Korupsi setua umur manusia, namun tak menjadikannya momok dalam memberantasannya. Sederet tokoh mengabdikan dirinya menjadi algojo koruptor, Baharuddin Lopa, hingga baru-baru ini yang berpulang, Artidjo Alkostar.
Anak petani dari keluarga Madura, beranjak remaja bercita-cita menjadi insinyur pertanian. Sayang insiden terlambatnya berkas pendaftaran kuliah Artidjo sampai ke Yogyakarta, menjadikannya memilih jurusan lain. Walhasil, dua hari sebelum penutupan pendaftaran jurusan hukum, dia memutuskan banting stir, walau besar harapan menjadi insinyur pertanian.
Memulai kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, pada September 1967, Artidjo sangat menikmati belajar hukum dan malah melupakan cita-citanya menjadi insinyur pertanian. Apalagi setelah disibukkan berbagai organisasi kemahasiswaan. Kerap ikut berdemonstrasi pula.
Setelah lulus dari Fakultas Hukum pada 1976, Artidjo mengajar di kampus almamaternya. Kariernya berlanjut menjadi Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta pada 1981-1983. Selanjutnya, berhasil menjadi orang nomor satu di lembaga tersebut.
Tuntas di LBH, dia mengikuti pelatihan selama enam bulan untuk lawyer terkait Hak Asasi Manusia di Columbia University, Amerika Serikat antara tahun 1989 hingga 1991 selama enam bulan. Di tambah juga bekerja di Human Right Watch divisi Asia di Amerika Serikat selama dua tahun.
Sepulangnya dari Negeri Paman Sam, Artidjo kemudian membuat kantor hukum bernama Artidjo Alkostar and Associates 1991. Praktik hukum berfokus pada pembelaan Hak Asasi Manusia dan Masyarakat terpinggirkan. Namun saat mendapatkan tawaran menjadi Menteri Hukum dan HAM, dari Yusril Ihza Mahendra, dia sangat menimbang keputusannya. Mengingat dunia peradilan ‘hitam’, sering terjadi suap-menyuap.
Setelah berkonsultasi dengan Kiai asal Madura, dia putuskan menyetujui tawaran tersebut dan mengikuti fir and proper test hingga menjadi Hakim Agung. Kesibukan mengantarkan dia menutup kantor hukumnya pada tahun 2000 lalu.
Semasa menjadi hakim agung, Artidjo sempat merasa kaget. Banyak tamu dan pengusaha mendatangi menawarkan uang serta hal menggoda lainnya. Namun tak satu pun iming-iming tersebut diterima, baginya akan menjadi kebiasaan dan memperburuk tingkah laku sebagai hakim.
Sampai dia kerap dikenal sebagai musuh para koruptor atau algojo para koruptor. Sosok hakim yang memperberat dan menolak kasasi bagi koruptor yang dituntut belasan tahun hingga seumur hidup.
Selama 18 tahun menjadi hakim agung, Artidjo telah memutuskan hampir 20.000 kasus perkara. Salah satu kasus besar yang pernah dia bantai saat di Santa Cruz, Dili, Timor Leste pada 1992. Menjadikannya hampir kehilangan nyawa, diikuti oleh intel sampai diancam dibunuh. Meski demikian, Artidjo tetap bertahan.
Kegarangannya tidak sampai di situ, masih ingat kasus korupsi Hambalang dengan terdakwa Anas Urbaningrum. Artidjo menambahkan masa hukuman Anas Urbaningrum dari tujuh tahun menjadi 14 tahun.
Kasus lain yang diketuk palu Artidjo ialah kasus korupsi yang melilit mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Demokrat, Angelina Sondakh. Ia divonis 12 tahun penjara dari vonis sebelumnya empat tahun enam bulan.
Dari berbagai kasus di tangannya tak serta merta hanya hukum pernjara bertahun-tahun, melainkan seumur hidup pun dia lakukan. Seperti pada kasus suap ketua Mahkamah Konstitusi, Artidjo memperkuat vonis Pengadilan Tipikor Jakarta dan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap Akil Mochtar, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Selesai menjabat di hakim agung, dia ditunjuk menjadi Dewan Pengawas Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Republik Indonesia. Menjalani tugasnya, dia bertekad untuk dapat bekerja secara profesional dan proposional.
Kurang lebih setahun setelahnnya, Februari 2021 Artidjo tutup usia, penyakit jantung dan paru-paru diderita menjadi penyebabnya. Kehilangan tokoh penegak hukum yang integritas dan ditakuti para koruptor begitu dirasakan banyak orang. Bukan berarti para koruptor dapat bernapas lega, masih banyak sosok Artidjo menjamur di mana-mana.
Kegarangannya menjadi inspirasi bagi pemberantasan korupsi. Sosok sederhana, pekerja keras, dermawan, pemberani, dan jujur sekelas Artidjo dapat menjadi cerminan anak muda sekarang.
Reporter : Winona Vanessa HN