Unhas resmi berdiri tahun 1954, setelah sebelumnya jadi cabang dari fakultas ekonomi Universitas Indonesia. Unhas akhirnya memisahkan diri dan berada di bawah naungan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Sawerigading yang beralamat di Jalan Sunu. Di sekitar jalan itulah kampus pertama Unhas berdiri dan dikenal dengan sebutan Kampus Barayya.
Tahun 1973 Prof Ahmad Amiruddin jadi Rektor Unhas, sejumlah terobosan ia lakukan, salah satunya pemindahan kampus Unhas dari Baraya ke Tamalanrea. Gebrakan itu dibuat setelah banjir besar melanda kota Makassar. Kampus Barayya yang berada di dekat kanal pun turut terkena air bah. Untuk masuk kampus, mahasiswa dan dosen harus naik perahu.
Belum lagi jumlah mahasiswa Unhas yang kian bertambah banyak. Hal ini yang menyebabkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Prof Dr Sjarif Thajeb mengunjungi kampus merah. Sjarif Thajeb menyarankan agar pemindahan segera dilakukan.
Walau telah dapat lampu hijau dari menteri, pemindahan kampus merah saat itu mendapat penolakan dari civitas akademika. Guru besar Fakultas Hukum Unhas, Prof SM Noor, yang sempat merasakan kampus Baraya, menyampaikan rencana perpindahan itu banyak dapat penolakan, sebab daerah Tamalanrea dianggap terpencil.
“Saat itu memang banyak yang protes, bagaimana tidak, mahasiswa dipindahkan dari kota ke Maros (saat itu Tamalanrea masih dianggap wilayah Maros) yang notabene daerah gunung dan masih hutan bambu,” kata Prof SM Noor dikutip dari identitas edisi September 2015.
Namun pemindahan kampus Baraya terus berlanjut, pada tahun 1975 rancangan induk pengembangan fisik Unhas telah siap dan akan segera direalisasikan. “Ini mendorong pemerintah khususnya Ditjen Pendidikan Tinggi cari dana pinjaman dari luar negeri,” tulis M Dahlan Abu Bakar di rubric panorama kampus identitas tahun 1981.
Pada tahun 1979, di Manila Filipina, pemerintah Indonesia dengan Asian Development Bank (ADB) menandatangani persetujuan utang (loan agreement). Dana dari ADB itu ditujukan untuk pengembangan dan pembangunan Unhas. Dana dari Bank Pembangunan Asia itulah menurut ketua pelaksana kampus tamalanrea, Ir ISG Undap akan dialokasikan untuk pembiayaan academic plan dan physical plan.
“Academic plan meliputi pembinaan dan pengadaan tenaga ahli, sebab percuma kita mempunyai fasilitas hebat kalau tenaga yang ditempatkan disana kurang mantap,” kata ISG Undap saat di wawancarai Husain Naib dari identitas, yang dimuat dalam edisi identitas 1977.
Setelah itu, pada tanggal 1980 Dirjen pendidikan tinggi Prof Dr Dody D A Tisnaamidjaja menandatangani kontrak desain dan supervise pembangunan kampus baru Unhas dengan pihak perusahaan konsultan Belanda, OD-205. Di acara ini, dengan nada haru Prof Ahmad Amiruddin mengungkit awal mula rencana pemindahan kampus Unhas. “Tidak banyak yang percaya ketika itu,” katanya, dikutip di identitas 1981.
Di atas lahan 170 hektar are sepuluh kilometer dari pusat kota Makassar bangunan untuk kegiatan akademis Unhas berdiri. Bangunan akademik, asrama mahasiswa, kantin, pusat kegiatan mahasiswa, dan kolam buatan masuk dalam rencana awal pembangunan kampus Tamalanrea. Pembangunan ini ditujukan untuk 7.500 mahasiswa untuk tahap pertama dan 15.000 untuk tahap kedua dengan rencana biaya awal Rp 17,5 milyar. Di tahun 1976, pelaksanaan konstruksi untuk gedung pertemuan ilmiah, asrama mahasiswa dan fakultas teknik pun mulai dikerjakan.
Sebelum resmi pindah dari kampus Baraya ke Tamalanrea di tahun 1981, pencicip pertama kampus baru saat itu ialah peserta Latihan Kempemimpinan Unhas III. “LKM III adalah orang pertama yang mencicipi penggunaan kampus baru,” kata pembantu rektor bidang kemahasiswaan saat itu, Kadir Sanusi SH, dikutip dari identitas 1977.
Kini, kampus Tamalanrea semakin indah dari tahun ke tahun. Hampir seluruh kegiatan administrasi dan akademik dilakukan di sini, bahkan kampus Tamalanrea juga menyandang status sebagai hutan kota dan ruang terbuka hijau bagi masyarakat Makassar.
Musthain Asbar Hamsah