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB). Sebenarnya, pada 2003, prosesi penerimaan ini telah dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Namun, diterapkan di Unhas baru tiga tahun setelahnya.
Dengan nama baru, pihak universitas berupaya memberikan pengawasan ketat terhadap tiap fakultas yang akan melakukan prosesi pengaderan Maba. Berdasar terbitan identitas edisi Awal Oktober 2006, setiap lembaga diharuskan mengajukan proposal dan mempresentasikan format pengaderan di depan pihak fakultas dan universitas.
Lembaga Mahasiswa menanggapi konsep PMB itu dengan penolakan. Tahun 2007, Semua Badan Eksekuif Mahasiswa (BEM) melakukan aksi penolakan penerimaan mahasiswa ini. Menurut mereka, aturan dalam PMB diputuskan secara sepihak oleh birokrat dan berbeda dengan tawaran konsep pengaderan BEM. Selain itu, mereka menganggap kegiatan ini sebagai bentuk intervensi birokrasi terhadap lembaga mahasiswa.
Selain lembaga mahasiswa, peserta PMB juga ikut memberikan tanggapan terkait pelaksanaan penyambutan Maba ini. Berdasarkan penelusuran identitas pada Awal Agustus 2012, 64 persen peserta mengatakan pelaksanaan PMB tidak efektif. Menurut mereka, pemberian materi dibawakan dengan cara membosankan.
P2MB 2011
Penyempurnaan penerimaan mahasiswa baru terus dilakukan. Pada 2012, terbit aturan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor 38/Dikti/Krp/2011 tentang masa orientasi baru. Selain itu, muncul pula panduan umum pengenalan kehidupan kampus bagi Maba oleh Depdiknas, Dirjen Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan.
Tahun itu pula, Unhas mengevaluasi pelaksanaan PMB melalui lokakarya dan berbagai pertemuan pimpinan bidang kemahasiswaan. Alhasil, perlu dilakukan penyempurnaan panduan PMB. Maka, terbentuklah nama baru, Penerimaan dan Pembinaan Mahasiswa Baru (P2MB).
Alih-alih P2MB sebagai penyempurna dari PMB, malah transformasi nama ini tetap mendapat penolakan dari lembaga mahasiswa. Sebab, birokrasi kampus memutihkan pengaderan dan harus diganti menjadi pembinaan. Selain itu, pelaksanaannya dipersempit menjadi empat hari.
Tampaknya lembaga mahasiswa dan birokrasi memang tak pernah sejalan soal prosesi penerimaan Maba. Satu-satunya jalan keluar ialah birokrasi memiliki cara sendiri, begitu pula lembaga mahasiswa punya prosesi sendiri. Birokrasi tetap mempertahankan P2MB, sementara lembaga fakultas konsisten dengan konsep pengaderan.
Kini, perbedaan itu tetap bertahan. Peneriman Maba ala pihak kampus telah bertransformasi ke P2KBN. Perubahan ini dilandaskan pada isu bela negara yang digembor-gemborkan oleh tanah air. Sementara, lembaga mahasiswa tetap dengan konsep pengaderannya.
Apa pun namanya, bagaimanapun konsepnya. Esensi penerimaan Maba yakni mengenalkan dunia kampus kepada mahasiswa dapat tercapai.
Reporter: Sri Hadriana