Sesuatu yang kita hadapi tidak selalu bisa diubah. Namun, kita tidak bisa mengubah sesuatu sampai kita menghadapinya (Merry Riana).
Kutipan ini menjadi semangat saya untuk berubah. Setiap larut malam, saya masih sibuk memandangi layar laptop. Hanya sesekali teralihkan ke gawai yang tergeletak di meja. Saya mencoba fokus menyelesaikan satu per satu tugas organisasi dan tugas kuliah yang menumpuk. Dari awal memutuskan masuk organisasi, saya berkomitmen untuk bisa membagi waktu, sesibuk apapun nantinya.
Saya baru dua tahun masuk organisasi. Apa yang saya jalani, belum mumpuni dalam membagi waktu dengan baik, antara memprioritaskan tugas kuliah dan organisasi. Saya kebingungan.
Hari berganti, saya tetap mengulangi aktivitas yang sama. Duduk sambil menekuk kaki memandangi tumpukan tugas yang minta diselesaikan. Saya sempat menyalahkan diri, selalu merasa gagal melawan suasana hati yang ingin bersantai ria.
Tak jarang saya jatuh sakit karena beban tugas yang begitu berat. Di sisi lain, rasanya sebagian diri saya telah hilang. Serpihan jiwa yang suka akan tantangan entah ke mana perginya. Saya menjadi malas dan tidak lagi senang berkeliling kompleks. Tak sempat lagi menyapa orang-orang yang saya temui di jalan.
Kali ini, saya lebih sering mencari tempat bersembunyi. Tempat-tempat yang jauh dari keramaian. Mencoba merenungi kegagalan saya. Mencari apa yang harus diperbaiki. Berusaha menemukan cara bagaimana seabrek tugas dapat selesai. Saya rindu menghirup udara segar dengan jiwa yang bebas.
Saya mengunjungi atap di salah satu gedung kampus, sore hari menjadi waktu kesukaan. Dari lantai tujuh, saya memandangi gedung-gedung kota di bawah langit berwarna jingga ke merah-merahan. Kicauan burung yang merdu sedikit membuat saya melupakan pikiran yang begitu menumpuk. Ketenangan yang sama, saya temukan saat berada di danau yang tidak jauh dari tempat sebelumnya. Di bawah pohon rindang, saya menikmati sejuknya udara sembari menikmati lagu Try everything dinyayikan Shakira.
“I wanna try even though I could fali. I won’t give up, no I won’t give in. Til reach the end the I’ll start again,”. Begitulah potongan lirik yang selalu terngiang di kepala ketika pikiran itu kembali. Lagu tersebut memberikan semangat juang, optimis mencoba segalanya hingga mendapatkan jalan keluar dari kegagalan. Begitu pula kata Presiden ketiga, BJ Habibie “Kegagalan terjadi apabila kita menyerah.”
Dari situlah saya sadar, menyalahkan diri tanpa melakukan sesuatu hanya sia-sia. Justru semakin menambah beban. Saya berusaha bangkit dengan membuat buku agenda. Memetakan apa yang menjadi prioritas untuk dikerjakan. Cara ini saya adopsi dari salah satu mahasiswa berprestasi di kampus, yang juga aktif berorganisasi dan menulis buku.
Kemampuannya membagi waktu patut dicontoh. Pagi hari, dimulai dengan salat lalu olahraga. Setelah itu, menulis agenda harian. Catatan disusun berdasarkan skala prioritas. Hal yang paling penting dan mendesak harus pertama. Setelahnya, mulai hari dengan berbagi senyum kepada orang di sekitar. Setiap agenda perlu dievaluasi. Malam hari jadi waktu yang tepat untuk melakukan itu.
Saya mencoba menerapkan hal yang sama, meskipun saat dievaluasi masih banyak tanda silang. Memang tidak mudah untuk terus konsisten. Saya ingin mencobanya dan tidak ingin terjebak lagi pada kesedihan yang kemarin. Seperti situasi yang seringkali membuat dilema para mahasiswa organisatoris. Kuliah dan organisasi sama pentingnya. Namun, ada waktu saat tugas kuliah dan organisasi perlu dijalankan bersama. Tanpa ada yang ditinggalkan. Dengan membuat agenda harian, kita dapat terbantu dalam menyelasikan tugas.
Terjebak dalam keadaan seperti ini membuat seseorang mempertanyakan kembali apa, siapa dan ke mana tujuan yang akan dicapai. Apakah harus menyerah atau menjebak diri dalam zona nyaman? Bagi saya itu adalah pilihan.
Di awal kita pasti merasa bingung dan kewalahan. Tapi begitulah proses, setiap orang pasti pernah kesulitan membagi waktu dan akhirnya hanya diam di tempat.
Jangan biarkan rasa cemas dan sedih melemahkanmu. Ingatlah bahwa kita sedang berada dalam suatu situasi yang sifatnya sementara, bukan selamanya. Asalkan kita paham bahwa semua butuh proses untuk menjadi lebih baik.
Bayangkan jika kita sedang berada dalam terowongan yang gelap, di mana tidak ada cahaya sama sekali. Tapi kita yakin dapat menemukan cahaya jika terus bergerak menuju ujung terowongan. Jangan pernah lari dan berpura-pura tidak menyadari, bahkan acuh atas keadaan yang sedang kita alami. Hadapi dan temukan dirimu yang lebih baik lagi.
Santi Kartini