Profesor adalah jabatan akademik tertinggi bagi seorang akademisi di Perguruan Tinggi. Untuk meraihnya, dosen mesti melalui beberapa tahapan dan memenuhi persyaratan. Yang pastinya harus menyelesaikan strata tiga.
Kendati demikian, tidak semua dosen yang telah menyelesaikan studi doktor dapat meraih gelar guru besar. Terkadang ada dosen yang telah lama bergelar doktor namun tak kunjung mendapat jabatan akademik professor.
Lain hal dengan Prof Ir Muhammad Arsyad dosen Fakultas Pertanian yang telah strata tiga dan sudah berpengalaman menjadi dosen selama 10 tahun, sejak 2010. Dia terbilang cepat ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sebagai guru besar dalam bidang Ekonomi Pertanian dan Pembangunan Pedesaan pada 1 Juni 2021.
Lantas, bagaimana strategi yang ditempuh Prof Arsyad dalam meraih jabatan ini? Berikut kutipan wawancara khusus reporter identitas, Irmalasari dengan Prof Arsyad di Kantor Publication Management Center (PMC), Selasa (29/6).
Apa yang mesti diperhatikan ketika mengusulkan jabatan profesor?
Jika seorang dosen ingin menjabat guru besar, ia harus memenuhi persyaratan. Syarat tersebut terbagi menjadi tiga, pertama terdiri dari pendidikan, pelaksanaan pendidikan dan pengabdian masyarakat. Kedua, unsur penunjang seperti aktif dalam organisasi profesi. Ketiga, pemenuhan syarat khusus karya ilmiah. Bila syarat khusus tidak terpenuhi, maka usulannya tidak dapat diproses lebih lanjut.
Lalu, bagaimana strategi Anda memenuhi syarat khusus tersebut?
Pertama, memastikan syarat khusus publikasi Jurnal Internasional Bereputasi (JIB) telah memenuhi syarat minimum dalam Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit (PO-PAK) 2019 beserta suplemennya. Jika tidak, maka akan jelas ditolak oleh Kemenristekdikti.
Kedua, para dosen harus memastikan karya ilmiah yang dipublikasi, secara dominan membahas bidang di mana bersangkutan akan menjadi professor. Jadi jangan berkeinginan untuk ahli di segala bidang. Ketiga, publikasi di JIB harus sesuai dengan bidangnya atau minimal berada dalam rumpun ilmunya. Kemudian memastikan artikel yang dipublikasi di jurnal tersebut memiliki history paper seperti kapan submit, review dan publikasinya.
Keempat, dosen memastikan karya ilmiah yang dipublikasi di JIB bukan merupakan bagian dari disertasi. Jika demikian, maka tidak bisa menjadi syarat khusus.
Kelima, setiap karya ilmiah akan diminta peer review dari teman sejawat yang sebidang. Nah harus dipastikan peer review berkualitas dan tajam memotret situasi serta kondisi karya ilmiah, termasuk kualitas jurnal yang memuatnya.
Keenam, mempublikasikan karya ilmiah di jurnal atau penerbit yang kredibel, memiliki standar review proses yang menyentuh substansi, juga penerbitnya tidak melanggar etika publikasi.
Terakhir, jangan malu-malu dan sembunyi-sembunyi, seringlah berdiskusi dengan dosen yang sudah profesor sesuai PO-PAK 2019. Kemudian, jangan lupa terus berikhtiar dan berdoa untuk kelancaran assessment profesornya. We don’t know exactly what can happen next.
Seperti yang Anda sebutkan tadi, publikasi menjadi syarat khusus, lalu bagimana dengan dosen yang belum terbiasa menulis?
Tentunya untuk memenuhi itu dosen harus menulis. Bagi saya, everything is possible. Olehnya perlu memfasilitasi dosen dalam berbagai hal untuk capacity building dalam penulisan dan penguatan jurnal, meskipun masih perlu penyempurnaan karena banyaknya jumlah dosen di Unhas perkiraan 1700-an.
Pertama melatih meningkatkan skill menulis, kemudian bagaimana para dosen menentukan strategi dalam memilih jurnal pilihannya. Sehingga harapan agar dosen tidak asal submit paper yang ternyata predatory atau suspended journal dapat terhindarkan.
Menurut pengalaman Anda, apa yang menyebabkan usulan menjadi professor tidak dapat diproses lebih lanjut?
Banyak sekali dosen ditolak usulan profesornya karena menulis dan mempublikasikan karya ilmiah tidak sesuai bidangnya. Itu jelas tidak bisa. Logikanya sederhana, bila mau professor di suatu bidang tertentu, sementara tidak ada karya ilmiah yang mendukung bidang ke-professor-an tersebut. Jelas-jelas tidak bisa.
Ada juga yang menulis dan mempubliks karya ilmiah sesuai penugasan dari departemen, sayang kurang cocok dengan ijazah S3-nya. Ini yang perlu dipelajari betul-betul dosen yang mau menjadi professor. Kalau misalnya terlanjut multidisplin, yah harus kembali memperhatikan track record karya ilmiahnya dan home base-nya.
Makanya jejang pendidikan yang tidak linier memang agak sulit, terutama yang multidisiplin. Tapi saya mendapat informasi itu didasarkan pada home base. Contohnya di Unhas tidak ada jurusan Kelembagaan Pembangunan Pertanian, namun ketika dosen mau professor dalam bidang itu, maka seharusnya dia berada dalam rumpun (home base) pertanian.
Nama Lengkap : Prof Ir Muhammad Arsyad SP MSI PhD
Tempat Tanggal Lahir : Banua Majene, 9 Juni 1975
Pendidikan : S1 Sosial Ekonomi Pertanian, Unhas 1998
S2 Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
S3 Agricultural Economic and Rural Devt, Ryukoku University Kyoto Japan, 2010