Selama 41 tahun, Dr Muhammad Nadjib M Ed M Lib mengabdikan dirinya untuk alamamater Unhas. Pria kelahiran Soppeng ini, merupakan orang dibalik berdirinya China Aktivity and Cultural Corner, Korean Indonesia Cultural Corner, Germany Corner, Japan Corner begitupun dengan gagasan terbentuknya Bank Indonesia (BI) Corner.
Wahyuni pengelola BI Corner berkesempatan memperkenalkan BI Corner di Brunch-talk #51 di Instagram Unhas pada Selasa, (29/12/2020). Dia menceritakan awal kerja sama BI dengan Unhas.
Diawali sejak 2015 lalu, Muhammad Nadjib bersama Tim Pustakawan Unhas dengan beberapa perwakilan perpustakaan dari Dinas Perpustakaan & Kearsipan Sulsel bertemu dengan perwakilan BI Sulsel. Mereka diundang untuk mengajukan proposal usulan membentuk pojok BI di instansi atau unit kerja masing-masing. Walhasil BI Corner diresmikan pada 30 September 2019 di Unhas.
Bukan hanya menjadi Kepala Perputakaan Unhas periode 2011-2019, sarjana bidang Antropologi ini juga memiliki hobi bernyanyi dan memainkan alat musik, seperti gitar dan keyboard. Cerita ini datang dari Abdul Rahman Saleh, kawan Nadjib semasa kuliah di Inggris 1990. Saat itu tampil di acara internasional. Nadjib dan mahasiswa asal Indonesia lainnya membawakan lagu dari band bentukkan sendiri bernama The Malindo Band.
Anggota The Malindo Band terdiri dari Abdul R. Saleh (IPB) lead guitar, Muhammad Nadjib (Unhas) rythem guitar, Prapto (Unib) bas guitar, Mustafa (IPB) harmonika, dan Wahyu Priyo Jatmiko (Unair) last but not the least vocal. Mereka tampil mengenakan busana Jawa.
Grup ini juga menampilkan dua tarian. “Satu tarian Ampar-ampar pisang”dan satu lagi tarian Sunda,” tulis Abdul Rahman Saleh di akun facebooknya 27 November 2019 lalu.
Setelah menyelesaikan gelas master perpustakaan di University of Wales, Inggris pada 1992. Nadjib pun dipercaya sebagai Pembina Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Sulsel selama 25 tahun. Sosoknya dikenal penyayang, bijaksana dan peduli sesama. Seperti yang dikatakan Harnawaty Abdullah, istri Nadjib saat dihubungi Jumat (2/10/2020).
Dia menceritakan awal pertemuannya dengan Nadjib, kala itu orang yang pernah menjabat ketua jurusan Ilmu Komunikasi ini menjadi Asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi sekaligus dosen pembimbingnya.
Keinginan dia menanyakan Satuan Kredit Semester (SKS) pada Nadjib, menjadi pertemuan yang singkat, yang kemudian berlanjut saling teleponan.
Awalnya, Nana sapaan akrabnya tak menyangka Nadjib akan menelepon tepat sepulang kuliah. Lambat laun, mereka semakin intens komunikasi. Hingga usianya menginjak sembilan belas tahun, gadis berkerudung ini akhirnya dinikahi Nadjib.
Rentang usia yang terlampau jauh yakni dua puluh tahun, “Saya tidak menyangka akan menikah dengan dosen sendiri,” kenangnya.
Nana masih mengingat sosok suaminya yang amanah, upaya membuka program sarjana perpustakaan di Unhas bersama Prof Hafidz dan Prof Iqbal. Sayang, penyakit yang diderita memaksa dia dirawat intens di rumah sakit.
Menurut Nana, suaminya diduga terjangkit kanker usus dan darah. Menjadi masalah dengan darah Nadjib yang bersifat incompatible. Tipe darah yang menyulitkan pendonor untuk mendonorkan darah. Membutuhkan terapi menggunakan obat agar darah tersebut dapat terdonorkan.
Selain itu, dugaan Nadjib terjangkit Covid-19 dibantah sendiri oleh istrinya. “Saya mau meluruskan bukan Covid-19 penyebab kematiannya. Hal ini dibuktikan dengan swab-test di awal dan akhir operasi.” tutupnya.
Penulis : Nadhira Sidiki