Tren budidaya hidroponik terus berkembang, namun proses dan instalasi budidaya terbilang cukup menguras kantong. Tak perlu kuatir, bagi Anda yang ingin budidaya hidroponik, kelompok bisnis mahasiswa pertanian Unhas ini membuat gebrakan hidropnik murah.
Budidaya tanaman hidroponik belakangan ini terus berkembang. Teknik budidaya yang memanfaatkan air sebagai media tanam ini menjadi solusi pertanian di lahan sempit perkotaan. Selain itu, budidaya hidroponik memiliki keuntungan lain seperti tidak bergantung dengan musim, bahkan di wilayah yang memiliki iklim panas sekalipun.
Hanya saja untuk budidaya hidroponik juga memiliki beberapa kendala seperti biaya instalasi yang terbilang cukup tinggi. Sehingga pembudidaya hidroponik terbatas pada kalangan tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut mahasiswa Fakultas Pertanian, Program Studi Agroteknologi membuat rancangan produk instalasi hidroponik yang memiliki harga relatif terjangkau.
Produk itu diberi nama Low Cost And Portable Hydroponic with Smart Technology (Lacapro S+), digagas oleh tiga mahasiswa angkatan 2018 yakni Muhammad Azriel Ikhlasul Amal, Muh. Dzulfikar Syam, Kemal Abdul Syakur, dan Tasya Saphira Trimulya. Lacapro S+ mengombinasikan model hidroponik Deep Flow Technique (DFT) sistem sumbu, model DFT dan aerator, serta menerapkan budidaya tanaman hidroponik dan budidaya ikan konsumsi secara bersamaan yang diintegrasikan dengan model aquaponik.
Saat ini, perancangan untuk teknologi sementara dikembangkan oleh Amal dan timnya. “Sementara ini kami masih mendalami teknologinya dan dibantu oleh mahasiswa ilmu komputer,” jelas Amal, saat diwawancara via Whatsapp, Sabtu (24/10).
Adapun rencana yang sedang dikembangkan berupa teknologi dengan sistem digitalisasi penggunaan air dan nutrisi tanaman hidroponik. Sehingga pembudidaya hidroponik nantinya lebih mudah mengetahui jumlah air dan nutrisi yang diperlukan sehingga dapat diperoleh hasil tanaman yang lebih optimal. Hal ini tentu berbeda dengan instalasi hidroponik yang lain karena rata-rata hidroponik yang tersedia saat ini belum terintegrasi dengan penerapan teknologi yang dapat membantu penggunanya untuk memastikan jumlah ketersediaan air dan nutrisi yang dibutuhkan tanaman.
Selain terkait dengan instalasi teknologi, Lacapros S+ juga telah memerhatikan strategi pemasaran dari produk yang dihasilkan. Berbekal dari hasil pembelajaran dan pengalaman di bangku kuliah, Amal dan tim menerapkan Customer Relationship Management (CRM). Metode ini merupakan pengenalan produk dilingkup keluarga, kerabat, dan teman. Tak hanya itu Amal dan tim juga aktif membangun jejaring dengan mengikuti berbagai forum bisnis diantaranya seminar online, kompetisi wirausaha, dan pameran, sehingga hidroponik murah ini dapat dipercaya dengan baik. Pemanfaatan media sosial pun turut digencarakan agar produk ini dikenal luas di masyarakat.
Produk Lacapro S+ juga menawarkan jasa pemasangan dan pendampingan dalam budidaya hidroponik kepada penggunanya. Tak sebatas itu, edukasi berkala pun pemenuhan kebutuhan pangan yang mandiri dengan kualitas yang dijamin bebas dari paparan bahan kimia sehingga aman dikonsumsi.
Namun saat ini, kesempatan untuk berkumpul bersama tim dan pembimbing menjadi kendala utama akibat pandemi Covid-19, serta dana bantuan belum cair untuk pengembangan usaha Lacapro S+. Amal berharap Lacapro S+ ini mampu memenuhi kebutuhan pangan dan meringankan ekonomi penggunanya, “Harapan kami produk ini mampu bersaing dengan produk hidroponik lainnya serta menjadi pilihan utama dalam membantu masyarakat,” tutupnya.
Nur Ainun Afiah