Penerbitan Kampus (PK) Identitas Unhas telah berumur 43 tahun tepat pada tanggal 16 Desember 2017. Kini telah menjelma sebagai salah satu penerbitan kampus tertua di Indonesia. Identitas telah menjadi saksi banyak peristiwa dan kejadian di Unhas maupun di Makassar. Bagaimana awal sejarah dibuatnya pers kampus yang melahirkan banyak jurnalis handal ini?
Sebenarnya, Identitas bukanlah media kampus pertama di Unhas. Kala itu di tahun 70-an telah lahir koran Dunia Mahasiswa (Dumas). Dumas dikelola oleh lembaga mahasiswa saat itu yakni Dewan Mahasiswa (Dema).
Namun setelah peristiwa Malari (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi, Dumas ikut terkena dampaknya, lantaran ‘penataan ulang pers’ yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga untuk terbit kembali dibutuhkan perbaikan dari berbagai macam persyaratan yang berlaku umum.
Setelah hampir setahun tak terbit, Prof Amiruddin (Rektor Unhas periode 1973-1982) rupanya tak sabar dan terus mendesak Dewan Mahasiswa (DM), pengasuh Dumas. Karena desakan dari rektor Unhas, akhirnya Dema dan Rektor sepakat untuk melahirkan penerbitan baru setelah melakukan pertemuan di ruang kerjanya, pada Oktober 1974.
Diskusi pun digelar oleh Syafri Guricci (Ketua Umum DM), Anwar Arifin (Ketua III bidang Humas dan pendidikan DM), dan Kadir Sanusi SH (PR III), di ruangan PR III. Mereka membicarakan tentang bentuk, format, jenis dan sifat, serta pengasuh penerbitan baru nanti.
Hanya saja persoalan nama mereka belum sepakat. Karena tidak mendapatkan kesepakatan perihal nama, maka diusulkan 10 nama, yaitu: Dialog Mahasiswa, Komunikasi, Universitas, Analisa, Actualitas, Universal, Memoranda, Tri darma, Kreatifitas, dan Tendensi. Nama-nama itu kemudian dibahas ulang bersama Rektor Unhas. Dari urutan nama tersebut ternyata Tri Darma menjadi pilihan rektor. Segala hal penyusunan perencanaan pun diserahkan kepada Anwar Arifin.
Jelang persiapan penyusunan struktur organisasi, Anwar Arifin menemukan majalah Tempo yang bertuliskan nama-nama penerbitan kampus di Indonesia. Rupanya Tri Darma, nama penerbitan kampus Unhas yang telah disetujui itu, telah dipakai oleh DM Universitas Tri Sakti untuk penerbitannya. Terpaksa Anwar Arifin kembali membahas soal nama.
Akhirnya nama Identitas ditemukan oleh Anwar Arifin. Nama itu diambil dari kata-kata “Identitas Mahasiswa” yang sering diceramahkannya dalam training. Di mana kata Identitas itu mempunyai kemiripan dengan kata Integritas surat kabar dari DM ITB. Nama itupun disetujui dalam rapat Dema, kemudian disetujui oleh Rektor sebagai nama dari surat kabar yang masih bediri sampai saat ini.
Pada minggu pertama Desember 1974, mingguan khusus pertama Identitas lahir di kampus kita ini. Di bawah kepengurusan Anwar Arifin (guru besar Fakultas Ilmu Komunikasi) yang pada saat itu adalah Pimpinan Redaksi, Syafri Guricci (Wakil Penyunting umum), Kadir Sanusi (Pemimpin Penerbitan), M. Akib Halede, A. Razak Thaha, Syahrir Makkuradde, Ecip, Nirwan, Zohra, Nursyam, dan M Natsir Abbas. Merekalah orang-orang pertama yang memulai kepengurusan di Identitas.
Keterampilan jurnalistik, dinamis, lincah, dan sensitif dalam menangkap masalah yang dapat disajikan kepada pembaca, ditanamkan kepada setiap wartawan Identitas. Merekalah personifikasi dari Identitas. Karena di masa itu mereka tak dibekali peralatan penunjang dalam melakukan peliputan. Jangankan alat peliputan, kantor redaksi pun saat itu masih menumpang di Humas.
Awal berdirinya Identitas hanya bermodalkan surat keputusan dari Rektor dan sebuah mesin ketik, warisan dari SK Dumas ditambah ongkos penerbitan secukupnya.
Rintangan pun mengawali berdirinya Identitas. Masalah demi malasah berdatangan mulai dari Keredaksian yang tak dapat berjalan baik, sebab percetakan juga menjadi hambatan bagi para redaktur dalam berburu berita. Mereka terkadang harus menghabiskan waktu selama empat hari dalam seminggu, menjadi korektor di percetakan dan berdampak pada kecepatan terbit Idenitas.
Tak bisa terus sperti itu, terpaksa periode penerbitan diubah. Dahulunya Identitas terbit sekali seminggu terpaksa menjadi sekali dalam sepuluh hari. Namun demikian, hal itupun belum juga terpenuhi. Biasanya hanya mampu terbit dua kali sebulan karena redaktur yang juga harus membagi waktu dalam mengurus masalah percetakan.
Para staf redaksi juga kadang dilanda kegalauan, parah lagi bagi para redaktur. Terlambat terbit redaktur ditagih. Isinya kurang bermutu, redaktur yang dituding. Ditambah lagi masing-masing mempunyai kesibukan. Akan tetapi para redaktur dan staff tetap konsisten mengerjakan urusan redaksi dengan pencapaiannya yang dapat terbit sebanyak 30 kali selama setahun. Pencapaian saat itu merupakan jumlah yang belum pernah dicapai oleh penerbitan-penerbitan kampus manapun di tanah air.
Identitas yang terbit 2 kali sebulan kini bertahan sampai sekarang. Di tahun 90-an, oplah Identitas sebanyak 5.000 eksemplar tiap kali terbit. Namun di akhir 90-an dikurangi menjadi 2.500 eksemplar dan bertahan hingga sekarang.
Kini zaman berubah, Identitas beradaptasi dengan era kekinian. Identitas tidak lagi sekadar bisa dibaca lewat media cetak, tapi juga sudah ada media online identitasunhas.com.
Sumber: Identitas, edisi Desember 1975
Reporter: Renita Pausi Ardila