Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM Faperta) Unhas mengadakan Diskusi Publik dengan tema, “Benarkah Kampus Merdeka Menjawab Permasalahan Fundamental Pendidikan Tinggi” di Pelataran Pertanian, Senin (24/2). Kegiatan ini dihadiri Koordinator Riset dan Kastrat BEM Faperta Unhas, Muhammad Imam Afrizal, Ketua BE Kemahut SI-Unhas, Abdurrahman Abdullah, Ketua Senat Fapet Unhas, Muhammad Ilham Tajuddin, dan Ketua Senat FIKP Unhas, Khoirul Zaman Dongoran.
Diskusi tersebut merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan daya kritis, terutama pembahasan yang marak dibicarakan terkait dengan kebijakan Nadiem Makarim, yaitu Kampus Merdeka. Para mahasiswa yang hadir dalam diskusi tersebut masih mempertanyakan dampak dari kebijakannya yang berimbas kepada mahasiswa itu sendiri.
Salah satu hal menarik perhatian yaitu kebijakan Nadiem yang dianggap kontroversial bagi mereka, mengenai kampus bebas mengubah statusnya dari PTN BLU dan Satuan Kerja menjadi PTN BH. Ini mengakibatkan kampus bebas mengatur tanpa campur aduk pemerintah, terutama Uang Kuliah Tunggal.
Salah satu pemantik dalam diskusi tersebut, Imam, menganggap bahwa banyak mahasiswa ataupun calon mahasiswa yang ingin mengenyam pendidikan tinggi malah kandas. “Saya prihatin aturan ini membuat masyarakat Indonesia tidak semua bisa mengenyam pendidikan tinggi,” ujarnya.
Hal ini dianggap sebagai ladang komersialisasi kampus yang bertentangan dengan tri dharma perguruan tinggi, khususnya pada poin pengabdian kepada masyarakat. Ini diakibatkan kampus bukan lagi hanya mencetak lulusan intelektual, tetapi lulusan yang memang disiapkan untuk bekerja.
“Pengabdian ini jika diberlakukan bukan lagi kepada masyarakat, tetapi terhadap industri yang bisa jadi membangun peradaban perbudakan,” jelas Ilham yang juga merupakan pemantik dalam diskusi tersebut.
M005