The Order of The Rising Sun, Gold Rays with Neck Ribbon merupakan gelar kehormatan tertinggi yang diberikan oleh pemerintahan Jepang. Gelar ini diberikan oleh Kaisar Jepang kepada warga dan bukan warga Jepang yang telah berkontribusi kepada Negeri Matahari Terbit ini, baik kepada promosi budaya, kemajuan bidangnya dan pengembangan kesejahteraan maupun pelestarian lingkungan.
Di Indonesia, beberapa orang pernah menerima penghargaan ini seperti Menteri Perencanaan Pembanguan Nasional 2009-2014 Satryo Soemantri Brodjonegoro, Pendiri ITB STIKOM Bali dan Budayawan Bali Prof Dr I Made Bandem MA, Ketua Program Studi Jepang Universitas Indonesia Prof I Ketut Surajaya, Rektor Universitas Dharma Persada 2006-2011 Kamarudddin, Rektor Universitas Dharma Persada 2011-2015.
Guru Besar Fakultas Kedokteraan Prof Andi Husni Tanra MD PhD, Unhas juga memperoleh prestasi membanggakan ini. Hal ini diumumkan Pemerintah Jepang pada 3 November 2020. Kabar yang membahagiakan itu diterima Husni melalui sambungan telepon. Konsulat Jepang yang menyampaikan nama Husni masuk dalam daftar nama-nama yang akan menerima gelar kehormatan dari Kaisar Jepang. Informasi ini diterima sepekan sebelum pengumuman resmi bahwa dia mendapatkan penghargaan tersebut.
Penghargaan ini diterima atas jasa-jasanya memperkokoh hubungan Jepang dengan Indonesia, khususnya dalam peningkatan pertukaran akademisi dan persahabatan. “Saya kaget saat menerima kabar ini dan bahkan menangis lantaran tidak terduga akan mendapat gelar ini,” cerita Husni ketika diwawancara reporter identitas.
Keistimewaan penghargaan ini tampak pada sertifikat yang diberikan pemerintahan Jepang, terdapat tiga stempel yaitu Kaisar Jepang, Perdana Menteri, dan Ketua Komite Penghargaan. Di balik penghargaan yang diterima Husni, terdapat usaha dan pengabdian selama mengajar tidak sedikit.
Husni memulai ceritanya dari peristiwa demonstrasi dan kerusuhan sosial Malapetaka Limbaleas Januari (Malari). Di mana mahasiswa dan rakyat membakar produk-produk Jepang. Akibat dari peristiwa tersebut, Agustus 1974 pemerintahan Jepang mengundang tokoh-tokoh mahasiswa untuk ke Jepang mengikuti seminar. Kegiatan seminar tepatnya diselenggarakan di Universitas Hiroshima, dan Husni adalah perwakilan dari mahasiswa Unhas.
Saat seminar berlangsung, dia bertemu langsung dengan rektor kampus tersebut yaitu Ijizima Souichi. Sang rektor adalah seorang dokter. Saat bertemu, Souichi menawarkan Husni untuk melanjutkan studinya di Hiroshima. “Heh, siapa yang mau sekolah di Jepang?” kenang Husni. Setelah mengikuti seminar, Husni pun kembali ke Indonesia dan menyelesaikan kuliahnya pada tahun berikutnya.
Setelah mendapatkan gelar M.D, Husni memiliki keinginan untuk lanjut studi di luar negeri Mantan Ketua Senat FK-UH ini menceritakan keinginannya belajar di luar negeri. “Meskipun luar negeri dan saya paling bodoh, setidaknya saya yang paling pintar setelah kembali karena mendapatkan sesuatu yang baru,” jelasnya.
Husni optimis bisa sukses ketika lanjut studi di luar negeri. Dia pun ingat janji Rektor Universitas Hiroshima saat mengikuti seminar. Husni kemudian mengirimkan surat kepada Ijizima Souichi yang isinya. “Profesor, saya sudah selesai studi, bagaimana dengan janji Anda? ‘Dengan kalimat tersebut, saya kirimlah kartu pos tersebut’,” ucap Husni mengenai isi surat yang dikirimnya.
Beberapa bulan setelah Husni mengirim surat. Dia mendapat kabar dirinya diterima lanjut studi di Fakultas Kedokteran Universitas Hiroshima. Husni lalu berangkat pada Maret 1976 untuk melanjutkan studinya.
Usai satu tahun menempuh pendidikan, Husni ditawarkan untuk memasuki program PhD yaitu S3. Awalnya Husni tidak memiliki keinginan untuk melanjut dikarenakan membutuhkan waktu lama. Akan tetapi, salah seorang profesor di kampus Husni menimba ilmu menjelaskan dia tidak bisa menerima beasiswa jika hanya mengambil spesialis. Husni pun memutuskan untuk lanjut studi S3 dan mendapat gelar PhD pada1981.
Setelah menyelesaikan studi, Husni kembali ke Indonesia untuk membangun Fakultas Kedokteran Unhas. Saat itu, Husni adalah lulusan dokter bidang Anestesiologi lulusan Jepang yang pertama di Indonesia. Dia juga mengetahui ada peningkatan alumni yang lulusan Jepang dari Unhas saat ia pulang.
Husni adalah sosok yang pernah mengukir sederet prestasi. Pernah menjadi Ketua Perhimpunan Alumni dari Jepang Sulsel (PERSADA SULSEL) pada 1987-2000. Menjadi Chairperson Association of Medical Doctor of Asia (AMDA) Indonesia. Organisasi yang berawal dari Jepang ini bergerak untuk membantu orang di tempat yang mengalami bencana alam seperti gempa dan tsunami.
Uniknya, Husni saat di Jepang dipanggil Tanra. Nama itu menjelaskan bahwa dia hanya bermodal dengan tiga hal yaitu rajin, jujur, dan tekun. “Rajin, karena semua orang rajin tidak ada yang tidak suka, kedua jujur, karena semua orang tidak ada yang tidak suka jujur dan ketiga semua orang akan senang dengan saya,” tuturnya.
Selain itu Husni berpendapat bahwa keikhlasan adalah salah satu hal yang penting baginya. sehingga itulah yang membuat Husni tetap mengajar meskipun sudah pensiun. Menurut Husni apapun dikerjakan dengan ikhlas maka semua hal akan dianggap dengan enteng dan jika mendidik harus ikhlas agar selalu dikenang.
Muhammad Alif M