Melalui aplikasi Zoom, Lingkar Advokasi Mahasiswa (LAW) Unhas bersama Komunitas Literasi Makassar menggelar bincang bersama, Senin (6/7). Kegiatan tersebut mengusung tema “Kebudayaan, Lingkungan dan Pandemi: Melampaui Ruang Liminal”.
Dalam pelaksanannyna, bincang bersama yang dimulai pukul 19.00 hingga 21.30 Wita tersebut dipandu Dosen Universitas Mulawarman, Nasrullah dan diikuti 93 peserta. Ada tiga pemateri utama dalam kegiatan ini yaitu, Direktur Studi Sains untuk Biodiversitas Indonesia, Nana Saleh, Penulis dan Relawan Pustaka Bergerak Indonesia, Nirwan Ahmad Narsuka dan Budayawan, Alwy Rachman.
Melalui sesi pertama, Nana Saleh membahas pentingnya mengarusutamakan sains, budaya ilmiah dan budaya keberlanjutan dalam kebijakan publik terkait biodiversitas dan lingkungan. Ia mengatakan apa jadinya seandainya kerusakan biodiversitas sangat besar dampaknya terhadap kesehatan manusia. Juga bagaimana Indonesia sebagai Megabiodiversitas dapat memanfaatkan keanekaragaman hayati dan memadukan dengan kearifan lokal sebagai upaya menghadapi situasi seperti pandemi sekarang.
“Pandemi bukan keadaan berat terakhir, mungkin tidak diminta-minta akan ada yang lainnya pula, zoonosis lain akan muncul, jadi sebisa mungkin bagaimana kita melakukan penguatan budaya dan perangai ilmiah serta menjaga biodiversitas. Misalnya dengan hal kecil, mengurangi penggunaan kemasan plastik dengan itu kita melakukan penghargaan pada alam serta siap dengan keadaan yang menanti di masa depan,” kata Nana menyarankan.
Selanjutnya, Nirwan Ahmad ikut menambahkan tentang literasi yang juga penting, tidak hanya untuk mengenali kekayaan intelektual tapi juga mempunyai manfaat praktiks membantu memutus penularan rantai Covid-19.
Ia menuturkan negara yang paling berhasil menekan virus ini bukan negara dengan teknologi paling maju, melainkan negara dengan tingkat literasi nya yang bagus, contohnya negara bagian Kerala di India.
Lebih lanjut, ia menyebut kuncinya, ada pada tingkat literasi masyarakat yang bagus. Sebab dengan itu, masyarakat akan cenderung mengikuti saran dari pakar dengan secakap mungkin menyiapkan insfrastruktur yang baik.
“Pengetahuan dasar tentang penyebaran covid sebenarnya sudah diketahui umum, sudah tidak ada lagi rahasia akan hal itu, kecuali vaksinnya belum diketahui. Cara-cara memutus penyebaran dan meminimalisirnya sudah bisa dikerjakan dan bisa berhasil jika ada dukungan publik. Sedangkan publik hanya bisa mendukung jika tingkat literasinya bagus,” jelasnya.
Sesi terakhir, dibawakan Alwy Rachman, tentang bagaimana menghadapi fakta menuju new normal. Ia menuturkan terkait kondisi sekarang yang berada di Fase Liminal yaitu sebuah kondisi ketidakseimbangan sebagai akibat dari upaya keluar dari pengalaman lama dan upaya membentuk struktur yang baru.
Ketidakseimbangan tersebut dikatakan, Alwi Rahman ditandai oleh ambiguitas dan disorientasi terhadap hal-hal baru, seperti contohnya beberapa berita tentang sekelompok orang melakukan pengambilan paksa jenazah dengan kasus Covid-19.
“Beberapa saat yang lalu kita selalu terlibat dalam dikusi milenial, kita akan mendapat keuntungan dari situasi demografi kita atau kita sebut bonus demografi, atau sebaliknya kita akan mengalami guncangan hebat atau kita sebut dengan bencana demografi,” paparnya.
Diakhir, budayawan yang juga pernah mengajar di Unhas itu berharap agar pandemi ini tidak menciptakan apa yang kita sebut dengan bencana. “Mudah-mudahan semuanya bisa teratasi,” jelas Alwy.
M125