Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Selatan (Sulsel), merencanakan merevitalisasi kawasan Benteng Somba Opu awal 2020 lalu. Anggaran pun digelontorkan sekitar 700 juta rupiah untuk master plan dengan menyiapkan ruang publik. Amfiteater dan Jogging Track akan dibangun.
Usulan ini pun ditanggapi cepat Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulsel. Kemudian BPCB Sulsel melaksanakan kajian pengembangan Benteng Somba Opu pada pertengahan Juli 2020. Hasilnya akan melakukan ekskavasi penyelamatan untuk perekaman total, sebelum dilaksanakannya revitalisasi.
Ekskavasi oleh BPCB Sulsel menggandeng Departemen Arkeologi FIB Unhas dan Balai Arkeologi Sulsel, pada 21 Mei hingga 6 Juni 2021. Kegiatan yang melibatkan setidaknya 120 orang, terdiri 43 mahasiswa arkeologi, 12 dosen, 65 orang tenaga BPCB dan Balar Sulsel.

Penggalian benteng yang dibangun Raja Gowa ke-9 ini, bukan petama kali dilakukan. Sebelumnya telah di pelopor oleh Lembaga Sejarah dan Antropologi Cabang Ujung Pandang pada 1976. Selanjutnya dilaksanakan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bersama Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulsel pada 1977, 1987 hingga 1992.
Ekskavasi di abad ke-21 ini, tidak hanya menggunakan metode Arkeologi, dan Ilmu Humaniora, melainkan metode saintifik. Metode saintifik sangat penting untuk menunjang data dalam mengungkap fenomena kebudayaan masa lalu, berbagai alat saintifik digunakan pada ekskavasi kali ini.
Penggunaan total station dan drone dilakukan untuk memetakan dan menggambarkan kawasan Benteng Somba Opu. Penetuan grid kotak ekskavasi, pembuatan peta situasi, dan topografinya.
Ekskavasi merupakan metode khas arkeologi. Di mana sangat penting dalam menceritakan kronologi sebuah lokasi penelitian. Kotak ekskavasi yang digali di kawasan Benteng Somba Opu akan menceritakan setiap lapisan tanah, artefak-artefak yang ditemukan akan menjawab misteri yang terjadi pada masa lalu.
Tujuan ekskavasi yang dilakukan mencoba mencari fakta masa pembangunan, kejayaan, dan kehancuran Benteng Somba Opu nan megah dalam memori kolektif masyarakat. Dalam arkeologi, apa pun data yang didapat dalam kotak ekskavasi adalah data. “No data is data” merupakan cara para arkeolog dalam menjawab misteri-misteri yang ada di Benteng Somba Opu.
Teknik penggalian yang digunakan di kawasan Benteng Somba Opu tahun ini, berbeda dengan ekskavasi pada penelitian arkeologi prasejarah. Teknik ekskavasi menggunakan pendalaman Iot, pendalam terfokus pada pencarian struktur dan fenomena pada setiap lapisannya.

Selain itu, untuk pertama kalinya di Indonesia perekaman data ekskavasi Arkeologi menerapkan konsep it’s paperless excavation. Sehingga seluruh data diperoleh akan terekam langsung secara online dalam database yang berbasis cloud. Perekaman ekskavasi ini sangat memudahkan para arkeolog memantau dan mengolah data yang ditemukan dilapangan secara langsung.
Hasil penggalian akan direkam secara detail dengan menggunakan fotogrametri dan scan 3 dimensi. Data 3 dimensi akan membantu dalam mendeskripsikan temuan-temuan ekskavasi.

Pada kegiatan penggalian diharapkan dapat menguak dan mengangkat kembali nilai-nilai penting dalam kawasan Benteng Somba Opu. Di mana dapat memajukan ilmu pengetahuan, penelitian arkeologi, sejarah, dan arsitektur baik skala nasional dan internasional.
Jejak arkeologis Benteng Somba Opu kini hanya tersisa tumpukkan batu bata. Kebesarannya hanya terdiam dalam memori kenangan. Terendap dalam peradaban yang dibangun manusia modern. Istana Kerajaan Gowa dalam benteng tak dapat dilihat lagi. Aktivitas-aktivitas politik, ekonomi, dan budaya dalam benteng hanya dalam cerita-cerita sejarah.
Penulis Muh Hafdal H,
Mahasiswa Departemen Arkeologi FIB Unhas,
Angkatan 2018.