Petualang Penuh Misteri ke Dunia Seberang
Tepat di perayaan ulang tahun kelimanya, Gesang Pranajaya Natadiningrat tokoh utama novel “Journal Of Terror Kembar”, terserang demam dan seketika mampu merasakan dan melihat hal magis disekitarnya. Ia dapat terkoneksi dengan penghuni dunia seberang yang arwahnya masih gentayangan. Kemampuan supranatural yang dimiliki Prana membuatnya terlihat tidak normal, beberapa tetangga bahkan menganggapnya aneh, hingga berpikiran Prana telah kehilangan akal sehatnya.
Situasi tersebut sempat membuatnya tertekan, hingga suatu hari ia dikejutkan dengan pengakuan nenek Prana, Janitri Mangunpraja yang rupanya juga mampu melihat keberadaan mahluk gaib, sama seperti dirinya. Hal tersebut membuatnya merasa tak sendiri, ada Janitri yang tidak hanya tahu, tapi juga memahami apa yang dilihatnya. Janitri juga dapat berkomunikasi bahkan mengusir hantu. Semasa hidup, ia menjadi pelindung Prana dari hantu yang kadang datang menakut-nakuti cucunya.
Suatu hari, Janitri berpesan agar Prana harus berusaha melawan ketakutannya. Ia berharap cucunya dapat tumbuh jadi laki-laki pemberani, karena hanya dengan itu, hantu tidak akan mampu menakutinya lagi. Ia juga memberi tahu cucunya jika kemapuan yang mereka miliki patut disyukuri, karena kelebihan seperti itu tidak diperoleh sembarang orang.
Ketika berusia 13 tahun, Janitri mangkat, ikatan antara nenek dan cucu yang begitu kuat, menjadikan Prana satu-satunya cucu yang paling merasa kehilangan sosok serta kasih sayang nenek. Prana tetiba merasa sendiri, ia mencoba berdamai dengan keadaan, dan mulai meyakinkan dirinya untuk belajar menerima kemampuannya. Ia pun kerap bertemu neneknya dalam mimpi dan bertemu arwahnya di dunia.
Kemampuan Prana melihat dunia seberang sebenarnya diperoleh dari mata saudaranya yang telah meninggal. Prana bukanlah satu-satunya anak laki-laki yang dilahirkan ke dunia, tapi ia lahir bersama kembarannya, tiga menit setelah Prana dilahirkan. Namun, nasib kembarannya tak seberuntung dirinya, kembarannya meninggal saat proses keluar melihat dunia.

Buku setebal 330 halaman ini, secara keseluruhan berisi catatan pertemuan dan keterlibatan Prana dengan penghuni dunia seberang. Tentang Prana yang masih sulit membedakan mahluk halus dan manusia. Ia tak hanya mampu melihat masa lalu kelam hantu, tapi terkadang dapat melihat kejadian masa depan. Dengan kemampuannya itu, ia banyak membantu penghuni dunia seberang menyelesaikan urusan yang sempat tertunda, dan menolong orang di sekitarnya agar tak ikut terhubung degan dunia seberang.
Bagian paling menarik dalam buku ini, yaitu pertemuan Prana dengan Alina, sosok hantu cantik berseragam SMA yang Prana temui di bus cakra jaya. Hantu cantik itu menjadi penunggu bus cakra jaya selama 17 tahun lamanya, ia setia duduk di kursi belakang bus lengkap dengan seragam SMA, tas di punggung dan sebuah kado di pangkuan. Hantu yang awalnya Prana kira manusia biasa, sehingga ia pun diam-diam menaruh rasa padaya.
Petualangan mengungkap misteri tertahannya arwah Aliana semakin mendekatkan keduanya, dan pembaca pun ikut dibuat semakin penasaran. Apalagi saat tiba pada cerita berhasilnya Prana mempertemukan Aliana dan kekasihnya, Joni yang begitu penuh haru.
Di bagian akhir novel, penulis menguak fakta silsilah keluarga Prana yang merupakan keturunan langsung keraton dan perkenalan Prana dengan sepupunya, Sukma yang juga memiliki kemampuan melihat mahluk halus.
Sayangnya ada beberapa bagian cerita yang ditulis Sweta Kartika, masih menjadi misteri tersendiri bagi pembaca, seperti mengapa kakek Prana bercerai dengan Janitri, mengapa kakek mewariskan keris kembar kepada kedua cucunya yang jelas-jelas belum pernah dilihatnya, juga misteri penghuni keris kembar dan apa sebenarnya hubungan antara waktu kematian kakek dengan kelahiran Sukma, serta bagaimana kisah Sukma dapat melihat dunia seberang.
Buku ini benar-benar disajikan penuh misteri dan sulit ditebak. Ilustrasi yang diselipkan penulis pada tiap lembaran bab membuat pembaca ikut membayangkan gambaran sosok tak kasat mata yang dilihat Prana. Setiap bagian tema yang diangkat begitu ringan, dan gaya penyampaiannya mampu membawa pembaca ikut berpetualang dan merasakan ketakutan, dan kesedihan para tokoh di dalam cerita.
M124